View Full Version
Kamis, 11 Dec 2014

Amran Nasution: Gosip Amplop di Bali dan Ancol

Sahabat VOA-Islam...

Tiga orang yang mengaku Presidium Penyelamat Partai Golkar, Agung Laksono, Priyo Budi Santoso, dan Yorrys Raweyai, bukanlah tokoh penting yang selama ini banyak berperan di partai beringin.

Mereka bukan Akbar Tanjung yang berani tampil memimpin Golkar setelah Orde Baru tumbang digilas roda Reformasi tahun 1998. Ketika itu Golkar sebagai representasi wajah politik Orde Baru, betul-betul jadi bulan-bulanan. Golkar bisa selamat tatkala Gus Dur jadi Presiden (padahal presiden ini sesungguhnya bertekad mau menghabisi Golkar) hanya karena ketabahan dan kegigihan Akbar Tanjung sebagai pemimpin partai.

Presiden Abdurrahman Wahid pada waktu itu sempat mengeluarkan dekrit yang salah satu isinya berupa pembubaran Golkar. Kenyataannya sampai sekarang Partai Golkar masih eksis, malah Presiden Abdurrahman Wahid-lah pada waktu itu yang justru dijatuhkan oleh Sidang Umum MPR.

Bayangkan, Akbar nyaris celaka ketika mobil yang ditumpanginya dikepung dan dilempari batu oleh massa PDIP di Jawa Tengah saat ia menghadiri sebuah acara Golkar di daerah yang dikenal sebagai basis PDIP itu. Mobil yang digunakannya sempat ringsek kena hujan batu. Di Surabaya kantor DPD Golkar dibakar demonstran. Hal mirip terjadi di beberapa daerah lain. Tapi semua itu dihadapi Akbar dengan tabah.

Itulah sebabnya tak sedikit orang berpendapat bahwa eksistensi Golkar bisa bertahan sampai sekarang antara lain, berkat ketabahan seorang Akbar. Tentu Akbar tak bisa dibandingkan dengan Agung, Priyo, apalagi Yorrys.

Malah Agung, Priyo, dan Yorrys, tak sekaliber dengan Aburizal Bakrie alias Ical yang sekarang tampak terseok-seok memimpin Golkar di tengah bersemaraknya partai saingan, PDIP, berkat euphoria Jokowi dalam Pemilu dan Pilpres barusan. Apa pun, Ical tetap harus dicatat sebagai salah satu di antara segelintir pengusaha pribumi Indonesia kelas atas, di antara belantara pengusaha keturunan Tionghoa yang mendominasi dunia bisnis Indonesia.

Bahwa perolehan suara Golkar dalam Pemilu lalu menurun, tak bisa dipakai untuk mengukur kemampuan Ical sebagai pemimpin partai. Harus diingat Pemilu 2014 ditandai dengan munculnya fenomena Jokowi dan Prabowo Subianto. Kedua nama ini betul-betul menguasai panggung politik Indonesia 2014. Akhirnya memang terbukti kedua nama itulah yang bertarung dalam Pilpres, dan dimenangkan Jokowi dengan beda suara tak jauh.

Memahami apa yang terjadi di Pemilu 2014, maka dalam Munas Bali kemarin, semua pengurus Golkar daerah yang menjadi peserta Munas memberikan suara kepada Ical. Karena itu Ical terpilih secara aklamasi tanpa saingan.

Agung, Priyo, apalagi Yorrys, tentu saja bukan tandingan Ical dan Akbar Tanjung yang kembali ditunjuk Munas Bali sebagai Ketua Dewan Pertimbangan. Meski demikian, sebenarnya Agung, Priyo, dan Yorrys, adalah politisi yang sudah menikmati ??madunya?? dunia politik Indonesia walau tanpa pengorbanan berarti. Agung sudah pernah menjadi Ketua DPR, jabatan yang sangat prestius. Agung pun jadi Mesko Kesra di zaman pemerintahan Presiden SBY priode kedua. Priyo adalah Wakil Ketua DPR-RI priode 2009 ? 2014.

Yorrys dikenal di zaman Orde Baru sebagai aktivis Pemuda Pancasila, organisasi pemuda yang sering dihubungkan orang yang tak suka dengan dunia premanisme. Tapi Yorrys yang kelahiran Serui, Papua Barat itu, sukses menjadi ??orang?? Mbak Tutut, putri Presiden Soeharto. Predikat sebagai ??Putra Papua?? tentu menjadi modal Yorrys belakangan untuk menjadi pengurus DPP Golkar. Perlu diingatkan, pada waktu itu Mbak Tutut sangat aktif di organisasi politik berlambang pohon beringin itu.

Sayangnya kini baik Agung, Priyo, mau pun Yorry, tak lagi duduk di DPR-RI. Agung Laksono yang mantan Menko Kesra itu, tak mencalonkan diri dalam Pemilu 2014. Sementara apa yang dialami Priyo dan Yorrys amat mengagetkan. Priyo jadi Caleg di Jawa Timur, sedangkan Yorrys jadi calon di kampungnya di Papua sana. Ternyata kedua tokoh itu tak terpilih. Rupanya di Jakarta saja kedua orang ini dianggap tokoh, sementara di kampungnya sendiri mereka tak laku.

Ketika menempati posisi ??pengangguran?? politik seperti itulah tampaknya ketiga tokoh ini bergabung untuk merebut kursi Ketua Umum Golkar dari tangan Aburizal Bakrie. Peluangnya adalah Munas (Musyawarah Nasional) yang segera akan dilaksanakan.

Tapi seperti diketahui Munas Golkar yang berlangsung di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, 30 November sampai 3 Desember 2014, terlalu didominasi Aburizal Bakrie-Akbar Tanjung dan kelompoknya. Pertama, Munas itu sukses, dihadiri pengurus DPD I dan II Golkar dari segenap pelosok Nusantara. Kemudian, hampir seluruh peserta Munas kompak mengunggulkan Ical sebagai Ketua Umum dan Akbar Tanjung sebagai Ketua Dewan Pertimbangan. Tak ada sedikit celah pun bagi kelompok lain untuk bermain, termasuk kelompok Agung, Priyo, dan Yorrys.

Padahal sebenarnya di belakang Agung, Priyo, dan Yorrys, yang bermain adalah Wakil Presiden Yusuf Kalla. Ketika terpilih menjadi Wakil Presiden dalam Pemilu 2004 (dengan SBY sebagai Presiden), Kalla tak punya jabatan di Golkar ? sama seperti sekarang ini. Ketua Umum Golkar waktu itu dijabat Akbar Tanjung.

Di dalam pemilihan presiden, Golkar berada di kubu seberang, mendukung Capres Megawati. Maka setelah terpilih sebagai Wapres, Yusuf Kalla memberi hukuman pada Akbar dengan menggusurnya dari pucuk pimpinan Golkar melalui Munas Bali 2004. Kenapa Akbar yang berakar kuat itu gampang tergusur?

Ketika itu pecah kabar bahwa peserta Munas Bali menerima amplop di dalam kamar masing-masing yang konon disebarkan Tim Sukses Kalla. Para peserta yang pada pembukaan Munas bersorak dan bertepuk mengelu-elukan Akbar, dengan amplop itu ternyata cepat berubah menjadi pendukung Yusuf Kalla. Akbar tergusur dengan tragis.

Sekarang pun tampaknya Wakil Presiden Yusuf Kalla ada di belakang Agung, Priyo, dan Yorrys, untuk menggusur Ical dan Akbar Tanjung. Maka kisah amplop yang serupa pun sayup-sayup terdengar dari Munas (abal-abal) di Ancol.

Penulis: Amran Nasution (Mantan Redaktur Pelaksana Tempo)


latestnews

View Full Version