View Full Version
Senin, 20 Mar 2017

Islam dalam Kajian Bahasa dan Kaitannya dengan Politik

Oleh: Rezza R. Pahlevi

(Mahasiswa Bhs. Jepang Universitas Negeri Surabaya)

Sejak pra pilkada Jakarta dan setelah pilkada Jakarta banyak sekali berita-berita ataupun isu-isu yang selalu menghubungkan agama dengan politik. Parahnya agama dijadikan kambing hitam dalam dunia perpolitikan. Kalau boleh disebut Islam lah yang disudutkan disini. Disadari atau pun tidak, Islam adalah agama yang mengatur keseluruhan lini kehidupan di dalam manusia, termasuk politik di dalamnya.

Tentu saja hal ini tidak boleh dicerca atau dihalang-halangi oleh siapapun. Karena ini adalah “titah” Allah, Tuhan Semesta Alam. Selain itu, Islam juga merupakan agama yang diakui di Indonesia. Jadi jika karena menjalankan ajaran agama Islam, seseorang atau sekelompok orang disalahkan, hal seperti ini tentu harus dipertanyakan

Selain itu dalam Islam juga diajarkan cara berbahasa yang baik. Cara menggunakan pola-pola kalimat yang ditujukan untuk berbagai kalangan maupun dalam dunia politik. Hal ini bukanlah sesuatu yang mengherankan, karena generasi barat yang pola pikir ataupun tingkah lakunya menjadi rujukan oleh kebanyakan masyarakat dunia saat ini, sebenarnya mewarisi ilmu dari kejayaan generasi Islam. Dengan diajarkannya penggunaan bahasa yang baik dalam Islam hal ini sangat kompatibel dengan politik. Karena bahasa mempunyai pengaruh dalam bidang politik. Bahasa mempunyai pengaruh dalam menjalankan suatu kekuasaan.

Menurut Jason Jones dan Shan Wareing dalam buku “Language, Society, and Power” (1999), bahasa dapat menjadi pengendali pikiran. Artinya bahasa bisa digunakan untuk memengaruhi/mengubah cara berpikir seseorang. Bahkan dengan dukungan media massa, menurut Joanna Thornborrow menyatakan bahwa wacana yang ada di dalam masyarakat bisa dipertahankan atau dirubah dengan berita-berita dari media massa. Yang artinya bahasa dengan bantuan media, mempunyai peranan untuk mengubah kekuasaan atau mempertahankannya.

Di lain sisi, penggunaan bahasa dan pemilihan diksi seseorang pasti ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut dididik. Sangat tidak mungkin memikirkan bagaiman seseorang yang dididik dengan agama yang baik dan juga pendidikan umum yang baik mengeluarkan diksi-diksi yang kotor ataupun kasar. Jika ada orang yang seperti ini pastilah ada yang salah dalam dirinya, dan tentu saja tidak pantas dalam dunia politik, karena dalam Islam, politik berarti mengurusi urusan masyarakat/umat. Tidak mungkin seseorang yang suka menghardik atau menyakiti perasaan orang lain dapat mengurusi masyarakat. Sebagaimana tidak mungkin seseorang babysister yang galak akan disayang oleh anak yang diasuhnya.

Maka sebenarnya apakah seseorang atau kelompok itu akan membawa perubahan yang baik dalam dunia politik, dapat dilihat dari bahasa-bahasa yang digunakannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa cara berpikir seseorang yang baik karena dilandasi agama yang baik tidak akan menghasilkan penggunaan-penggunaan bahasa yang buruk. Dengan penggunaan bahasa yang baik sesuai fakta yang ada itupun akan mencerminkan bahwa pembuat berita mempunyai landasan agama yang baik. Kekuasaan yang ditopang dengan penggunaan bahasa yang baik (tak ada tipuan dalam penyampaian berita untuk rakyat) pun juga dapat dikatakan karena dilandasi agama yang baik.

Jadi dapat dikatakan bahwa agama Islam sangat kompatibel dengan dunia politik yang membawa kesejahteraan. Bukan dunia politik tempat orang saling menyalahkan. Agama Islam mendidik seseorang agar bertutur kata yang lembut dan benar. Bukan melahirkan seseorang bertutur kata yang kasar, apalagi terkesan menghasut dan membawa makar.

Politik Islam sangat mengurusi urusan umat. Menjadikan penguasa sebagai pelayan bagi rakyat. Bukan penggusur dan bukan pula berkata kasar dan arogan. Maka siapa pun yang berbuat dzalim, maka ia akan mendapatkan laknat dari Allah, malaikat, dan manusia. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version