View Full Version
Kamis, 25 Aug 2016

Perombakan Kabinet, Bukan untuk Kesejahteraan Rakyat

Sahabat VOA-Islam...

Tanggal 27 Juli 2016 lalu, telah dilakukan perombakan kabinet oleh Presiden Joko Widodo. Sebanyak 12 posisi menteri dirombak. Sembilan menteri adalah wajah baru dan sisanya wajah lama yang bergeser posisi. Salah satunya dalam perombakan kabinet tersebut, untuk posisi Menteri Keuangan,  pemerintah menyiapkan Sri Mulyani agar bisa menarik investasi khususnya hot money (uang panas).

Namun pada dasarnya masuknya modal dalam bentuk uang panas dan hutang ini sangat berbahaya bagi Indonesia. Dimana hot money ini bisa menguap kapan saja, sebagaimana hutang dari China sebesar US$ 3 miliar, yang terbilang sangat besar itu, tidak dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang besar di dalam negeri untuk rakyat sendiri, karena hutang ini digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia tetapi hampir sebagian besar pekerjanya dari China yang bergaji besar. 

Perombakan kabinet ini jelas bukan untuk kesejahteraan rakyat melainkan untuk semakin memuluskan kepentingan tuan- tuannya para kapitalis China, Amerika dan Eropa, juga semakin mengokohkan neo-liberalisme dan neo imperialisme dimana keduanya merupakan ancaman besar bagi Indonesia dan rakyatnya

Perombakan kali ini sejatinya memberi dampak ekonomi yang semakin liberal. Terbukti ketika sosok Sri Mulyani yang dikenal neoliberal itu menjabat sebagai menteri keuangan pada masa pemerintahan SBY, mengeluarkan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, seperti pengurangan atau penghapusan subsidi, liberalisasi sektor keuangan, peningkatan pajak, memperbesar hutang melalui surat utang begara (SUN), kedepannya juga penghapusan subsidi akan berlanjut seperti rencana penghapusan solar, listrik dan gas LPG 3 kg.

Perombakan kabinet ini jelas bukan untuk kesejahteraan rakyat melainkan untuk semakin memuluskan kepentingan tuan- tuannya para kapitalis China, Amerika dan Eropa, dan juga semakin mengokohkan neo-liberalisme dan neo imperialisme dimana keduanya merupakan ancaman besar bagi Indonesia dan rakyatnya. Pangkal dari semua itu karena diterapkannya ideologi kapitalisme yang berasaskan sekularisme dengan politik demokrasinya yang sarat dengan transaksional  dan sistem ekonomi liberalnya.

Oleh karena itu tidak layak sekularisme terus dipertahankan. Semua harus ditinggalkan dan diganti dengan sistem islam melalui penerapan syariah secara menyeluruh (kaffah), yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan negri ini. Jika sekularisme-kapitalisme telah terbukti rusak dan merusak negeri ini, lalu dengan sistem apa lagi jika bukan dengan sistem Islam dan Syariahnya yang bisa mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh alam, sebagaimana firman Allah:"Hukum jahiliyahkah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin?" (TQS Al-Maidah :50). Wallahu'alam bisshowab. [syahid/voa-islam.com]


Kiriman Shinta Rini, Psikolog-Bandung


latestnews

View Full Version