View Full Version
Kamis, 26 Dec 2013

Road4Peace III: Dalam Dingin, Mereka Berlomba Menghangatkan Saudaranya

ANKARA (voa-islam.com) - Minus sepuluh derajat celcius, begitu kata Termometer digital di dalam bus yang membawa kami ke Ibu Kota Turki, Ankara. Waktu subuh masih dua jam lagi, tetapi kami sudah sampai di Ankara, tepat di hadapan Mesjid Jami Haci Bayram Vell Ankara. Gelap yang pekat masih membungkus malam hari ke 3 (Selasa/24/2013) tim Road4Peace III Istanbul to Syria saat kami turun dari bus menuju Mesjid untuk Beristirahat.

Kabut putih menyelimuti pandangan yang beredar. Jam 04.15 saat itu, ketika udara sangat dingin menusuk-nusuk ujung jari yang terbungkus sarung tangan tebal. Jaket yang berlapis, tetap saja tak mampu berlama menahan dinginnya angin malam yang menghembuskan dingin -10 derajat. Bergegaslah kami ke dalam tempat wudhu menuruni ekskalator di hadapan pelataran mesjid yang mulai membeku.

Diambilnya air wudhu yang ternyata hangat, setelah sebelumnya, kami berwudhu dengan air sedingin air es di kulkas. Wajah-wajah sumringah tersimpu dari tim Road4peace di sana. “Alhamdulillah, ini hangat,” kata Angga Dimas Pershada, relawan HASI dalam Tim Road4Peace dengan girang. Usai wudhu, kami masuk ke dalam Mesjid.

Masjid dengan dua ruangan besar ini, memiliki penghangat ruangan. Di dalam mesjid, sambil menunggu waktu subuh, shalat malam itu ditegakkan. Dalam dingin yang membungkus mesjid, mereka semua berdiri, duduk, dan sujud. Ada kalam ilahi yang terlafal di sana, ketika qiyam itu ditegakkan.

Ada syukur yang terselip di sana, ketika kami di Indonesia dapat shalat malam dengan tenang, tanpa jaket berlapis dan berwudhu dengan air es. “Nggak kebayang, bagaimana mujahidin Chechnya shalat di atas salju,” kenang seorang di antara kami. Dalam syahdu, malam itu dilalui dengan mengingat RabbNya, bahwa penderitaan saudara kami di Suriah sungguh berat.

Ketika malam dilalui hanya dengan tenda bertumpuk salju. Ketika kaki-kaki tak bisa bergerak kembali karena beku. Ketika air wudhu begitu menyengat kulit selama musim dingin. Kumandang adzan menggema di Bumi Dua Benua, menghantarkan kami shalat subuh bersama, empat shaf penuh dengan para pemuda setempat.

Usai shalat, udara semakin dingin. Imam Mesjid mendoakan kami, tim Road4Peace agar tujuan kami, membawa misi perdamaian di Suriah berhasil dan dimudahkan, kemudian mengantarkan kami ke pelataran Masjid, disambut mentari yang menyemburat. Angin berhembus semakin dingin, membuat kami mengencangkan jaket, merapikan syal, menguatkan kupluk.

(Suasana di Depan Masjid)

Mentari yang semakin naik menampakkan gunung-gunung putih karena salju yang mengelilingi Mesiid Jami. Kursi-kursi yang membeku sepanjang pelataran Masjid. Pohon-pohon yang kerontang memutih. Es-es yang bertebaran di pinggiran. Rumah-rumah yang bertumpuk salju. Pelataran Mesjid yang licin mengantarkan kami pada bus yang siap kami naiki untuk berangkat ke kantor IHH di Ankara.

Pagi itu, usai melewat pelataran Mesjid, jalanan depan Mesjid, sebuah mobil merah nampak dikerubuti orang-orang berjaket tebal. Dalam kerumunan, seorang tua membagikan sebuah minuman penghangat (seperti kare) dan juga sebuah roti kepada jama’ah dan warga sekitar. “Its free?” kata teman kami ragu.

“Ya...ya..” katanya sambil menyodorkan segelas minuman hangat dan roti. Masih dalam suasanan sangat dingin, asap itu mengepul dari dalam gelas, menambah kehangatan kerongkongan dan juga perut. Sambil duduk, kami semua menikmati kehangatan secangkir hidangan penghangat tubuh.

Orang-orang semakin ramai berdatangan. Diberikannya satu persatu gelas yang mengepul, hingga membawakannya kembali untuk kami.”Tambah,” katanya. Akhirnya, ada yang sampai dua kali, tiga kali, kami menambah hidangan pagi penghangat tubuh. Hal ini terjadi hampir di setiap Mesjid Jami di Turki.

“Tidak hanya di Turki, tetapi di Suriah juga,” tambah Mustopa Mansoor, Ketua Road4Peace. Mustopa Mansoor yang pernah tinggal satu bulan di Suriah mengisahkan bahwa di daerah Razoo, ada sebuah mesjid yang menyediakan makanan rutin ba’da shalat subuh untuk masyrakat.

“Ketika saya tanya, mereka menjawab,’Kami belajar dari zaman para khakifah yang biasa melakukan hal seperti ini,’” kenang Mustopa Mansoor. Mustopa pun mengisahkan, di tengah kota Damaskus sebelum Revolusi ada sebuah Mesjid yang menyediakan kamar-kamar bagi musafir. Disediakannya makanan di sana. Semua dijamu dengan gratis

“Bahwa dakwah tidak hanya dengan khutbah, tetapi juga bil hall. Banyak yang bisa kita lakukan,” tegas Mustopa. Dan Kakek tua di pelataran Mesjid Haci Bayram Vell Ankara menjadi saksi, bahwa masih ada kebaikan yang terserak. Masih banyak inspirasi, bahkan dalam musim dingin yang ekstrim, mereka masih bisa berbuat. Berlomba memberikan kehangatan, semoga Allah memberikan balasan yang terbaik bagi mereka, yang menghangatkan kami dalam dingin ini. [PurWD/voa-islam.com]

(Rizki Lesus, wartawan Alhikmah. Jurnalis Islam Bersatu (JITU) dalam Road4Peacee III, Istanbul to Syria. Des 2013, Gaziantep)


latestnews

View Full Version