View Full Version
Jum'at, 22 May 2015

Prostitusi Online: Dampak Benang Kusut Penanganan Masalah Prostitusi

PROSTITUSI ONLINE : DAMPAK BENANG KUSUT PENANGANAN MASALAH PROSTITUSI

Praktek prostitusi online di Indonesia semakin meluas, bersamaan dengan kasus yang menimpa artis berinisial AA, dan sebelumnya muncul kasus terbunuhnya Deudeuh Alfin Sahrin (26), pemilik akun twitter @tataa_chubby.

Pihak kepolisian mengungkap praktek prostitusi yang dalam aksinya memanfaatkan teknologi informasi. Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Bandung, mengungkap setidaknya ada 50 foto wanita-wanita yang diduga menjadi anak buah ketiga tersangka, tarif pelayanan yang diberikan wanita penjaja seks di bawah naungan tiga mucikari mencapai Rp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta. Tersangka dijerat pasal 296 KUH Pidana dan pasal 506 KUH Pidana yang ancamannya penjara selama dua tahun.

Alasan tersangka menjalankan profesinya tersebut untuk menambah penghasilan (PRLM, 30/5). Kepala Bagian Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjem Pol. Budi Waseso menyebut prostitusi online tidak hanya di Kota-Kota besar, ternyata Kota-Kota kecil pun sudah terjadi. Karena teknologi ini bisa menjangkau seluruh pelosok dunia, termasuk derah terpencil, ini merupakan suatu hal yang luar biasa (Galamedia, 30/4). Prostitusi merupakan aktivitas seks yang dilakukan di luar akad nikah yang sah.

Meski demikian, di Indonesia, sudah dikenal adanya prostitusi legal di mana aktivitas tersebut dipantau pemerintah. Padahal, dari prostitusi inilah muncul berbagai masalah sosial masyarakat lainnya, seperti perceraian, aborsi, trafficking dan penyebaran penyakit seksual menular, termasuk yang paling berbahaya HIV/AIDS, yang banyak memakan korban dari semua kalangan seperti anak-anak dan remaja.

Masalah prostitusi, baik yang sembunyi-sembunyi maupun yang terang-terangan, sebenarnya merupakan masalah klasik. Upaya penanganan selama belasan tahun sudah diterapkan, termasuk rehabilitasi dan pemberdayaan Pekerja Seks Komersial (PSK).

Namun faktanya bukan berkurang tetapi malah menjalar baik di tempat hiburan, karaoke, panti pijat, salon terselubung dan lokasi-lokasi lainnya, bahkan kemudian muncul fenomena prostitusi online yang booming akhir-akhir ini baik dilakukan masyarakat biasa dan para artis.

Pemerintah belum bisa bersikap tegas menangani prostitusi dan dampak berantai dari hal ini. Sangatlah jelas, prostitusi maupun prostitusi online adalah buah dari sekulerisme dan kapitalisme yang diterapkan di negeri ini.

Kapitalis menjadikan segala sesuatu yang dianggap ‘manfaat’ sebagai komoditas, termasuk tubuh perempuan. Pemerintah seharusnya menutup semua celah, agar tidak ada lagi ruang untuk mengeksploitasi perempuan, baik cara berpakaian, pendidikan dan pergaulan perempuan di Indonesia. Sehingga mampu memblokir gerak sejumlah pihak yang bisa memanfaatkan perempuan untuk dieksploitasi.

Diperlukan juga peranan penguasa yang punya power untuk menyelesaikan persoalan ini, tidak diserahkan kepada individu atau kelompok masyarakat, yang nantinya akan berujung kepada penyelesaian tiada akhir dan solusi tambal sulam. Sehingga solusi yang diberikan haruslah berdasarkan halal haram, bukan dengan solusi berdasarkan azas manfaat serta berkiblat pada solusi semu ala sekuler dan kapitalis.

Dalam hal ini Islam adalah perisai paling ampuh untuk memberantas hal ini sampai ke akar-akarnya.

Ini dilakukan dengan cara :

Pertama penegakan hukum atau sanksi tegas kepada semua pelaku prostitusi atau zina. Dengan menerapkan aturan Sang Pencipta, Allah SWT, yang sangat melarang aktifitas seks bebas (perzinaan), dan berbagai kemaksiatan lainnya. Tentang larangan zina, Allah SWT berfirman: Janganlah kalian mendekati zina karena zina itu perilaku keji dan jalan yang amat buruk (QS al-Isra’ [17]: 32). Dalam hal ini tidak hanya mucikari atau germonya, PSK dan pemakai jasanya yang merupakan subyek dalam lingkaran prostitusi harus dikenai sanksi tegas.

Hukuman menurut Islam bagi orang berzina adalah dirajam (dilempari batu) jika ia pernah menikah, atau dicambuk seratus kali jika ia belum pernah menikah lalu diasingkan selama satu tahun.

Kedua penyediaan lapangan kerja. Faktor kemiskinan seringkali menjadi alasan utama PSK terjun ke lembah prostitusi. Ini tidak perlu terjadi bila negara memberikan jaminan kebutuhan hidup setiap anggota masyarakat. Termasuk penyediaan lapangan pekerjaan, terutama bagi kaum laki-laki.

Ketiga adanya pendidikan yang menyeluruh. Pendidikan bermutu dan bebas biaya akan memberikan bekal kepandaian dan keahlian pada setiap orang agar mampu bekerja dan berkarya dengan cara baik dan halal. Pendidikan haruslah berbasis aqidah dan syariah Islam yang menanamkan nilai dasar tentang benar dan salah serta standar-standar hidup yang boleh diambil dan tidak.

Keempat jalur sosial, pembinaan untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warohmah merupakan penyelesaian jalur sosial yang harus menjadi perhatian pemerintah, karena keluarga merupakan salah satu pilar dalam masyarakat yang menentukan kualitas suatu generasi Dan diperlukan juga pembentukan lingkungan sosial yang tidak permisif terhadap kemaksiatan, sehingga pelaku prostitusi akan mendapat kontrol sosial dari lingkungan sekitar.

Kelima adalah kemauan politik. Penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Harus dibuat undang-undang yang tegas mengatur keharaman bisnis apapun yang terkait pelacuran.

Bukan hanya menutup semua lokalisasi, tapi juga semua produksi yang memicu seks bebas seperti pornografi lewat berbagai media baik cetak maupun online. Tentunya ini sangat membutuhkan political will di tingkat negara untuk menutup tuntas pintu-pintu prostitusi.

Ini membutuhkan negara yang menerapkan aturan Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya dengan itulah praktek prostitusi mampu dibasmi total, juga keberkahan serta kebaikan hidup akan dapat direngkuh dan ridha Allah SWT pun dapat diraih.

Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.

*Lina H (Praktisi Pendidikan di Bandung)


latestnews

View Full Version