View Full Version
Selasa, 08 Aug 2017

Victor Laiskodat dan Ahistoris Khilafah

Sahabat VOA-Islam...

Victor Laiskodat politisi dari partai Nasdem tiba tiba menjadi perbincangan hangat karena pidatonya yang tidak hanya dinilai penuh dengan fitnah namun juga bernilai ahistoris.

Pidatonya yang mengatakan  "Mengerti negara khilafah? Semua wajib salat, semua wajib, semua tidak lagi ke gereja. Mengerti? Negara khilafah tidak boleh ada perbedaan semua harus salat," adalah kesimpulan yang tidak pantas diucapkan seorang politisi, apalagi yang disampaikan itu tidak ada faktanya.

Dengan pernyataan itu, juga menunjukkan bahwa Victor tidak tahu bahkan buta terhadap bagaimana sejarah dunia mencatat kegemilangan peradaban khilafah dengan tinta emas.

Dari sisi keberadaan Khilafah sendiri sudah ada dalil yang berbunyi "Barangsiapa yang membunuh kafir dzimmi (orang kafir yang dalam perlindungan Islam/khilafah) maja dia tidak akan mencium bau surga, padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun" (H.R anNasai).

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia, warga negata Khilafah bisa muslim dan non muslim dan semuanya mendapatkan perlakuan yang sama dimata hukum. Nabi Muhammad pun pernah mengatakan (yang maksudnya) "Siapa yang menzalimi non-Muslim yang telah melakukan perjanjian atau meremehkannya, membebaninya di luar batas kemampuan, mengambil sesuatu tanpa kerelaannya, maka aku menjadi musuhnya pada Hari Kiamat. (HR Abu Dawud dan al-Baihaqi).

Oleh karena itu, non muslim (kafir dzimmah) akan dilindungi jiwa, harta dan kehormatan mereka sebagaimana muslim juga, bahkan Khilafah akan memenuhi kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal serta menjamin kesehatan, pendidikan dan keamanan tanpa memandang agama, suku dan ras mereka.

Berkaitan dengan akidah, warga non-Muslim dibiarkan untuk memiliki keyakinan mereka masing-masing. Tidak boleh ada paksaan dalam keyakinan dan peribadatan; mereka boleh menganut Islam dengan sukarela dan atas pilihannya. (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 256). Maka hal ini sudah cukup untuk membantah pernyataan Victor bahwa Khilafah tidak boleh ada perbedaan keyakinan sehingga memaksa semua orang untuk shalat atau memeluk Islam.

Dalam masalah hukum kadangkala mensyaratkan keimanan seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Maka kewajiban ini hanya berlaku bagi muslim karena setiap muslim meyakini bahwa semua itu adalah wajib, sedangkan non muslim tidak boleh dipaksa.

Sedangkan perkara hukum yang tidak mensyaratkan keimanan maka ini ada dua perkara, yang pertama hukum yang ditetapkan Rasulullah berlaku bagi non muslim, misalkan terkait makanan dan minuman yang mereka anggap dalam agamanya boleh, walaupun muslim menganggap itu haram, maka Khilafah dalam hal itu dibolehkan sepanjang makanan dan minuman itu tidak dijual atau dijajakan kepada warga muslim.

Adapun terkait perkara hukum yang tidak mensyaratkan keimanan dan keislaman, dan tidak ada ketentuan lain maka ini berlaku bagi seluruh warga baik muslim maupun non muslim, perkara ini meliputi aspek hukum, peradilan, ekonomi, muamalah, `uqubat (sanksi hukum), sistem pemerintahan, jaminan keperluan rakyat, dan sejenisnya. Semua warga Khilafah boleh bekerja dan mengembangkan harta kekayaannya asalkan tidak melanggar aturan Islam misalkan tidak menggunakan riba, barang yang diperjual belikan halal (judi, pelacuran atau hiburan yang bercampur dengan zina) , tidak ada unsur penipuan dsb.

Sejak kemunculannya yakni sejak dipimpin oleh Rasulullah, beliau sudah memperlakukan dengan baik kaum Yahudi dan Nasrani. Demikian pula perlakuan Khalifah Umar ketika memasuki Baitul Maqdis dengan membuat perjanjian Umariah yang isinya adalah perlindungan keamanan bagi Yahudi yang telah ditaklukkan.

Negara Khilafah telah menorehkan keberhasilan dalam berbagai aspek, baik itu politik, militer, ekonomi, tekhnologi dengan sangat cemerlang, serta membuktikan bahwa Islam atau Khilafah dengan penerapan syariat Islam mampu menjadikan warga negaranya bisa hidup berdampingan walaupun berbeda keyakinan.

Keadaan seperti itu telah dibuktikan oleh sejarah Islam sepanjang 800 tahun ketika Sepanyol hidup dalam naungan Islam. Tiga agama besar—Islam, Kristen dan Yahudi—bisa hidup berdampingan. Masing-masing pemeluknya bebas menjalankan syariat agamanya dan dijamin oleh negara. Inilah yang diabadikan oleh Mc I Dimon, sejarawan Barat, dalam Spain in the Three Religion.

Maka jika ada yang mengatakan bahwa Islam intoleran, tidak suka dengan agama suku dan bangsa lain, maka cukup bahwa itu semua ahistoris. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Maftucha Ismail, Ibu Rumah Tangga 


latestnews

View Full Version