View Full Version
Sabtu, 14 Nov 2015

Akhiri Bencana, Seluruh Umat Harus Bertobat

Sahabat VOA-Islam...

Sudah banyak musibah dan bencana yang telah menimpa negeri ini. Contohnya, kemarau panjang, kabut asap dan kebakaran hutan serta lahan. Musibah yang terjadi menjadi sorotan bagi menteri agama kita Lukman Hakim Sefuddin serta Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Ketua MUI KH Ma’ruf Amin menyebutkan bahwa kekeringan berkepanjangan yang melanda negeri ini bisa jadi merupakan bentuk peringatan dari Allah SWT. Selain itu, Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saefuddin mengajak seluruh umat beragama bertobat dengan sungguh-sungguh untuk mengakhiri bencana dan musibah yang telah menimpa negeri ini. “Kita melakukan tobat sehingga apa yang merupakan musibah dan ujian bisa segera diakhiri,” kata Lukman Hakim di masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (1/11).

Terkait dengan hal ini MUI serta menteri agama menyeru umat islam untuk melaksanakan shalat meminta hujan (Istisqa) dengan dikeluarkannya surat edaran oleh kemendag yang dikirmkan pada kantor wilayah di seluruh Indonesia sampai ke madrasah-madrasah untuk menunaikan solat istisqa (antaranews.com, 1/11).

Tidak hanya itu, MUI pun menyeru pemerintah untuk mengambil kebijakan tegas dan strategis dalam mengupayakan penghentian dari berbagai dampak buruk yang terjadi akibat kemarau panjang. Tindakan tegas bisa berupa penegakan hukum yang menjerakan terhadap setiap pelaku pembakaran hutan dan lahan yang menyebabkan bencana asap serta melancarkan ekonomi yang pro rakyat kecil yang paling merasakan dampak kemarau panjang (antaranews.com, 21/10).

Seruan untuk tobat dari MUI maupun dari Menag haruslah segera disambut oleh semua umat. Tobat tentu harus dilakukan secara menyeluruh dan dilakukan bersama-sama oleh umat ini. Ali bin Abi Thalib radhiyallah ‘anhu menjelaskan bahwa tobat harus menghimpun 6 hal: 1. Menyesal atas dosa yang telah lalu; 2. Kembali melaksanakan kewajiban; 3. Menolak atau mengembalikan kezaliman (mengembalikan hak kepada yang berhak); 4. Mengurangi persengketaan; 5. Ber-‘azam tidak akan mengulangi kemaksiatan itu; 6. Menggiatkan diri dalam ketaatan seperti dulu membiasakan diri dalam kemaksiatan (imam al-Baydhawi, Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil, tafsir QS at-Tahrim:8).

Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Peribahasa yang cocok untuk mengibaratkan tidak mungkin ada bencana kalau tidak ada kemaksiatan yang dilakukan. Kemaksiatan apa saja yang telah dilakukan?Pertama, pembakaran hutan,ini jelas suatu kemaksiatan sebab pembakaran berdampak buruk dan berbahaya bagi masyarakat, karena itu pelaku pembakaran, baik individu atau korporasi (perusahaan), harus menjadi pihak pertama yang bertobat.

Kedua, Penguasaan lahan yang sangat luas, apalagi yang semulanya hutan. Pasalnya dalam pandangan islam hutan adalah milik umum seluruh rakyat. Hutan juga haram dikuasai atau dikuasakan pada individu, korporasi (perusahaan) atau sekelompok orang. Karena itu, dalam pandangan islam penguasaan lahan dan hutan berarti mengangkangi hak milik umum. Hal ini jelas bahwa penguasaan lahan dan hutan merupakan bentuk kemaksiatan. Bagaimana cara bertobat dari kemaksiatan ini? Caranya adalah dengan mengembalikan lahan dan hutan kepada pemiliknya, yaitu seluruh rakyat sebagaimana ketentuan syariah.

Sebagai bentuk tobat yang sebenarnya maka umat harus mewujudkan ketaatan secara menyeluruh, yaitu tidak lain adalah menerapkan syariah Islam secara total

Ketiga, Penguasaan (pemberian konsesi) lahan dan hutan kepada swasta, dan kebijakan-kebijakan serta UU yang terkait dengan penguasaan tersebut, maka semua jelas merupakan bentuk kemaksiatan karena menyalahi syariah islam tentang hukum kepemilikan umum. Kemaksiatan ini bisa dianggap sebagai salah satu akar dari bencana kabut asap. Bencana yang sudah terjadi selama ±18 tahun tidak memberikan pelajaran bagi pemerintah untuk mengubah program atau kebijakan agar dapat menghentikan atau mengurangi bencana kabut asap ini. Pemerintah juga lalai dalam memberikan pelayanan kesehatan dan mengatasi dampak dari kabut asap ini. Hal ini merupakan akibat dari penerapan sistem politik demokrasi, ego sektoral, ego daerah dan otonomi daerah yang melampaui batas.

Keempat, ketidakpedulian terhadap kemaksiatan yang terjadi. Allah SWT dan Rasul saw memperingatkan umat dari sesuatu yang akan menimpa masyarakat umum akibat dari perbuatan maksiat yang dilakukan di tengah-tengah mereka. Keadaan saat ini haruslah menjadi cerminan bagi kita semua dalam mengubah, mencegah dan menghentikan segala kemaksiatan yang terjadi agar tidak terjadi lagi dampak yang buruk akibat dari kemaksiatan yang merajalela.

Saat ini umat ramai memohon ampunan dan meminta turunnya hujan agar bencana kabut asap dapat hilang. Allah SWT telah berkenan menurunkan hujan di beberapa wilayah. Semoga bencana kabut asap akan segera hilang. Namun jangan sampai cara kita mengingat Allah hanya dalam kondisi ditimpa musibah, melainkan harus secara terus-menerus. Allah SWT memperingatkan dalam firman-Nya:

“Apabila manusia ditimpa bahaya maka dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. Namun, setelah Kami menghilangkan bahaya itu dari dia maka dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpa dirinya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan (QS:Yunus[10]:2)”.

Karena itu bertobat dalam konteks bencana kabut asap berarti harus menyesali semua bentuk kemaksiatan yang terjadi, menghentikan dan meninggalkan serta beristighfar atas semua kemaksiatan itu, bertekad kuat tidak akan mengulanginya, mengembalikan hak kepada yang berhak, kembali pada ketaatan serta menjadikan diri sebagai pribadi yang bersyukur agar tidak termasuk golongan orang-orang yang disebutkan pada ayat diatas.

Bencana kabut asap ini harus menjadi pelajaran yang besar bagi umat manusia agar bersikap “peduli” terhadap kemaksiatan dan kembali pada ketaatan. Allah SWT berfirman: “Telah tampak kerusakan di bumi dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS:Ar-rum[30]:40)”.

Sebagai bentuk tobat yang sebenarnya maka umat harus mewujudkan ketaatan secara menyeluruh, yaitu tidak lain adalah menerapkan syariah Islam secara total di bawah sistem khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Itulah yang semestinya di perjuangkan oleh umat untuk membuktikan tobat yang sebenarnya. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
[syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version