View Full Version
Kamis, 16 Mar 2017

Gaji Tidak Dibayarkan, Bagaimana Nasib Guru Honorer di Surabaya?

Oleh: Indha Tri Permatasari, S.Keb.,Bd.

Surabaya yang dikenal kota metropolis ke dua setelah Jakarta, terpilih menjadi percontohan kota pendidikan. Ini merupakan prestasi bagi kota Surabaya ketika dinobatkan sebagai kiblat pendidikan di Indonesia. Hal ini menjadi kebanggaan sekaligus menunjukkan bagaimana pendidikan di Surabaya menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia.

Namun ada satu pertanyaan mengenai nasib guru honorer setelah adanya pengambilalihan SMA/SMK ke Pemprov Jatim. bagaimanakah nasib mereka di saat mereka dituntut memberikan pendidikan yang terbaik di Surabaya?

Lebih dari 3.000 Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Kota Surabaya tetap tidak akan gajian hingga akhir tahun ini. Sejak pengambilalihan semua SMA/SMK ke Provinsi Jatim dan tak lagi dikelola Kota Surabaya, para honorer daerah itu tak lagi mendapatkan gaji. Kondisi itu sudah berlangsung hingga akhir tahun lalu dan sepertinya masih belum ada kejelasan hingga saat ini. Atas situasi ini, Pemkot Surabaya tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan DPRD Kota Surabaya juga tak mampu berbuat banyak atas tidak gajiannya para GTT itu. (http://surabaya.tribunnews.com/2016/10/24/3000-an-guru-tidak-tetap-di-surabaya-tak-gajian-hingga-akhir-tahunini-masalahnya)

Dana bantuan operasional pendidikan daerah (bopda) bisa cair apabila judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 15 ayat 1 dan 2 dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Masalahnya, tidak bisa ditentukan berapa lama MK memutuskan. Boleh jadi, anggaran bopda tidak terserap pada tahun anggaran ini. Risma mengatakan bahwa dirinya kini pasrah. Apabila memaksakan diri, malah ada konsekuensi hukum yang harus ditanggung. ”Kalau tidak ada perdanya, aku sing kecekel (yang tertangkap, Red),” ucap Risma. Secara terpisah, Ketua DPRD Surabaya Armuji menerangkan, dirinya masih menunggu jawaban dari Presiden Joko Widodo. Sebab, pada 28 Desember 2016 Armuji mendampingi Risma menemui staf khusus presiden yang datang ke Surabaya. ”Presiden harus bisa melihat kondisi Surabaya. Butuh keputusan cepat,” kata politikus PDIP tersebut. Setelah pertemuan itu, staf khusus melapor ke presiden. (http://www.jawapos.com/read/2017/01/05/100256/risma-tidak-tahu-cara-membantu-gratiskan-pendidikan-smasmk)

Sementara itu, Sukaryantho Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jatim di Surabaya, berjanji akan segera melakukan koordinasi terkait pegawai tidak tetap tersebut. Pihaknya juga meminta Kepala Dinas Pendidikan Provinsi untuk menghasilkan formulasi yang bisa segera ditawarkan kepada seluruh kepala sekolah. Selain itu, pihaknya juga akan segera mendata seluruh tenaga kontrak di seluruh sekolah yang ada di Surabaya, sehingga dapat segera dicarikan solusi yang tepat dan sesuai. (http://surabayanews.co.id/2017/01/23/72528/pasca-peralihan-smasmk-tenaga-honorer-tuntut-gaji-sesuai-umk.html)

Guru honorer tidak berhenti dan pasrah menerima nasibnya. Setelah menemui berbagai pihak di Dinas Pendidikan Kota Surabaya dan Provinsi Jatim, perwakilan tenaga kontrak SMA dan SMK negeri di Surabaya mulai menemui titik terang. Hal ini setelah mereka bertemu Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf, Senin (24/1/2017). Mereka mendapat dukungan Gus Ipul untuk bisa dikembalikan ke Pemkot Surabaya seperti dulu yang mengontraknya. (http://surabaya.tribunnews.com/2017/01/24/gus-ipul-berharap-tenaga-kontrak-bisa-kembali-ke-pemkot-surabaya-jika-tidak-solusinya-seperti-ini)

Rasa cemas pun muncul pada GTT surabaya. Tidak saja cemas untuk menghidupi keluarga, bagi GTT dan PTT laki-laki. Tapi menurut Koordinator PTT GTT Surabaya, Eko Mardiyanto, mereka cemas jika tak sanggup membayar cicilan motor. "Rata-rata GTT itu ambil cicilan motor juga. Kalau sampai tak gajian, cicilan motor bakal tak terbayar. Ini teman-teman mulai khawatir. Mudah-mudahan keadaan bisa kembali," kata Eko Mardiyanto, Koordinator PTT GTT Surabaya.

(http://m.tribunnews.com/regional/2017/02/13/belum-gajian-gtt-ptt-surabaya-cemas-takut-motornya-kreditan-ditarik-diler)

 

Siapa yang Bertanggungjawab?

Ditangan seorang guru terbentuklah generasi penerus bangsa yang cerdas, unggul dan mampu mengatasi tantangan zaman. Oleh sebab itu profesi sebagai Guru sudah seharusnya dijamin kesejahteraannya bahkan layak diberikan fasilitas agar dapat fokus mendidik dan mencetak generasi unggul.

Namun, bagaimana bisa guru menjalankan peran dan profesinya dengan optimal? melihat ketidakjelasan nasib mereka saat ini. Bak bola pimpong pemangku kebijakan saat, saling lempar tanggung jawab atas kepastian nasib guru honorer surabaya. 

Seolah penguasa tuli terhadap nasib guru honorer. Penguasa terlihat lebih sibuk menghitung untung rugi jika mengeluarkan APBD/APBN untuk mengaji para guru honorer daripada mewujudkan kesejahteraan mereka. Tidak tersedianya dana dari APBD/APBN yang cukup untuk menggaji guru honorer ini tidak terlepas dari sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi ngeri ini, dari mana anggaran untuk mengaji guru? Jika sumber pemasukan hanya bergantung dari pajak dan pengelolaan SDA malah diprivatisasi oleh asing. 

Padahal di dalam sistem pendidikan yang baik, salah satu hal yang harus dipenuhi adalah terwujudnya kesejahteraan pada guru oleh negara. Namun melihat fakta tersebut, tidaklah heran mengapa kesejahteraan rakyat terutama para guru tidak mampu terwujud, hal ini disebabkan karena sistem demokrasi yang diusung maka yang terjadinya liberalisme di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan, yang mengakibatkan tidak maksimalnya peran dan tanggung jawab negara dalam mengurusi sistem pendidikan karena hanya bertindak sebagai regulator saja. Ini selaras dengan realisasi reinventing goverment yang diadopsi pemerintah yang pada praktiknya akan muncul Undang-undang serupa dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 yang mengarah pada lepasnya tanggung jawab pemerintah sebagai pelayan rakyat secara langsung tapi menjadi wasit.

Dari sini ideologi Kapitalisme lah yang banyak menghasilkan kesengsaraan dan kesempitan hidup bagi umat manusia, karena ideologi ini berpaling bahkan bertentangan dengan syariah-Nya. Allah SWT berfirman:

“Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, baginya kehidupan yang sempit dan pada Hari Kiamat kelak Kami akan membangkitkannya dalam keadaan buta. (QS Thaha [20]: 124).

Wahai kaum muslim, pilihan pada ada pada diri kita. Mau tetap berkubang dalam kehidupan saat ini yang dikuasai oleh ideologi Kapitalisme, yang telah terbukti melahirkan kesengsaraan dan kesempitan hidup. Yang mau berfikir pasti akan memilih islam sebagai solusi masalah hidupnya. Allah SWT berfirman: 

“ Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS al-Anbiya’ [21]: 107).”

Maknanya, Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw.—dengan membawa syariah-Nya—adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan keberkahan bagi alam ini. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. [syahid/voa-islam.com]

GAJI TIDAK DIBAYARKAN, BAGAIMANA NASIB GURU HONORER DI SURABAYA?

 

Oleh: Indha Tri Permatasari, S.Keb.,Bd.

 

Surabaya yang dikenal kota metropolis ke dua setelah Jakarta, terpilih menjadi percontohan kota pendidikan. Ini merupakan prestasi bagi kota Surabaya ketika dinobatkan sebagai kiblat pendidikan di Indonesia. Hal ini menjadi kebanggaan sekaligus menunjukkan bagaimana pendidikan di Surabaya menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia.

Namun ada satu pertanyaan mengenai nasib guru honorer setelah adanya pengambilalihan SMA/SMK ke Pemprov Jatim. bagaimanakah nasib mereka di saat mereka dituntut memberikan pendidikan yang terbaik di Surabaya?

Lebih dari 3.000 Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Kota Surabaya tetap tidak akan gajian hingga akhir tahun ini. Sejak pengambilalihan semua SMA/SMK ke Provinsi Jatim dan tak lagi dikelola Kota Surabaya, para honorer daerah itu tak lagi mendapatkan gaji. Kondisi itu sudah berlangsung hingga akhir tahun lalu dan sepertinya masih belum ada kejelasan hingga saat ini. Atas situasi ini, Pemkot Surabaya tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan DPRD Kota Surabaya juga tak mampu berbuat banyak atas tidak gajiannya para GTT itu. (http://surabaya.tribunnews.com/2016/10/24/3000-an-guru-tidak-tetap-di-surabaya-tak-gajian-hingga-akhir-tahunini-masalahnya)

Dana bantuan operasional pendidikan daerah (bopda) bisa cair apabila judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 15 ayat 1 dan 2 dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Masalahnya, tidak bisa ditentukan berapa lama MK memutuskan. Boleh jadi, anggaran bopda tidak terserap pada tahun anggaran ini. Risma mengatakan bahwa dirinya kini pasrah. Apabila memaksakan diri, malah ada konsekuensi hukum yang harus ditanggung. ”Kalau tidak ada perdanya, aku sing kecekel (yang tertangkap, Red),” ucap Risma. Secara terpisah, Ketua DPRD Surabaya Armuji menerangkan, dirinya masih menunggu jawaban dari Presiden Joko Widodo. Sebab, pada 28 Desember 2016 Armuji mendampingi Risma menemui staf khusus presiden yang datang ke Surabaya. ”Presiden harus bisa melihat kondisi Surabaya. Butuh keputusan cepat,” kata politikus PDIP tersebut. Setelah pertemuan itu, staf khusus melapor ke presiden. (http://www.jawapos.com/read/2017/01/05/100256/risma-tidak-tahu-cara-membantu-gratiskan-pendidikan-smasmk)

Sementara itu, Sukaryantho Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jatim di Surabaya, berjanji akan segera melakukan koordinasi terkait pegawai tidak tetap tersebut. Pihaknya juga meminta Kepala Dinas Pendidikan Provinsi untuk menghasilkan formulasi yang bisa segera ditawarkan kepada seluruh kepala sekolah. Selain itu, pihaknya juga akan segera mendata seluruh tenaga kontrak di seluruh sekolah yang ada di Surabaya, sehingga dapat segera dicarikan solusi yang tepat dan sesuai. (http://surabayanews.co.id/2017/01/23/72528/pasca-peralihan-smasmk-tenaga-honorer-tuntut-gaji-sesuai-umk.html)

Guru honorer tidak berhenti dan pasrah menerima nasibnya. Setelah menemui berbagai pihak di Dinas Pendidikan Kota Surabaya dan Provinsi Jatim, perwakilan tenaga kontrak SMA dan SMK negeri di Surabaya mulai menemui titik terang. Hal ini setelah mereka bertemu Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf, Senin (24/1/2017). Mereka mendapat dukungan Gus Ipul untuk bisa dikembalikan ke Pemkot Surabaya seperti dulu yang mengontraknya. (http://surabaya.tribunnews.com/2017/01/24/gus-ipul-berharap-tenaga-kontrak-bisa-kembali-ke-pemkot-surabaya-jika-tidak-solusinya-seperti-ini)

 

Rasa cemas pun muncul pada GTT surabaya. Tidak saja cemas untuk menghidupi keluarga, bagi GTT dan PTT laki-laki. Tapi menurut Koordinator PTT GTT Surabaya, Eko Mardiyanto, mereka cemas jika tak sanggup membayar cicilan motor. "Rata-rata GTT itu ambil cicilan motor juga. Kalau sampai tak gajian, cicilan motor bakal tak terbayar. Ini teman-teman mulai khawatir. Mudah-mudahan keadaan bisa kembali," kata Eko Mardiyanto, Koordinator PTT GTT Surabaya.

(http://m.tribunnews.com/regional/2017/02/13/belum-gajian-gtt-ptt-surabaya-cemas-takut-motornya-kreditan-ditarik-diler)

 

Siapa yang Bertanggungjawab?

 

Ditangan seorang guru terbentuklah generasi penerus bangsa yang cerdas, unggul dan mampu mengatasi tantangan zaman. Oleh sebab itu profesi sebagai Guru sudah seharusnya dijamin kesejahteraannya bahkan layak diberikan fasilitas agar dapat fokus mendidik dan mencetak generasi unggul.

 

Namun, bagaimana bisa guru menjalankan peran dan profesinya dengan optimal? melihat ketidakjelasan nasib mereka saat ini. Bak bola pimpong pemangku kebijakan saat, saling lempar tanggung jawab atas kepastian nasib guru honorer surabaya. 

Seolah penguasa tuli terhadap nasib guru honorer. Penguasa terlihat lebih sibuk menghitung untung rugi jika mengeluarkan APBD/APBN untuk mengaji para guru honorer daripada mewujudkan kesejahteraan mereka. Tidak tersedianya dana dari APBD/APBN yang cukup untuk menggaji guru honorer ini tidak terlepas dari sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi ngeri ini, dari mana anggaran untuk mengaji guru? Jika sumber pemasukan hanya bergantung dari pajak dan pengelolaan SDA malah diprivatisasi oleh asing. 

Padahal di dalam sistem pendidikan yang baik, salah satu hal yang harus dipenuhi adalah terwujudnya kesejahteraan pada guru oleh negara. Namun melihat fakta tersebut, tidaklah heran mengapa kesejahteraan rakyat terutama para guru tidak mampu terwujud, hal ini disebabkan karena sistem demokrasi yang diusung maka yang terjadinya liberalisme di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan, yang mengakibatkan tidak maksimalnya peran dan tanggung jawab negara dalam mengurusi sistem pendidikan karena hanya bertindak sebagai regulator saja. Ini selaras dengan realisasi reinventing goverment yang diadopsi pemerintah yang pada praktiknya akan muncul Undang-undang serupa dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 yang mengarah pada lepasnya tanggung jawab pemerintah sebagai pelayan rakyat secara langsung tapi menjadi wasit.

Dari sini ideologi Kapitalisme lah yang banyak menghasilkan kesengsaraan dan kesempitan hidup bagi umat manusia, karena ideologi ini berpaling bahkan bertentangan dengan syariah-Nya. Allah SWT berfirman:

“Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, baginya kehidupan yang sempit dan pada Hari Kiamat kelak Kami akan membangkitkannya dalam keadaan buta. (QS Thaha [20]: 124).

Wahai kaum muslim, pilihan pada ada pada diri kita. Mau tetap berkubang dalam kehidupan saat ini yang dikuasai oleh ideologi Kapitalisme, yang telah terbukti melahirkan kesengsaraan dan kesempitan hidup. Yang mau berfikir pasti akan memilih islam sebagai solusi masalah hidupnya. Allah SWT berfirman: 

“ Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS al-Anbiya’ [21]: 107).”

Maknanya, Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw.—dengan membawa syariah-Nya—adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan keberkahan bagi alam ini. 

. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb


latestnews

View Full Version