View Full Version
Selasa, 15 Sep 2015

"Penghianatan" Kaum Intelektual

Sahabat VOA-Islam...

Kalau apatisme dilakukan oleh kelas sosial rendah semacam buruh, petani dan nelayan, itu suatu hal yang wajar. Yang menjadi gawat adalah ketika mahasiswa – mahasiswa sebagai kaum intelegensia mulai lupa atas tanggungjawab sosialnya.

Aku terdiam ketika seorang kawan aktivis memperlihatkan bangunan penuh coretan brandal. Tembok tua dan seonggok sampah yang ku lihat ternyata adalah ‘’sekolah’’ jalanan. Bangunan tersebut tanpa tiang, berada ditengah semak – semak. Disekelilingnya penuh puntung rokok dan kondom.

Remaja – remaja putus sekolah  menjadikan bangunan itu sebagai markas dan disitulah puncak interaksi pergaulan bebas mereka. Rumah yang hampir hancur tersebut berada ditanah sengketa dan nyaris roboh termakan usia. Rumah kotor tersebut menjadi simbol ketidakterdidikan anak jalanan yang harusnya diurusi oleh negara.

Letaknya kebetulan persis berada didepan kampus II Universitas Indraprasta PGRI, Condet – Jakarta. Di bangunan tua itu, anak – anak yang orangtua mereka mayoritas berprofesi sebagai pengupas bawang belajar membaca dan menulis. Seminggu sekali mereka belajar. Dihari – hari biasa mereka disuruh mencari tambahan uang belanja dengan mengamen oleh orangtua mereka. 

Hatiku tersayat – sayat saat menjumpai kenyataan ‘’menjijikkan’’ tersebut. Di era pembangunan seperti sekarang ini, ternyata malah tumbuh manusia – manusia yang kemanusiaannya mengalami ‘’sekarat’’ kronis. Kaum intelektual sibuk mengkaji keilmuan hingga mereka lupa pendidikan bagi anak jalanan.

Mahasiswa hari ini tidak lebih seperti ‘’ayam potong’’. Mereka ‘’disortir’’ yang terbaik lalu ‘’diproses’’ untuk menjadi ‘’produk’’ sarjana. Setelah lulus mereka hanya menjadi ‘’objek’’ dunia kerja dan ‘’komoditas’’ yang dipermainkan sistem kehidupan. Mereka tidak pernah benar – benar memiliki dirinya sendiri. Mereka tersandera oleh aturan main dan rutinitas yang ‘’memperbudak’’ mereka sebagai manusia merdeka.

Mahasiswa hari ini terlalu pragmatis. Mereka berlagak bak ‘’pangeran’’ manja dan lupa dunia diluar atap kampusnya. Mereka menjadi elitis dan menghianati janji Ke-Intelektualan. Kaum cendekiawan sudah menjadi agen – agen kapitalis yang berorietasi pada uang. Mata mereka telah tertutupi materi dan tertulikan oleh formalitas akademik.

Indonesia yang beradab hanya akan terwujud jika  Perguruan Tinggi steril dari kemunafikan – kemunafikan intelektual. Banyak ‘’Politisi’’ dan kaum Pragmatis yang meminjam almamater akademik untuk memperkaya diri sendiri

Pembususkan moral mereka ditutup rapat dengan almamater munafik. Mereka meneliti bukan untuk kemanusiaan, tapi untuk individualisme akut yang muaranya adalah ‘’tepuk tangan’’ penghargaan. Sangat memalukan jika reformasi sosial gagal karena penghianatan kaum intelektual. Orang – orang seperti ini tidak pantas duduk dibangku perguruan tinggi.

Jika Tuhan menentukan manusia Primus Interparest berdasarkan mana yang paling bermanfaat, maka penghianat seperti mereka adalah ‘’lintah’’ egois penghisap maslahat sosial. Jika orang – orang cerdas sudah tidak peduli pada kaum mustadhafin, maka terkutuklah dunia akademisi!

Capaian ilmu dan riset harus untuk mengabdi pada kemanusiaan. Ketika kaum terdidik lulus, harusnya bukan menjadi ‘’sampah’’ intelektual yang membawa berkas lamaran kerja kesana – kemari. Fikiran semacam ini harus ‘’diusir’’ jauh – jauh. Sarjana adalah ‘’dewa’’ solusi. Setiap langkah kakinya merontokkan simpul – simpul problematika sosial. Mahasiswa adalah agen pendobrak ‘’bangunan’’ persoalan sosial yang terlanjur mapan dalam ketidakadilan.

Penghianatan kaum intelektual harus tamat sebelum embun menetes esok hari. Kita butuh berton – ton ‘’detergen’’ untuk membasmi kuman Civitas Academica. Indonesia yang beradab hanya akan terwujud jika  Perguruan Tinggi steril dari kemunafikan – kemunafikan intelektual. Banyak ‘’Politisi’’ dan kaum Pragmatis yang meminjam almamater akademik untuk memperkaya diri sendiri. Akhirnya perkuliahan adalah kegiatan ‘’mulia’’ paling omong kosong dan sia – sia. [syahid/voa-islam.com]

Penulis : Muhammad Mualimin

(Ketua Umum HMI Komisariat Al Azhar, Ketua DPC PERMAHI Jakarta Selatan)


latestnews

View Full Version