View Full Version
Jum'at, 29 Aug 2014

Kemiskinan, BBM dan Presiden Baru

Oleh Abu Ziad (Mantan Jurnalis)

Sudah 69 tahun Indonesia merdeka. Namun kenyataanya masih banyak warga negara di negeri yang katanya kaya sumber daya alam ini  berada pada garis kemiskinan.

Menurut BPS jumlah penduduk miskin d Indonesia per Maret 2014 bahkan naik sekitar 110 ribu jika dibandingkan  penduduk miskin pada Maret 2013.

Kepala BPS Suryamin menyatakan jumlah penduduk miskin per Maret 2014 tercatat mencapai 28,28 juta orang atau 11,25 persen dari jumlah total penduduk. Angka ini, ungkapnya, naik jika dibandingkan dengan perolehan pada Maret 2013 yang tercatat sebanyak 28,17 juta orang.

"Dibandingkan dengan perolehan September 2013 angka kemiskinan menurun sebanyak 320 ribu orang. Persentasenya pun turun dari 11,46 persen menjadi 11,25 persen," tuturnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (1/7/2014).

Namun kalau kita merujuk pada data Bank dunia jumlahnya sangat besar yakni 40% atau 100 juta. Jika kemudian BBM langka seperti yang terjadi belakangan ini dan kemudian harga BBM jadi dinaikkan untuk mengurangi beban subsidi, tentu jumlah penduduk miskin akan bertambah.

Ternyata klaim kemerdekaan dalam arti rakyat menikmati sebesar- sebesarnya kesejahteraan jauh panggang dari api. Lihat saja, uang yang  beredar 60% hanya di Jakarta. Sementara 30% beredar di beberapa kota seperti Bandung, Surabaya, Semarang dan Medan. Sedangkan 10%  nya baru dinikmati warga di desa yang jumlahnya mayoritas.

Itulah fakta hidup negeri kita yang katanya sudah 69 tahun merdeka. Hal ini wajar karena kita tidak memahami arti kemerdekaan yang sejati dan hakiki.kita, meski telah mengusir penjajah secara fisik, namun toh kita tidak bisa mengusir sikap inlander, sebagai mental negeri terjajah.

Kita tidak bisa berdiri tegak di ata kaki sendiri. Sehingga sumber daya alam yang melimpah pun tidak bisa dikuasai sendiri. Malah sebagian besar diberikan ke perusahaan asing.Begitulah nasib menyedihkan negeri Zamrud Khatulistiwa. Merdeka tapi miskin.

Presiden terpilih Joko Widodo tentu memiliki tugas berat untuk meningkatkan kesejahteraan warga yang berada pada garis kemiskinan sesuai janjinya saat kampanye. Namun masalah BBM tampaknya menjadi batu sandungan pertama untuk diselesaikan. Apakah benar-benar dia akan mencabut subsidi BBM atau tidak.Pasalnya harapan Presiden terpilih Jokowi agar Presiden SBY mencabut BBM di akhir jabatannya tampaknya tidak ditanggapi. Tentu saja mau tidak mau Jokowi kemungkinan akan tetap mencabut subsidi BBM mengingat kurangnya dana fiskal untuk merealisasikan program kerjanya.

Jika ia jadi mencabut subsidi BBM maka dijamin akan berefek domino terhadap harga barang lainnya dan biaya transportasi.Semuanya akan naik. Ujungnya kebijakan ini bukan malah meningkatkan kesejahteraan rakyat, malah sebaliknya memiskinkan rakyat. Demikianlah episode negara yang menganut kapitslisme-sekuler. Tidak  mau menganut ideologi Islam.Sulit untuk mandiri karena akan sangat tergantung kepada asing. Negara hadir bukan untuk menyejahterakan rakyat, tapi menyejahterakan para pemodal besar (kapitalis). Alih-alih menyejahterakan rakyat tapi malah memiskinkan rakyat. Wallahu a'lamu.


latestnews

View Full Version