View Full Version
Selasa, 09 Dec 2014

Arus Sistemik Waktu Kerja Perempuan

Oleh : Ana Nur Susilowati

(Aktivis BEM J Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga)

 

Sahabat VOA-Islam...

Salah seorang penulis artikel, Markus Junianto Sihaloho dalam tulisannya mengenai GKR Hemas mengkritik wacana pengurangan jam kerja pada perempuan menguraikan adanya ketidaksetujuan dari pihak GKR Hemas sendiri. Sebagai perempuan dia menentang adanya pengurangan jam kerja terhadap perempuan yang di gadang-gadangkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. GKR Hemas menganggap hal ini menjadi sebuah tindakan diskriminasi terhadap perempuan. Seperti itulah kilasan cuplikan dari artikel Markus. Lantas menurut anda siapakah yang harus mendapatkan dukungan?

Jika menengok pada akar kewajiban seorang perempuan, peran terpenting perempuan adalah dalam keluarga, bukan dalam hal mencari nafkah untuk alasan apapun. Keluarga merupakan tunas awal penyebaran Islam yang akan membesarkan tunas-tunas itu sebagai pejuang Islam sejati. Di dalam sebuah keluarga, perempuan yang berperan sebagai seorang istri memegang pengaruh penting dalam mendorong bangkitnya suami.

Dibalik kesuksesan suami ada istri di belakangnya, dibalik kemampuan pemimpin ada perempuan yang mendampingi. Khadijahlah contoh sahabiyah yang dapat dijadikan suri teladan bagi perempuan khususnya seorang istri. Selain itu tidak ada kemuliaan lain yang tiada tara yakni bagi seorang perempuan yang menyadari bahwa ia adalah seorang ibu dari bibit-bibit penegak Islam. Bukan serta merta menyerahkan kewajiban dan tanggung jawab kepada pendidik lain bagi anak-anaknya, seperti contoh menyerahkan pendidikan anak ke guru sekolah atau guru bimbingan belajar yang jelas-jelas hanya mempunyai pengaruh sangat minim bagi keberhasilan seorang anak.

Peran perempuan selain diranah keluarga adalah memiliki peran untuk aktif dalam lingkungan sosial. Kehidupan sosial secara syar’i terutama bagi perempuan yang memiliki keahlian tertentu akan memberikan andil yang cukup besar bagi kemajuan sosial, akan tetapi dengan batasan-batasan tertentu yang di syariatkan, berdakwah misalnya.

Namun pada era globalisasi yang sekarang marak mengenai tuntutan gaya hidup perempuan yang terdoktrin hedonis juga mendorong kaum hawa mementingkan finansial dari pada tanggung jawab untuk keberhasilan bibit-bibit Islam yang tampak di depan mata. Kehidupan kapitalisme membuat perempuan seakan di butakan mata hatinya oleh kesenangan sesaat yang dapat memalingkan tanggung jawab sebenarnya dari jiwa-jiwa lembut mereka. Harusnya perempuan itu mampu untuk membangun solidaritas diantara sesama, terutama dari perempuan itu sendiri untuk tidak bahagia di atas penderitaan keluarga, lingkungan, dan negara yang tengah mengalami guncangan pengaruh Barat. Aktivis feminisme yang di galakan seakan memisahkan antar dua kelompok di dalam satu wadah sosial secara liberal.

Kapitalisme bertindak tidak adil dan semena-mena terhadap kaum perempuan, berbekal title “Pahlawan Devisa” para diaspora perempuan ini dijadikan tenaga Negara yang memberikan keuntungan, namun mirisnya tetap bertaruh nyawa demi negaranya. Kapitalisme tidak menjamin kesejahteraan bagi perempuan dengan iming-iming gaji yang tak seberapa besar di banding dengan banting tulang yang di pertaruhkan.

Firman Allah SWT, QS Ar Rum 41: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Allah Subhanahuwata’ala telah memberikan aturan-aturan hakiki bagi kehidupan setiap manusia yang dikenal sebagai hukum syara’. Sehingga kita mampu untuk senantiasa beriman dan menerima bawasannya laki-laki dan perempuan baik secara fisik, jiwa, ataupun hukum Allah menuai perbedaan. Kodrat yang telah Allah gariskan perlu di sikapi secara ridho dan menghilangkan rasa iri dari jiwa-jiwa setiap insan karena perbedaan itu. Terlebih mempropagandakan kesetaraan gander yang sudah jelas membawa perpecahan antara laki-laki dan perempuan itu sendiri.

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An Nisa` [4]: 32)

Mempropagandakan kesetaraan gander yang sudah jelas membawa perpecahan antara laki-laki dan perempuan. Islam memandang perempuan sebagai manusia mulia yang harus dilindungi dan di nafkahi oleh suami, kerabat laki-laki, dan negara sehingga peran dan kewajiban sesungguhnya sebagai istri dan ibu dapat terlaksana dengan tuntas. Dalam system khilafah akan menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga dan generasi. Begitu pula dalam system perekonomian kesejahteraan akan terwujud, sehingga khilafah akan mampu melenyapkan sistem-sistem dzalim seperti Kapitalisme dan liberalisme bagi perempuan. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version