View Full Version
Senin, 27 Mar 2017

Negeri Luth Gaya Baru

Sahabat VOA-Islam...

Masih kecil tapi sudah berani melakukan adegan dewasa? Apalagi itu dilakukan antara sesama jenis. Na’udzubillah. Begitu kiranya fenomena yang terjadi di Negeri yang kita cintai ini. Saat ini marak beredar pedofilia yang sering menghantui para orangtua yang mempunyai bayi , balita maupun anak-anak. Sebenarnya kasus pedofilia ini adalah kasus yang sudah usang namun akhir-akhir ini populer kembali.

Masih ingatkah dengan kasus pelecehan seksual terhadap siswa Jakarta Internasional School atau JIS oleh Office Boy sekolah? Ternyata survey membuktikan tercatat hingga tahun 2015 telah terjadi setidaknya 1.700 kasus pelecehan seksual terhadap anak. Bahkan kasus sodomi terhadap belasan anak terjadi di beberapa daerah, seperti Karanganyar, Medan dan Garut. Kasus terakhir adalah terungkapnya grup Pedofilia di facebook Ofificial Loli Candy’s 18+ pada Kamis 9 Maret 2017 oleh kepolisian (Al Islam Media Hizbut Tahrir Indonesia edisi No.849).

Kasus-kasus pelecehan dan kejahatan seksual terhadap anak itu sangat mungkin merupakan fenomena gunung es. Dan mungkin jumlahnya bahkan jauh lebih banyak daripada yang terungkap. Mengerikan! Apalagi ini sudah melibatkan situs jaringan internasional yaitu Facebook yang semakin menguatkan Pedofilia di Indonesia. Dan sepertinya kasus pedofilia ini sengaja dibuat oleh para penjajah kafir untuk memerosotkan moral anak bangsa dan mencegah kebangkitan umat Islam.

Masa anak-anak adalah masa keemasan, dimana anak sedang aktif, suka meniru hal-hal baru dan merekamnya di memori ingatannya. Dari masa inilah, kepribadian anak di saat ia dewasa akan terbentuk. Namun sayang, di abad 21 ini , masa anak-anak justru di renggut oleh ancaman para pedofilia yang mengintai dimana-mana. Ancaman spikologis pada masa anak-anak justru akan menjadi bumerang baginya saat dewasa. Akibatnya, ketika dewasa, ia akan menjadi orang yang takut, tidak percaya diri, mudah stress dan depresi. Timbul pertanyaan dalam benak, “apa salah bunda menggandung?” “Mengapa ini bisa terjadi?”.

 

Bahaya Perilaku Kaum Sodom

Betapa sakitnya bunda mengandung selama 9 bulan 10 hari hingga melahirkan lalu tiba-tiba mengetahui anaknya menjadi korban pedofilia dan disaat dewasanya menjadi predator anak-anak. Jika kita telusuri lebih dalam maka kita akan dapati siklus pedofilia yang bernama abused-abuser cycle. Artinya korban pelecehan seksual akan menjadi pemangsa untuk anak-anak dimasa yang akan datang. Sebut saja tersangka DF (nama samaran), ia mengalami pelecehan seksual sesama jenis dimasa kecilnya saat kelas V SD. Jadi sebelumnya ia menjadi korban dan selanjutnya ia menjadi predator. Yang lebih mengerikan lagi, kasus yang terungkap belakangan ini menunjukkan, pelaku diantaranya masih anak-anak di usia 12 tahun.

Bayangkan saja, betapa ngerinya jika pelakunya saja masih dibawah umur, maka sangat mungkin banyak terjadi korban yang tak terhingga jumlahnya dan terus berputar seperti roda yang tak kunjung ada ujungnya. Lingkaran setan pun dimulai dari sini, seakan memang tak bisa keluar dari permasalahan ini, dan belum lagi menghadapi permasalahan-permasalahan yang lain. Inilah yang disebut Negeri Luth gaya baru. Bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, tapi anak-anakpun bisa menjadi korban dan pemangsanya. Miris sekali.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah faktor apa yang menyebabkan pedofilia marak dan mengancam masa anak-anak buah hati kita saat ini? Ada yang menyebutkan bahwa faktor penyebab pelecehan atau kejahatan seksual pada anak diantaranya karena minimnya pendidikan agama Islam dalam sekolah serta longgarnya pengawasan di tingkat keluarga dan masyarakat. Lihat saja di sekolah-sekolah saat ini, dari SD hingga dibangku perkuliahan,pelajaran agama hanya dua jam dalam seminggu. Itupun yang dibahas isinya sama, bab sholat,mengenal nabi-nabi,dan paling mentok membahas tentang bab menikah atau dalam bahasa arab munakahat. Manusia di era dewasa ini dilalaikan dengan penanaman aqidah Islam sejak dini, sehingga membuat mereka lalai terhadap tujuan hidup yang sejatinya.

Faktor kedua adalah kebebasan perilaku dan abainya masyarakat terhadap potensi pelecehan seksual menjadi penyebab maraknya pedofilia. Faktor ketiga adalah kegagapan budaya diakibatkan oleh banyaknya konten-konten yang tak bertanggungjawab beredar bebas di situs online dan diberbagai lini, namun tak di imbangi oleh penyaringan pemahaman. Faktor keempat, kurangnya perhatian orangtua karena orangtua sudah sibuk bekerja.

Sibuknya para orangtua di zaman yang serba gajged ini,karena ekonomi yang semakin mencekik membuat para orangtua terutama ibu-ibu patut khawatir,sebab anak akan mencari hiburan sendiri dengan gadjednya dan juga  diluar rumahnya. Akibatnya, banyak hal-hal baru yang seharusnya bukan untuk anak-anak tapi mereka konsumsi juga. Apalagi ketika anak tidak diberi uang jajan karena susahnya perekonomian orangtuanya, membuat mereka mudah diiming-imingi uang oleh pelaku pedofilia dengan syarat tertentu. Faktor lainnya adalah pengaruh budaya asing yang masuk  dan depresi yang akan merusak pola pikir para pelaku pedofilia. Selain itu,sanksi suntik kebiri dan pemasangan chip pada pelaku tidak membuat efek jera bagi pelaku dan hal itu sangat bertentangan dengan Islam.

Sudah kami katakan diatas bahwa kasus pedofilia ini akan terus memakan korban dan korban akan menjadi predator, dan ini tidak akan pernah bisa terselesaikan secara parsial karena akan terus berputar seperti di lingkaran setan. Dan tidak mungkin bisa diselesaikan kecuali dengan penerapan syariat islam secara total di dalam sistem kenegaraan. Mengapa harus syariat islam? Karena syariat islam terbukti berhasil mendidik setiap insan manusia menjadi insan yang mulia, yang mempunyai kepribadian islam yang mampu membawa negara menjadi mercusuar dunia pada saat itu.

Sistem pendidikan yang diterapkan adalah pendidikan berbasis akidah islam dan membangun ketakwaan pada diri masyarakat. Bukan seperti saat ini,pendidikan yang diterapkan berbasis sekulerisme yang memisahkan antara agama dan kehidupan,akibatnya timbul lah genrasi-generasi yang cerdas namun tidak bertakwa kepada Allah. Biaya pendidikan pun semakin mencekik sehingga menjadikan para orangtua montang-manting mencari uang dan anak-anakpun stress karena tuntutan orangtua yang meminta harus lulus tepat waktu.

Bandingkan dengan sistem Islam dalam naungan Khilafah dahulu, negara wajib menerapkan sistem islam yang bisa menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu, diantaranya melalui penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara penuh. Masyarakat pun memperoleh hak yang sama atas fasilitas umum, seperti biaya pendidikan yang murah,biaya kesehatan yang murah,infrastruktur yang memadai dan sebagainya. Berbagai konten pornografi di media sosial maupun offline pun di larang keras beredar oleh negara. Kejahatan seksual akan dimimalisir oleh negara dengan penerapan sistem-sistem yang saling berkaitan tadi. Jika masih saja ada yang melanggar, maka sistem Uqubat Islam akan menjadi benteng pertahanan terakhir  untuk mencegah masyarakat melakukan kejahatan tersebut.

Sanksi tersebut akan memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah orang lain melakukan kejahatan. Pelaku pedofilia dengan sodomi akan dikenai hukuman mati seperti layaknya hukuman mati bagi homoseksual. Bagaimana dengan korban? Dalam sistem Islam, korban akan dipandang tetap terhormat dan mulia. Dan negara harus melakukan pengobatan,rehabilitasi serta perbaikan fisik dan mentalnya. Dan sistem Islam membuktikan bahwa kasus kriminalitas hanya terjadi tidak lebih dari 300 kasus selama 14 abad lamanya.

Dari paparan diatas tadi, kita akan bisa menggaris bawahi bahwa kriminalitas tidak hanya terjadi karena ada niat dari pelakunya tetapi ada kesempatan dan kesempitan.  Kami berharap dengan penerapan syariat islam secara sempurna oleh negara akan menghapuskan kasus kriminalitas terutama pedofilia secara tuntas di muka bumi ini. Dan negeri Luth yang diazab oleh Allah dengan bencana yang sangat besar tidak akan muncul untuk yang kesekian kalinya. aamiin. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Rizky Kurniantari


latestnews

View Full Version