View Full Version
Rabu, 25 Nov 2015

Guru Menyambut Peradaban Gemilang

Oleh: Anna Mujahidah Mumtazah, guru di SD Muhammadiyah 2 Bojonegoro

Menjadi guru bukan masalah profesi namun antara surga dan neraka. Bukan pula memandang anak didik di masa sekarang namun juga di masa yang akan datang. Guru yang menginspirasi senantiasa dinanti.

Menjadi guru bukan sekedar mengajarkan ilmu namun juga mendidik anak didik. Bukan sekedar memberi nilai akademik namun juga memberi nasihat. Apa yang dikata guru, maka itulah yang dianggap benar oleh anak didik. Maka disini seorang guru harus senantiasa waspada dan bercermin diri. Sudahkah apa yang menjadi perilaku sesuai syariat Islam ataukah justru melanggar?

Seorang anak condong mengimitasi/meniru apa yang ada di sekitarnya. Terlepas benar ataukah salah dalam kacamata syariat. Sekali guru memberi kelonggaran anak dalam kemaksiatan, bisa jadi akan senantiasa terus diulang. Dua, tiga, empat dan sekian kali dibiarkan bersiaplah mendapati anak didik terbiasa bermaksiat. Alhasil nasihat yang diberikan tak kunjungpadamkan nyala api kemaksiatan.

Jika sekali kita memberikan kelonggaran dan membiarkan dalam kemaksiatan, bisakah kita menjamin masih ada kesempatan tuk lantunkan nasihat? Sementara umur Allah yang menggenggam. Sekali kita melihat kemaksiatan anak didik maka di saat itulah kewajiban seorang guru membimbing dan menasihatinya.

Seorang anak dipercayakan oleh orangtuanya kepada sang guru. Sebuah amanah yang bukan sembarang amanah. Tentu sebagai guru harus senantiasa memikul amanah ini dengan penuh tanggungjawab. Jangan biarkan sekalipun melewatkan ladang pahala yang Allah berikan.

Menjadi guru layaknya menabung. Menabung amal kebaikan dan atau keburukan. Di saat perilaku guru sesuai syariat dan dicontoh anak didik, maka pahala mengalir. Namun sebaliknya jika sang guru menanamkan keburukan (menyuruh anak didik menyontek) lalu dilakukan anak didik maka dosa balasannya.Orang terdahulu sangat meemperhatikan kepada siapa anaknya berguru. Sebab itu yang akan dijadikan panutan oleh buah hatinya. Semakin wara/wirai sang guru diharapkan buah hati memiliki kehati-hatian yang sangat tinggi dalam menjalankan syariat.

Guru masa kini begitu hebat tantangan yang dihadapi. Di satu sisi mengajarkan anak didik untuk taat pada Ilahi namun di sisi lain perang pemikiran mendominasi negeri. Guru mendidik anak untuk menutup aurat dengan sempurna sementara masyarakat dan tayangan televisi aurat kian diumbar. Buku yang menjadi sumber ilmu pengetahuan pun tak lepas dari goncangan ide kaum liberal. Beberapa waktu lalu dunia pendidikan dihebohkan adanya buku berbau pacaran.

Dari segi kurikulum, anak didik dicukupkan dua jam pelajaran dalam sepekan. Sungguh alokasi waktu yabg sangat kurang bahkan minimalis. Bagaimana mungkin mengharapkan anak didik yang berkarakter sementara mapel agama dipersempit? Tak sedikit sekolah membiasakan anak didik untuk menjalankan salat dhuha dengan harapan anak didik menjadi pribadi yang berkarakter. Sungguh prestasi yang mulia. Namun sayangnya hal ini tidak dibarengi dengan hal yang lain. Seperti sekolah membiarkan anak didik terbuka auratnya, bahkan diajang pawai budaya aurat kian diumbar, tabarruj yang terlarang diterobosnya. Sungguh menyedihkan.

Meski demikian fakta dan tantangan di lapangan tentang sepak terjang guru, jangan sampai menjadikan nyali makin ciut. Seorang guru tentu harus memiliki semangat yang hebat. Berfikir jauh ke depan. Berfikir masa depan generasi menuju generasi cemerlang, mengantarkan anak didik menuju gerbang kegemilangan Islam.

Guru harus semakin semangat mengantarkan anak didik menjadi pribadi yang bertakwa. Tak hanya saat di sekolah namun dimanapun mereka berada. Guru harus menjadikan anak didik memiliki ketakutan yang luar biasa hanya kepada Allah saja.

Selain itu menyambut abad kemenangan Islam seorang guru harus mampu mempersiapkan anak didik menjadi ilmuwan yang kelak karyanya sangat berguna bagi umat. Agar tak ada lagi ketergantungan kepada asing.

Sebab menjadi seorang guru tak hanya urusan mengajarkan ilmu pengetahuan. Namun mengantarkan anak didik berkepribadian Islam, menjadi mujtahid dan mujahid. Semangat menyambut kemenangan Islam wahai guru. Maripersiapkan anak didik kita menjadi pribadi yang tangguh sehingga membuat gentar para musuh. Allahu Alam. (riafariana/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version