View Full Version
Senin, 15 Sep 2014

SKK Migas: Mendakwa Kapitalisme Demokrasi Biang Korupsi dan Ketimpangan Sosial

Babak Baru Kasus SKK Migas: Mendakwa Kapitalisme Demokrasi, Biang Korupsi dan ketimpangan Sosial!

Oleh: Ahmad Khozinudin, SH, Advokat, Aktivis Hizbut Tahrir Kota Bekasi.

Pengembangan kasus yang dilakukan oleh Komisi Anti Rasuah (KPK) akhirnya sampai pula  pada hulu pemangku kebijakan di tataran Kementrian, level pemangku kebijakan dibawah naungan lembaga kepresidenan. Kasus ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 13 Agustus 2013. KPK menangkap Rudi Rubiandini yang saat itu menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas).

Pada Rabu (3/9),  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik  sebagai tersangka, dalam dugaan kasus pemerasan terkait kewenangannya dalam operasional kementerian tahun anggaran 2011-2013. Peningkatan status menjadi penyidikan atas nama tersangka JW (Jero Wacik) dari Kementerian ESDM, Sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 e (tentang pemerasan) atau pasal 3 undang-undang 31/1999 junto undang-undang 20 tahun 2001 pemberantasan tindak pidana korupsi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkejut mendengar berita mengenai status tersangka Menteri ESDM Jero Wacik terkait pengadaan proyek di Kementerian ESDM 2011-2013. Selama ini, dia mendapat laporan yang menyatakan tidak ada arah Jero bakal ditingkatkan statusnya. Namun, Publik nampaknya tidaklah terlalu terkejut dengan status menteri ESDM tersebut, pasalnya Korupsi yang menggerogoti  negeri ini disinyalir berbagai pihak kebanyakan bukanlah tindakan penyimpangan yang bersifat personal individual, melainkan sering dilakukan secara berjamaah, terorganisir dan sistemik.

Jero merupakan menteri aktif ketiga yang menjadi tersangka KPK. Sebelumnya KPK juga telah menetapkan tersangka mantan Menteri Pemuda Olahraga Andi Alfian Mallarangeng serta mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Akankah kasus korupsi ini akan merembet dan menjerat aktor lain di kementrian Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II pimpinan SBY? Dimasa injury time ini akankah SBY mampu menyelamatkan biduk kabinetnya sehingga pada akhir masa pemerintahannnya  dapat menorehkan legacy  yang baik kepada seluruh rakyat Indonesia? Sayangnya, kasus ini disinyalir telah melibatkan Danil Sparingga, staf khusus presiden bidang komunikasi politik.

Yang lebih menarik adalah pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad yng menilai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik sebagai orang yang bergaya hidup mewah. Hal ini seolah-olah mengkonfirmasi ulang bahwa di negeri ini siapapun yang mendapat kewenangan untuk  mengurusi urusan publik selalu bertalian erat dengan kehidupan yang serba lux dan karib dengan Glamorisme. Adakah yang salah dalam tata kelola negeri ini? Apakah berbagai kerusakan yang melanda negeri ini akibat kesalahan personal individual atau kesalahan yang bersifat massif dan sistemik?

Berbeda dengan yang dilakukan Jero, mayoritas penduduk negeri ini justru hidup dalam berbagai kesempitan hidup dalam jurang kemiskinan. menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan Sebanyak 10,51 juta orang pada bulan Maret 2014, sementara di daerah pedesaan Sebanyak 17,77 juta orang pada Maret 2014. Sebuah angka yang seharusnya dapat memantik empati publik setiap orang terutama para pemangku kebijakan.

Sistem Demokrasi, pangkal bala’ Korupsi

Demokrasi dianggap sistem pemerintahaan yang paling baik,  bahkan Fransciscus Fucuyama (The End of History) memandang akhir dari babak kesejarahan dunia adalah ada pada rengkuhan kapitalisme global, dimana semua umat dan bangsa pada akhirnya mengadopsi substansi demokrasi untuk mengatur tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara. Jargon Demokrasi yang menyatakan “Pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat” mampu menyihir semua mata dunia sehingga silau terhadapnya tanpa memandang hakekat dan kerusakan yang  ditimbulkan oleh demokrasi.

Dalam sistem demokrasi, sesungguhnya kedaulatan bukanlah ada ditangan rakyat. Kedaulatan ada pada tangan kaum kaitalis yang mereka memiliki akses langsung untuk masuk dan menguasai ruang publik melalui politisi-politisi yang bertindak mengikuti arahan mereka. Tindakan politisi yang menyatakan berjuang untuk dan atas nama  kepentingan rakyat adalah sihir yang telah diramu dengan racikan kebohongan dikuatkan dengan dupa-dupa janji akan kesejahteraan yang membuat rakyat melambung dan lupa atas  pijakannya.

Suksesi politik melalui lembaga demokrasi membutuhkan biaya  yang tidak sedikit. Jika mereka dapat menghindari politik uang, meskipun nampaknya bisa dikatakan mustahil. Tetapi tidak ada satupun politisi yang dapat menghindari biaya politik (Cost Politic). Pembuatan baner,spanduk, bendera, kaos, baliho, stiker dan berbagai atribut alat peraga kampanye termasuk uang biaya saksi tentulah membutuhkan biaya yang luar biasa besar. Belum lagi biaya komunikasi, koordinasi, ramah tamah serta sederet kebutuhan kampanye politik lainnya yang muaranya adalah kepada “dana politik”. Tidak semua politisi yang berkecimpung didunia politik memiliki kekuatan permodalan yang cukup, kebanyakan diantara mereka melakukan koalisi politik dengan para pengusaha (baca: Para Kapitalis) untuk menggolkan hasrat politiknya. Komitmen koalisi haram ini akan menimbulkan dampak yang harus ditanggung oleh rakyat. Tidak ada makan siang gratis, bantuan kaum kapitalis kepada para politisi bukanlah bantuan yang ikhlas tanpa pamrih. Politisi yang telah mampu  melewati suksesi politik dan terpilih sebagai pihak yang memiliki kewenangan dan memangku kebijakan publik harus mengembalikan “mahar politik” yang diberikan pengusaha lengkap dengan hitungan laba dan bunganya.

Darimana  para politisi dapat membayar “sumbangsih pengusaha” semasa rekrutmen politik? Cara yang paling lazim adalah dengan menggunakan kewenangan yang ada padanya (baca: penyalahgunakan kewenangan) dengan memberikan berbagai fasilitas, kemudahan, bahkan prioritas bagi para pengusaha untuk terlibat dalam proyek-proyek publik. Pembangunan jalan, jembatan, fasilitas pendidikan, pengadaan barang dan jasa dan sederet modus lain lazim digunakan utuk membayar “hutang budi politik”. Maka tidaklah mengherankan pemenang tender dari proyek-proyek pemerintah selalu dimenangkan oleh pengusaha yang memiliki hubungan dan akses  yang dekat dengan para politisi pemangku kebijkan. Kerewelan para politisi dalam kontroversi suksesi politik antara Pilkada langsung maupun Pilkada melalui DPRD, keduanya tdk dapat membentengi praktik koruptif dan manipulatif yang merupakan ciri sekaligus tabi'at asal sistem Demokrasi.

Dengan demikian, dengan logika yang sangat sederhana saja dapat dipastikan sistem rekrutmen yang sarat dengan kebutuhan biaya politik yang mahal akan berdampak pada dugaan penyalahgunaan wewenang para politisi pemangku kebijakan yang salah satunya memicu perilaku koruptif dikalangan para pejabat.

Khilafah, Sistem Alternatif Pemberangus Korupsi

Sistem yg baik harus berasal dari dzat yg maha baik. Sistem apapun jika dia berasal dari kreasi akal manusia yg penuh keterbatasan baik berupa siatem kapitalisme demokrasi maupun sistem sosialisme komunisme, keduanya pastilah tidak akan mampu menyelesaikan kompleksitas problematika hidup yg dihadapi manusia secara menyeluruh dan paripurna. Islam sebagai agama yg berasal dari Dzat yg maha baik telah mengatur kehidupan publik keumatan dg sebuah sistem politik yg khas, yaitu sistem Khilafah.

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh umat islam untuk menerapkan islam secara menyeluruh dan mengemban misi dakwah islam ke seluruh penjuru alam. Sistem Islam telah dan mampu eksis menaungi dan memberi ketentraman seluruh umat di berbagai penjuru dunia tidak kurang dari sebelas abad, hingga akhirnya institusi yg agung ini diruntuhkan pada tahun 1924 M.

Proses suksesi politik dalam pergantian kepemimpinan sistem Khilafah berlangsung secara efektif, efisien, transparan dan akuntable yg hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 3 (tiga) hari. Hasilnya adalah pemimpin dan kepemimpinan yg amanah, diterima dan ditaati umat (akseptable) dan eksekusiable dalam menjalankan program dan kebijakan mengurusi urusan umat.

Proses suksesi yg singkat tersebut tidak membutuhkan biaya dan waktu yg berbulan-bulan dan melelahkan. Umat ketika itu telah melihat secara nyata peran dan kehidupan calon pemimpin mereka yg hidup bersama dan berada ditengah-tengah mereka, sehingga tidaklah membutuhkan waktu yg lama untuk mengenal calon pemimpin mereka. Pasca meninggalnya Khalifah Abu Bakar RA umat ketika itu segera membai'at Umar al Khatab sebagai penggantinya. Umar RA ketika itu bukanlah sosok yg baru berkiprah ditengah-tengah umat sehingga seluruh hidupnya -sebelum dan sesudah- diangkat menjadi Khalifah telah ia dermakan untuk kepentingan umat. Begitu juga Para Kulafaur ar Rasyidin setelahnya. Dalam hal ini, Hizbut Tahrir telah mengadopsi pemikiran politik berkaitan dengan melaksanakan suksesi kepemimpinan dalam islam sebagaimana telah dirinci dalam kitab Azizah Ad Daulah Khilafah (Strultur Khilafah, Pemerintahan dan Administrasi).

Maka tidak heran, sistem Rekrutmen dan Suksesi politik yg sangat sederhana dan nyaris tak berbiaya tersebut menghasilkan sosok pemimpin yg penuh empati, yg mata, telinga dan hatinya selalu siap melihat, mendengar dan merasakan beban hidup rakyatnya. Masih terngiang dalam ingatan kita bagaimana Rasul SAW memberi makan seorang yahudi dg tangan beliau yg mulia, karena yahudi tersebut warga negara islam yg dipimpin Rasul sebagai Rakyat yg berhak atas pelayanan yg baik dari pemimpinnya meskipun si Yahudi yg buta itu karena keterbatasan informasi membenci Rasul. Kita juga tidak dapat melupakan kisah bagaimana Umar RA memanggul Gandum dan memasak dengan tangannya sendiri untuk dihidangkan kepada satu keluarga kecil yg miskin, dimana sang ibu terpaksa mengelabui anak-anaknya dengan merebus batu. Itulah sosok pemimpin-pemimpin terbaik, yang melayani rakyatnya dengan aturan dan sistem yg berasal dari dzat yg maha baik.

Akankah umat ini menemukan sosok pemimpin terbaik sebagaimana Rasul dan Para Khalifah pengganti beliau? Akankah sistem suksesi politik yg sarat dg politik uang dan hanya menghasilkan pemimpin yang korup dapat diberangus? Jawabnya adalah pasti bisa dg syarat seluruh umat ini tunduk, taat dan patuh kepada semua aturan yg berasal dari dzat yg maha pengatur dan menerapkannya dalam institusi yang di Ridloi-Nya. Itulah Syariah Islam dan sistem Khilafah. [abdullah/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version