View Full Version
Senin, 12 Oct 2015

Hapus Kabut Asap dari Indonesia

Sahabat VOA-Islam...

Kabut asap kian menggila di pulau Sumatera dan Kalimantan. Bahkan, kabut asap tahun ini sukses membuat Singapura marah. Bagaimana tidak, pada Jum’at (25/9/2015) Indeks Standar Pencemaran Udara mencapai 341 –tertinggi sepanjang tahun ini (bbc.com, 25/9/2015). 

Dan ini sudah termasuk berbahaya. Menteri Luar Negeri Singapura K Shanmugam menyatakan bahwa Indonesia menunjukkan perilaku yang "sangat tidak memikirkan keselamatan warga kami, dan warga mereka sendiri".

Berhektar-hektar lahan hangus terbakar di Indonesia diduga sengaja dilakukan agar siap ditanami kelapa sawit dan karet. Membakar lahan lebih banyak dipilih karena lebih ekonomis dibandingkan harus menebang pohon dengan cara manual.

Ironisnya, perilaku ini tidak dipertimbangkan dengan bijaksana, tidak memikirkan dampak buruk yang terjadi. Dampak pembakaran lahan itu membuat kondisi kesehatan banyak orang terganggu, kegiatan ekonomi dan pendidikan pun ikut terganggu. Bahkan di Riau, kabut asap sudah mengganggu pembangkit listrik.

Kelemahan aparat hukum serta sanksi hukuman yang tidak membuat jera merupakan salah satu penyebab terus berulangnya kasus pembakaran hutan. Aktivis koalisi pemantau pengrusakan hutan (Eyes on the forest) di Provinsi Riau, Afdhal Mahyuddin mengatakan, dirinya menyambut baik niat pemerintah untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan yang terbukti membakar hutan, tetapi dia skeptis upaya itu dapat membuat efek jera (bbc.com, 29/9/2015).

Sudah jelas, pelaku pembakaran hutan akan sulit tertangkap dalam sistem kapitalis-demokrasi saat ini. Sehingga dipastikan pula, fenomena kabut asap ini akan kembali berulang

Belum lagi selama kurun 2013-2014, pihaknya menengarai proses peradilan terkait pembakaran hutan itu hanya dikenakan kepada perusahaan-perusahaan berskala menengah dan kecil. Perusahaan besar yang berperan didalam kebakaran hutan tidak disentuh oleh hukum.Peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Herry Purnomo menyatakan kerumitan penangkapan pelaku pembakaran hutan terjadi karena para pelaku pembakar hutan, baik masyarakat maupun kelas-kelas menengah dan perusahaan selalu berhubungan dengan orang-orang kuat, baik di tingkat kabupaten, nasional, bahkan sampai tingkat ASEAN (bbc.com, 24/09/2015).

Beginilah wajah hukum dalam sistem kapitalis-demokrasi. Hukum yang telah dibuat sulit menyentuh mereka yang memiliki kedudukan, para pemilik modal besar, para kapitalis. Lain ceritanya jika menggunakan hukum Islam, Islam tidak memandang kedudukan, harta seseorang, jika memang ia terbukti bersalah, maka ia akan mendapatkan hukuman. Allah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 8 yang artinya,

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Tak sedikit tinta emas menggoreskan catatan sejarah yang membuktikan terwujudnya keadilan di tengah masyarakat Islam. Di antaranya adalah kisah sengketa baju besi Khalifah Ali bin Thalib ra. dengan seorang laki-laki Yahudi. Diriwayatkan oleh Imam al-Hakim, bahwa baju besi Ali ra. hilang pada Perang Jamal. Ali ra. ternyata mendapati baju besinya di tangan seorang laki-laki Yahudi.

Khalifah Ali ra. dan orang Yahudi lalu mengajukan perkara itu kepada hakim bernama Syuraih. Ali ra. mengajukan saksi seorang bekas budaknya dan Hasan, anaknya. Syuraih berkata, “Kesaksian bekas budakmu saya terima, tetapi kesaksian Hasan saya tolak.” Ali ra. berkata, “Apakah kamu tidak pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda bahwa Hasan dan Husain adalah penghulu para pemuda penghuni surga?” Syuraih tetap menolak kesaksian Hasan, dan memenangkan si Yahudi. Syuraih lalu berkata kepada orang Yahudi itu,”Ambillah baju besi itu.”

Namun, Yahudi itu lalu berkata, “Amirul Mukminin bersengketa denganku, lalu datang kepada hakim kaum Muslim, kemudian hakim memenangkan aku dan Amirul Mukminin menerima keputusan itu. Demi Allah, Andalah yang benar, wahai Amirul Mukminin. Ini memang baju besi Anda. Baju besi itu jatuh dari unta Anda lalu aku ambil. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah rasul Allah.” Ali ra. berkata,”Karena Anda sudah masuk Islam, kuberikan baju besi itu untukmu.” (Al-Kandahlawi, Hayah Ash-Shahabah, 1/146).

Kisah ini menunjukkan bahwa keadilan telah ditegakkan, walau yang bersengketa adalah seorang kepala negara dengan rakyat biasa yang non-Muslim. Hukum syariah memang tidak membenarkan kesaksian seorang anak untuk bapaknya. Inilah prinsip syariah yang dipegang teguh oleh hakim Syuraih ketika mengadili perkara tersebut.

Sudah jelas, pelaku pembakaran hutan akan sulit tertangkap dalam sistem kapitalis-demokrasi saat ini. Sehingga dipastikan pula, fenomena kabut asap ini akan kembali berulang. Sudah bukan saatnya kita tetap diam, mari perjuangkan penerapan hukum Islam yang telah jelas keadilannya sehingga bisa memberikan hukuman yang setimpal kepada siapapun orangnya, baik setingkat pejabat ASEAN sekalipun. Wallahu’alam bish shawab. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Ummu Kautsar


latestnews

View Full Version