View Full Version
Jum'at, 23 Sep 2016

Pemimpin Kafir Ikut Kurban, Ada Apa?

Oleh : Lusiyani Dewi, S. Kom (MHTI Bandung)

Akhir-akhir ini, arus seruan penolakan terhadap Ahok sang pemimpin kafir di tengah-tengah umat mendapatkan dukungan yang terus meluas. Sejumlah elemen masyarakat, khususnya di DKI Jakarta, terus menyuarakan penolakannya terhadap Ahok yang memang kafir. Berbagai kelompok massa seperti Forum RT/RW, warga yang tergusur di Luar Batang dan Rawajat, juga sudah menyatakan penolakannya terhadap Ahok.

Selain kafir, masyarakat juga menilai Ahok arogan, banyak merugikan rakyat kecil dan justru lebih membela kepentingan kaum kapitalis. Ahok tega melakukan penggusuran terhadap warga Luar Batang dan Rawajati. Sebaliknya, Ahok melakukan reklamasi pantai yang menguntungkan kalangan investor dan orang-orang kaya.

Di sisi lain, media massa terkemuka terus mencitrakan positif tentang Ahok untuk menutupi kondisi riil agar masyarakat tidak mempersoalkan latar belakang agama dan hukum Islam tentang haramnya kepemimpinan orang kafir. Bahkan Ahokpun melakukan upaya untuk ‘membeli hati’ warga dengan menyumbangkan 55 ekor sapi pada perayaan Hari Raya Idul Adha 1437 H tahun ini. Tak luput, Ahok memberikan bantuan hewan kurban ke Masjid Keramat Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara. Namun, sapi dari Ahok itu ditolak oleh pengurus masjid. Penolakan hewan kurban di Luar Batang dikarenakan Ahok telah melukai hati masyarakat setempat. Ditolaknya sapi Ahok ini karena warga Luar Batang menilai Ahok seperti orang Belanda yang menjajah, tanah kita dirampok, terus disuruh kerja, dan akhirnya kita dikasih kaos, pakaian.

Melihat sejumlah peristiwa tersebut, kita haruslah cermat dalam menilainya. Penolakan umat terhadap pemimpin kafir, karena memang secara fakta pemimpin kafir hanya membawa kerusakan. Dengan melihat apa yang telah Ahok lakukan selama ini mulai dari arogansinya melakukan penggusuran, menghancurkan masjid-masjid, mengeluarkan aturan mengganti busana muslim di sekolah DKI, membatasi syiar Islam seperti malam takbiran/tabligh akbar, mendukung legalisasi pelacuran, kebolehan minum bir asal jangan mabok, dsb.

Selain kafir, masyarakat juga menilai Ahok arogan, banyak merugikan rakyat kecil dan justru lebih membela kepentingan kaum kapitalis. Ahok tega melakukan penggusuran terhadap warga Luar Batang dan Rawajati. 

Selain itu penolakan umat Islam terhadap Ahok tentu didasarkan pada dalil akan keharaman memilih pemimpin kafir. Allah Swt. berfirman :

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah kamu ingin memberi alasan yang nyata bagi Allah (untuk menghukummu)?” (TQS. An-Nisa 144)

Yang dimaksud dengan istilah 'wali' dalam ayat ini ialah berteman dengan mereka, setia, ikhlas, dan merahasiakan kecintaan serta membuka rahasia orang-orang mukmin kepada mereka. (Tafsir Ibnu Katsir).

Sehingga, apa yang dilakukan Ahok dengan berkurban, hakikatnya adalah penghinaan, perendahan harga diri umat Islam dan bisa menjadi sarana penyesatan opini tentang haramnya pemimpin kafir.

Dalam alam demokrasi saat ini, sangat membolehkan siapa saja tampil mencalonkan diri menjadi pemimpin. Tidak memandang agama dan pandangan hidupnya. Demokrasi tak akan pernah memberikan kesempatan kepada umat untuk memiliki pemimpin yang bertakwa yang akan menerapkan syariah Islam secara kâffah (total). Karena demokrasi adalah anak dari rahim sistem sekuler, yang menjauhkan peran agama dalam kehidupan.

Karena itu yang kita butuhkan sesungguhnya bukan sekadar pemimpin Muslim, tetapi pemimpin Muslim yang memberlakukan hukum-hukum Allah SWT secara kâffah sehingga mendatangkan keberkahan dan kemakmuran. Kepemimpinan seperti itu hanya ada dalam sistem Khilafah Islamiyah yang menerapkan syariah Islam secara kaffâh, bukan dalam sistem demokrasi yang mengebiri para pemimpin sehingga mereka tidak akan pernah bisa memberlakukan syariah Islam. Wallahu a’lam bishawwab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version