View Full Version
Selasa, 21 Feb 2017

Blokir Sekarang atau Kebenaran Terungkap!

Oleh: Aim Muhaimin 

“Tidak akan kami biarkan umat Islam bernafas dengan baik!” ungkapan itulah yang menjadi kalimat selamat datang bagi kaum muslimin ketika memasuki pergantian tahun.

Pemblokiran yang dilakukan oleh Kemenkominfo terhadap beberapa media Islam online seolah serupa dengan kata yang bertuliskan, ‘kebenaran tak boleh terungkap’. Sebagaimana yang sudah diketahui massif, menjelang pergantian tahun ini, beberapa media Islam online diblokir secara sepihak oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Dengan alasan pemblokiran, bahwa media-media tersebut dinilai menyebarkan konten ilegal menurut UU ITE. Dalam kasus pemblokiran ini, kita sangat menyayangkan Kemenkominfo yang mengambil kebijakan tanpa didahului dengan adanya komunikasi ataupun peringatan terlebih dahulu. Jika memang di dalam situs yang diblokir itu terdapat konten yang dianggap meresahkan atau melanggar, mengapa tidak ada peneguran? Sehingga, dari pihak pengelola media bersangkutan bisa menghilangkan konten tersebut atau mengambil kebijakan lain.

Sangat terlihat dari tindakan pemblokiran tersebut adanya maksud tertentu. Maksud yang pihak pemblokir tidak bisa menjelaskannya, melebihi tidak bisanya mereka menjelaskan bukti konten yang dianggap ilegal menurut UU ITE itu. Apabila mau dilihat lebih jauh, dalam pemblokiran ini, terdapat usaha penahanan kabar berita agar tidak tersampaikan kepada publik. Mengingat, bahwa media yang betul-betul murni memberitakan tanpa adanya tendensi lain adalah media Islam.

Kita menjadi ingat dengan beberapa media yang kerap dalam memberitakan, mereka tidak berimbang. Terlebih lagi jika yang diberitakannya itu adalah berkaitan dengan urusan kaum muslimin. Dengan peristiwa yang sama, bisa saja sebuah media menampilkan berita dari sudut yang berbeda yang darinya akan muncul pandangan negatif dari publik. Inilah yang dilakukan oleh beberapa media dalam memberitakan yang ada kaitannya dengan urusan kaum muslimin.

Mereka menggiring pikiran publik menuju pikiran yang negatif terhadap Islam. Distigmasikan teroris, kotor, radikal, anti toleransi, atau stigma-stigma negatif lainnya sesuai dengan yang mereka kehendaki. Maka dengan memblokir media-media Islam yang ada, menjadi isyarat tentang suatu kebenaran yang tidak boleh pernah terungkap. Realita di lapangan sudah menunjukkan hal itu. Menjadi tontonan bersama ketika para wartawan media yang dikenal anti Islam diusir oleh masyarakat. Di-bully habis-habisan ketika di mana saja mereka didapati sedang siaran.

Sepertinya publik sudah mulai paham kalau media-media itu sejatinya memiliki berita benar, hanya saja enggan untuk disampaikan. Sekali lagi, terlebih jika berita tersebut berkaitan dengan urusan kaum muslimin. Sebagai contoh, sikap media-media Islam dan media anti Islam dalam memberitakan tragedi di Suriah. Meski faktanya sama, tapi ada saja cara mereka untuk mencitra-burukkan Islam. Media Islam dalam menyebutkan orang-orang yang menolak keototriteran rezim pemerintah disebut sebagai pejuang. Karena memang orang-orang itu sedang memperjuangkan hak-hak mereka.

Hak keagamaan, hak keyakinan, hak keamanan, maupun hak untuk hidup dan tempat tinggal mereka. Adapun media yang anti Islam, menyebut mereka sebagai pemberontak, teroris, dan lain sebagainya. Apakah media-media itu tidak tahu peristiwa yang terjadi sebenarnya? Tidak mengetahui hakikat apa yang sesungguhnya sedang terjadi di Suriah? Jika iya, lalu bagimana cara kerja mereka dalam mengikuti tragedi di sana? Bagaimana akan memberitakan kebenaran jika mereka saja tidak mengetahui kebenarannya.

Dari sini jelas sekali terlihat kalau mereka mengetahui kebenaran, hanya saja enggan untuk disampaikan. Begitu halnya ketika di 4 November kaum muslimin menyelenggarakan aksi damai. Media-media Islam menyikapinya dengan jujur apa adanya. Jika disebutkan bahwa peserta dalam aksi itu tidak kurang dari dua juta, media Islam datang dengan pemberitaan yang menyebutkan jumlah yang sama. Akan tetapi berbeda dengan media-media penyembunyi kebenaran – yang sebenarnya mereka benci Islam, tidak tahu punya maksud dan tujuan apa, mereka hanya menyebutkan angka dalam kisaran ribuan.

Belum lagi sorotan nakal mereka akan sampah –yang pasti ada dalam penyelenggaran acara sebesar itu, tanaman yang tidak sengaja trinjak –yang tentu dalam hal itu peserta sudah berusaha sebisa mungkin agar tidak terinjak, dan macam kerugian lainnya, yang kesemua itu tidak lain kecuali agar Islam terlihat tidak seperti perhiasan yang tersimpan indah dalam lemari kaca. Satu hal berikutnya yang menarik untuk ditilik dari pemblokiran tersebut, bahwa hakikatnya mereka tidaklah sedang memerangi radikalisme, melainkan mereka sedang memerangi Islam. Apa saja yang berbau Islam, entah itu pemberitaannya, artikel-artikelnya, atau konten-konten lainnya.

Hal ini bisa dilihat dari daftar media Islam yang diblokir. Di sana terdapat media yang kalau dilihat dari definisi mereka tidaklah termasuk dari penyebar paham radikal. Akan tetapi begitulah, apa saja, asal Islam. Bagaimana pun, kebenaran akan tetap memiliki tempat di kehidupan ini. Sesungguh apapun dalam menyembunyikannya. Apa lagi jika menyembunyikan hanya dengan cara yang sangat sederhana.

Mungkin iya, sekarang media-media Islam yang aktif menyuguhkan kebenaran itu diblokir. Tapi tidak menutup kemungkinan (dan menjadi harapan besar kita) kalau besok lusa media-media yang tidak berhitung jumlah lagi dalam menyakiti umat Islam dan kaum muslimin itu ditenggelamkan oleh Allah. Mungkin tidak dengan cara diblokir sebagimana yang dilakukan terhadap media-media Islam, tapi dengan meyakini satu hal, kalau Allah tidak hanya punya satu cara untuk membungi-hanguskan para penentang agama-Nya. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version