View Full Version
Sabtu, 03 Oct 2015

Pulang Haji, Wajib Menjaga Amal dari Penghapus Pahalanya!

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Setelah seseorang mengerjakan amal shalih dengan ikhlas dan benar, ia wajib menjauhkan diri dari perkara-perkara yang membatalkan pahalanya. Kemudian dia meningkatkan ketaatan hingga akhir hayat. Begitu juga yang berlaku atas orang yang selesai melaksanakan ibadah haji.

Haji adalah salah satu amal ibadah yang agung dalam Islam. Haji menempati rukun Islam ke lima. Selesai melaksanakan haji bukan berarti tugas beramal shalih dan ibadah selesai. Tetapi semakin bertambah, dia harus menjaga amal shalihnya dan menambah ketaatan kepada Rabb-nya. (baca: Haji Menghapuskan Dosa; Bermaksiat Dulu Sebelum Berangkat Haji?)

Syaikh Muhammad Al-Tamimi dalam kitabnya Waajibunaa Nahwa Maa Amaranallaahu Bih (kewajiban kita terhadap perintah Allah atas kita) menyebutkan 7 kewajiban orang terhadap perintah-perintah Allah. Pertama, Memahami perintah-perintah tersebut. Kedua, mencintainya. Ketiga, bertekad untuk melaksanakannya. Keempat, mengerjakannya. Kelima, melaksanakannya sesuai ketentuan syariat; ikhlas dan benar. keenam, meninggalkan perkara yang menghapuskannya. Ketujuh, kontinyu di atas ketaatan.

Point keenam ditujukan kepada orang yang selesai melaksanakan amal shalih; khususnya amal-amal besar dalam Islam, di antaranya haji. Maka dirinya wajib mewaspadai penghapus pahala dan pembatal-pembatal amal shalihnya; sebagaimana firman Allah Ta’ala,

أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

Supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al-Hujurat: 2)

Tsabit bin Qais bin Syammas Radhiyallahu ‘Anhu merasa takut saat turunnya ayat ini, dirinya merasa termasuk dari orang-orang yang terhapus amalnya dan akan menjadi penghuni neraka. Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengutus seseorang untuk menemuinya dan menyampaikan kepadanya, “Kamu bukan termasuk penghuni neraka, tetapi kamu termasuk ahli surga.” (HR. Al-Bukhari)

Amal yang dikerjakan seseorang tidak ada jaminan akan tetap aman dan utuh sampai hari kiamat. Amal-amal tersebut masih mungkin dihapuskan pahalanya karena melakukan pembatal-pembatal amal dan penghapus pahalanya.

Penghapus amal yang paling besar adalah syirik dan kufur. Keduanya menghapuskan semua amal kebaikan yang pernah dikerjakan seseorang. Ini termasuk keyakinan dasar Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Zumar: 56)

وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah: 5)

. . . Amal yang dikerjakan seseorang tidak ada jaminan akan tetap aman dan utuh sampai hari kiamat. Amal-amal tersebut masih mungkin dihapuskan pahalanya . . .

Sebagian dosa yang tinkatannya di bawah syirik dan kufur, ternyata bisa menghapuskan sebagian pahala amal shalih yang sebanding dengannya. Ini pendapat jumhur ulama. (Lihat: Majmu’ Fatawa: 10/322)

Imam Ahmad pernah berkata,

ينبغي للعبد أن يتزوج إذا خاف على نفسه ، فيستدين ويتزوج ؛ لا يقع في محظور فيحبط عمله

Apabila seseorang merasa hawatir kepada dirinya (berbuat sesuatu yang mendekati zina,-pent) hendaknya ia segera menikah; dia berhutang dan menikah supaya tidak terjerumus ke dalam keharaman lalu amalnya terhapus.” (Madarijus Salikin: 1/278)

Imam Al-Bukhari menulis Bab di Kitab Al-Iman dalam Shahihnya,

بَاب خَوْفِ الْمُؤْمِنِ مِنْ أَنْ يَحْبَطَ عَمَلُهُ وَهُوَ لَا يَشْعُرُ

Bab takutnya seorang mukmin dari terhapus amalnya sementara dia tidak merasa.

Imam Muslim juga sama di shahihnya, “Bab takutnya mumin akan terhapus amalnya.”

Ibnu Rajab menyepakati kesimpulan ini, bahwa amal bisa terhapus karena sebab sebagian dosa, sebagaimana firman Allah Ta’ala QS. Al-Hujurat: 2.

Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata, “Mereka tidak memandang bahwa amal (maksiat) bisa menghapus amal (shalih), padahal Allah Azza wa Jalla berfirman (dalam QS. Al-Hujurat: 2).”

Al-Qur'an telah memperingatkan orang-orang beriman dari pembatal-pembatal amal ini. Di antaranya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (QS. Muhammad: 33)

Imam Ahmad meriwayatkan asbab nuzulnya ayat ini. dari Abul ‘Aliyah, ia berkata: Para sahabat Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyangka dosa yang menyertai Laa Ilaaha Illaallah tidak membahayakan, sebagaimana amal shalih yang menyertai kesyirikan tidak memberi manfaat. Kemudian diturunkan ayat ini. Setelah itu para sahabat takut dosa mereka akan menghapuskan amal mereka.

Keterangan lain dalam tafsir Ibnu Katsir, para sahabat meyakini bahwa setiap kebaikan mereka pasti diterima. Kemudian Allah turunkan ayat ini. Keterangan dari Ibnu Umar, perbuatan dosa besar dan perbuatan keji itulah yang bisa menghapuskan pahala amal. Sehingga mereka berhenti mengucapkan perkataan di atas.

Bukti lainnya, firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأذَى

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqarah: 264)

Ayat ini mengabarkan, sedekah bisa rusak dan pahalanya terhapus karena suka menyebut-nyebutnya (mengungkit-ngungkitnya) dengan perkataan atau perbuatan kepada seseorang. Sedekah juga bisa terhapus karena menyakiti atau berbuat buruk kepada orang yang telah diberi. Kebaikan-kebaikannya akan terhapus karena sebab itu. (Baca: Doa Istighfar Penghapus Doa Terbesar)

Maka dari sini, orang yang telah mengerjakan amal-amal shalih, khususnya amal besar dalam Islam, dia wajib menjaga amal tersebut dari pembatal-pembatalnya. Khususnya syirik dan kufur. Umumnya semua perbuatan malsiat dan keburukan. Karena keburukan bisa menghapuskan kebaikan sebagaimana kebaikan menghapuskan keburukan. Dan penentu amal seseorang adalah dipenghujungnya. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version