View Full Version
Sabtu, 21 May 2016

Perppu Kebiri, Bukan Solusi

Oleh: Asti Wulandari 

(Mahasiswa S2 UNY, Penerima Beasiswa LPDP RI)

Maraknya kasus kejahatan seksual baik pada anak maupun remaja mendorong pemerintah mencanangkan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual. Namun wacana tersebut masih menuai kontroversi di masyarakat. Kebiri atau katrasi sendiri ada dua jenis, yakni kimiawi dan non kimiawi. Efeknya adalah membuat orang yang dikebiri menjadi tidak terangsang secara seksual & mandul.  Efektifkah hukuman tersebut diterapkan?

Psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan bahwa hukuman kebiri akan sangat merepotkan dan menghabiskan anggaran, terutama kebiri suntik atau kimiawi. Karena pelaku harus diinjeksi secara berkala. Selain itu, setelah disuntik tak lantas bebas dari efek samping, baik fisik maupun psikis. Ketika efek samping itu muncul dan pelaku tersebut merasa perlu berobat, pemerintah harus kembali mengucurkan biaya perawatan (Repubika, 12/05/2016). Tentu saja hukuman ini tak akan membuat pelaku jera. Toh ketika dijatuhi hukuman hanya akan mendapat suntikan, bahkan efek samping dan pengobatan akan difasilitasi pemerintah. Sungguh hukuman yang tidak adil.

Masih perlu kita pertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus kekerasan seksual. Hingga saat ini pemerintah hanya berkutat pada sanksi. Dimana sanksi tersebut tidak efektif dan tidak memberikan efek jera. Pemerintah belum melakukan upaya yang serius terhadap tindakan preventif. Masih kita lihat situs pornografi dengan mudah diakses. DVD porno dengan harga murah dijual bebas. Miras pun masih beredar bebas. Bahkan narkoba masih merajalela.

Sebagai negeri berpenduduk mayoritas muslim seharusnya negeri kita minim dari kasus kejahatan seksual. Penduduk muslim yang menjalankan tuntunan agamanya tentunya akan mengharamkan miras, narkoba dan pornografi sebagai pemicu terjadinya tindak kekerasan seksual. Sayangnya tak semua muslim mampu memegang identitas agamanya ditengah sistem yang tidak kondusif saat ini.

Sistem pendidikan yang kurang menyentuh keimanan, gempuran budaya barat yang merusak moral, serta sistem hukum yang lemah. Maka kita butuh solusi sistemik untuk memperbaiki semuanya. Perubahan semua sistem yang ada saat ini menuju sistem yang rahmatan lil’alamin. [syahid/voa-islam.com]

Sahabat VOA-Islam...

Maraknya kasus kejahatan seksual baik pada anak maupun remaja mendorong pemerintah mencanangkan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual. Namun wacana tersebut masih menuai kontroversi di masyarakat. Kebiri atau katrasi sendiri ada dua jenis, yakni kimiawi dan non kimiawi. Efeknya adalah membuat orang yang dikebiri menjadi tidak terangsang secara seksual & mandul.  Efektifkah hukuman tersebut diterapkan?

Psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan bahwa hukuman kebiri akan sangat merepotkan dan menghabiskan anggaran, terutama kebiri suntik atau kimiawi. Karena pelaku harus diinjeksi secara berkala. Selain itu, setelah disuntik tak lantas bebas dari efek samping, baik fisik maupun psikis. Ketika efek samping itu muncul dan pelaku tersebut merasa perlu berobat, pemerintah harus kembali mengucurkan biaya perawatan (Repubika, 12/05/2016). Tentu saja hukuman ini tak akan membuat pelaku jera. Toh ketika dijatuhi hukuman hanya akan mendapat suntikan, bahkan efek samping dan pengobatan akan difasilitasi pemerintah. Sungguh hukuman yang tidak adil.

Masih perlu kita pertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus kekerasan seksual. Hingga saat ini pemerintah hanya berkutat pada sanksi. Dimana sanksi tersebut tidak efektif dan tidak memberikan efek jera. Pemerintah belum melakukan upaya yang serius terhadap tindakan preventif. Masih kita lihat situs pornografi dengan mudah diakses. DVD porno dengan harga murah dijual bebas. Miras pun masih beredar bebas. Bahkan narkoba masih merajalela.

Sebagai negeri berpenduduk mayoritas muslim seharusnya negeri kita minim dari kasus kejahatan seksual. Penduduk muslim yang menjalankan tuntunan agamanya tentunya akan mengharamkan miras, narkoba dan pornografi sebagai pemicu terjadinya tindak kekerasan seksual. Sayangnya tak semua muslim mampu memegang identitas agamanya ditengah sistem yang tidak kondusif saat ini.

Sistem pendidikan yang kurang menyentuh keimanan, gempuran budaya barat yang merusak moral, serta sistem hukum yang lemah. Maka kita butuh solusi sistemik untuk memperbaiki semuanya. Perubahan semua sistem yang ada saat ini menuju sistem yang rahmatan lil’alamin. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version