View Full Version
Selasa, 17 Oct 2017

Untuk Islam Lebih Berkualitas, Tinggalkan Aktifitas yang Tak Berguna!

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Nikmat Iman adalah nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Nikmat ini hanya diberikan kepada hamba yang Dia cintai semata. Dengan nikmat ini, amal-amal shalih akan diterima dan pelakunya mendapat pahala.

Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-Nahl: 97)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di Rahimahullah, menjelaskan tentang ayat ini, “sesungguhnya iman adalah syarat sah dan diterimanya amal shalih. Bahkan tidak disebut amal shalih kecuali dengan iman. Iman menuntut amal shalih. Yaitu pembenaran yang pasti dalam hati yang membuahkan amal-amal anggota badan berupa melaksanakan yang wajib atau yang sunnah.”

Tanpa iman amal-amal kebaikan tidak akan diterima dan pelakunya akan merugi di akhirat. Sebagaimana firman Allah tentang amal  baik orang kafir,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.”  (QS. Al-Furqan: 23)

Aisyah radliyallah 'anha bertanya kepada suaminya, 'Ya Rasulallah, Ibnu Jud'aan sewaktu Jahiliyah telah menyambung silaturahim dan memberi makan orang miskin, apakah hal itu bermanfaat baginya?" Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab, "Tidak bermanfaat baginya karena tak pernah sehari pun dia berucap, "Ya Allah Tuhanku, ampunilah dosa kesalahanku pada hari pembalasan." (HR. Muslim)

Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menerangkan makna hadits ini, "Bahwa apa yang telah dikerjakannya berupa menyambung silaturahim, memberi makan, dan berbagai kemuliaan lainnya tidak memberikan manfaat baginya di akhirat, dikarenakan dia seorang kafir."

[Baca: Nikmat dan Musibah Terbesar Menurut Islam]

Bagi kaum  muslimin wajib menyadari nikmat agung ini. Bahwa keselamatan, kemuliaan, dan kebahagiaannya ditentukan pada iman dan amal shalihnya tersebut. Karenanya, dengan nikmat yang menjadi sebab sah dan diterimanya amal kebaikan, kaum muslimin memanfaatkan setiap waktunya untuk menghasilkan kebaikan.

Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.  Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. Al-Nisa’: 114)

Ayat ini berisi larangan berbicara dan mengobrol yang tidak memiliki manfaat. Baik obrolan yang tak ada faidahnya seperti ngobrol berlebihan dalam tema mubah.  Lebih-lebih obrolan yang berisi keharaman seperti menggunjing, mengadu domba, menfitnah, dan semisalnya.

Bersamaan dengan itu, seseorang didorong untuk berucap dan berbincang-bincang dengan tema yang membawa manfaat; seperti mendorong orang untuk bersedekah dengan berbagai bentuknya, memerintahkan orang lain berbuat baik dan ketaatan, dan mendamaikan orang-orang yang sedang berselisih. Agar pahalanya sempurna, maka hendaknya menghadirkan niat ikhlas untuk Allah dalam melakukan aktifitas baik itu.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,  

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

 “Di antara tanda baiknya Islam seseorang ia meninggalkan sesuatu yang tak berguna untuknya.”  (HR. Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini adlaah shahih)

Hadits ini adalah bagian dari Jawami’ Kalim al-Nabawiyah. Yaitu kalimat ringkas dengan makna luas dan hikmah agung yang keluar dari lisan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam; mencakup perkataan dan perbuatan.

Ini adalah kaidah Islam dan panduan hidup muslim; menyibukkan diri dengan yang manfaat dan meninggalkan perkara perbuatan yangtak bermanfaat. Jika seorang muslim komitmen di atas manhaj ini pasti ia akan memperoleh kebaikan banyak dan selamat dari keburukan tak terkira.

[Baca: Inilah Sebab Utama Kebahagiaan Dunia-Akhirat]

Baiknya keislaman dan kesempurnaan iman seseorang ditandai dengan sikapnya yang selektif dalam beraktifitas (dalam bentuk ucapan atau perbuatan). Hanya beraktifitas yang mendatangkan manfaat untuk dunia dan akhiratnya. Sedangkan aktifitas yang tak penting, tak berguna, dan tak mengandung manfaat ditinggalkan. Di antaranya berlebihan pada aktifitas yang tidak terlalu penting berkaitan urusan dien dan agamanya. Seperti dalam berbicara, melihat, mendengar, beraktifitas dengan tangan, berjalan, berfikir, dan semua gerakan lahir maupun batin.

Imam al-Hasan al-Bashri berkata,

علامة إعراض الله تعالى عن العبد أن يجعل شغله فيما لا يعنيه

Tanda Allah berpaling dari seorang hamba adalah Allah menjadikannya sibuk dalam aktifitas yang tak berguna.

Imam al-Syafi’i berkata,

ثلاثة تزيد في العقل: مجالسة العلماء، ومجالسة الصالحين، وترك الكلام فيما لا يعني

Tiga aktifitas yang akan menambah kecerdasan akal: Bermajelis bersama Ulama, Bermajelis bersama orang-orang shalih, dan meninggalkan ucapan yang tak penting (tak berguna).

Muhammad bin ‘Ajlan berkata,

إنما الكلام أربعة: أن تذكر الله، وتقرأ القرآن، وتسأل عن علم فتخبر به، أو تكلم فيما يعنيك من أمر دنياك

Perkataan (baik) itu ada empat macam: engkau berdzikir kepada Allah, Membaca Al-Qur'an, bertanya tentang ilmu sehingga engkau diberi tahu, atau berkata yang bermanfaat dari urusan duniamu.

Kaidah Islam dan panduan hidup muslim:

menyibukkan diri dengan yang manfaat dan meninggalkan perkara perbuatan yangtak bermanfaat.

Sesungguhnya waktu adalah modal berharga untuk meraih keberuntungan hidup. Jika seorang muslim ingin memanfaatkan waktunya dan menjaga diennya maka ia harus meninggalkan aktifitas yang tak penting (tak bawa guna dan manfaat). Kemudian ia sibukkan diri –dalam menggunakan waktunya- dengan aktifitas yang membawa manfaat untuk dirinya; berkaitan dunia atau akhiratnya. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version