View Full Version
Senin, 11 Nov 2013

Penutupan Lokalisasi Pelacuran, Bukan Solusi?

Lagi-lagi Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi berulah, setelah beberapa bulan lalu dirinya membuat kebijakan kontroversional dengan membagikan-bagikan kondom secara cuma-cuma, kini dalam program tayangan Mata Najwa, (6/11), Nafsiah Mboi mengatakan penutupan lokalisasi tidak akan membuat kaum lelaki berhenti mencari pekerja seks komersil. Penutupan lokalisasi, menurutnya, justru akan menjadi liar, di jalan-jalan, di rumah-rumah penduduk. Malah penutupan lokalisasi justru akan membuat peningkatan penyebaran HIV/AIDS. Bahkan secara tegas dirinya menolak penutupan lokalisasi pelacuran. (lihat: itoday.co.id 07/11/2013)

Penutupan lokalisasi menyebabkan masyarakat semakin liar, merupakan pernyataan ngawur dan mengada-ngada. Buktinya sebelum di tutup saja pelacuran liar memang sudah ada. Kita masih ingat bulan Juni lalu ramai diberitakan bahwa siswa SMP swasta di Surabaya menjadi Mucikari/Germo (lihat www.merdeka.com 16/07/2013) itu menjadi salah satu bukti bahwa pelacuran liar pun memang sudah ada sejak dulu.

Lokalisasi prostitusi memang sudah menjadi permasalahan klasik negeri ini, meskipun demikian pemerintah sepertinya memang tidak pernah serius dalam menyelesaikan masalah ini. Alih-alih ingin menyelesaikan seks bebas di negeri ini bahkan untuk menutup lokalisasi saja pemerintah pun tidak berdaya. Tidak bisa dipungkiri bahwa lokalisasi ini mengisi kantong devisi negara, maka semakin tidak berdayalah negeri ini untuk menutup lokalisasi tersebut.

Memang benar penutupan lokalisasi bukan merupakan satu-satunya solusi, toh masih banyak prostitusi-prostitusi liar, tapi bukan menjadi alasan negeri ini untuk tetap memeliharanya. Tapi coba kita renungkan akar permasalahannya. Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini menjadi penyebab utama gagalnya pemerintah dalam menjamin kehidupan rakyatnya. Kemiskinan telah memaksa mereka terjerat dalam kehidupan kelam prostitusi, belum lagi kehidupan yang sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) menyebabkan mereka menambrak batasan aturan agama (Islam) bahkan hukum yang tidak tegas pun menyebabkan mereka tidak pernah jera. Maka, bukankah negara memiliki andil menjadikan rakyatnya terjerat prostitusi?

Tetapi hal ini berbeda ketika negara mampu menjamin kesejahteraan bagi setiap warga negaranya. Negara menutup segala bentuk akses prostitusi-prostitusi legal maupun illegal, menutup segala bentuk media yang akan menghantarkan pada birahi seksual bahkan menerapkan hukum yang tegas bagi segala bentuk tindakan prostitusi dan kejahatan. Maka tidak ada satu orang pun yang berani bahkan mau menjadi seorang pelacur.

Namun hal ini tentu tidak akan pernah bisa dilakukan pada sistem yang mengagungkan kebebasan (demokrasi-kapitalisme), tapi hanya bisa dilakukan dalam sebuah negara yang menerapkan ideologi Islam secara total yaitu Khilafah. Karena hanya Islamlah yang mampu memberikan keberkahan dari langit dan bumi (baca: kesejahteraan), dan Islamlah yang akan menutup segala bentuk dan akses perzinahan dan pelacuran serta mampu memberikan hukum yang tegas pada setiap warga negeranya.

Penulis,

Iis Nawati
Pendidikan Fisika UPI


latestnews

View Full Version