View Full Version
Selasa, 19 Sep 2017

Antara Pajak dan Tere Lye

Oleh: Yati Sulastri

Saat ini media dikagetkan dengan pernyataan tere lye yang memutuskan kontrak penerbitan tulisannya dengan dua penerbit besar. Tere lye mengaku bahwa pajak bagi seorang penulis ternyata paling tinggi dibandingkan dengan profesi lain bahkan dengan dokter atau profesor sekalipun. sistem yang dipakai adalah sistem royalti.

Sikap Tere Lye ini merupakan bentuk protes kepada pemerintah, sampai-samai Sri Mulyani pun memanggil direktorat pajak untuk membahas hal ini. Adapun sikap Tere Lye ini juga membawa dampak yang kurang baik bagi pengembangan minat baca karena akan membuat generasi Indonesia kehilangan salah satu sosok penulis yang inspiratif sehingga berdampak kepada penurunan kualitas membaca.

Fenomena pajak ini tidak hanya melanda seorang penulis, tetapi sudah menjadi hal yang lumrah di Indonesia. Bahkan Indonesia sudah menjadikan pajak sebagai pemasukan utama bagi APBN. Semua sektor dikenai pajak. Mulai kendaraan bermotor bahkan sampai profesi mahasiswa pun tidak luput dari penarikan pajak. Saking pajak ini menjadi primadona, tidak sedikit pejabat dirjen pajak tergiur oleh uang gepokan dari pengusaha sehingga terjerat pasal korupsi.

Tentu saja menjadi keprihatinan kita semua kalau rakyat saat ini semakin sulit perekonomiannya. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga juga. Sudahlah mencari uang sulit, ditambah harus membayar pajak ini dan itu. Bukannya rakyat tambah sejahtera, justru malah tambah terpuruk dengan banyaknya pajak yang diambil tanpa belas kasihan.

Pemerintah berdalih bahwa pajak diambil justrberdalihmeningkatkan kesejahteraan rakyat, membiayai pembangunan dan lain sebagainya. Namun persoalannya tidak sesederhana itu, karena yang dikenai pajak seluruh masyarakat tanpa pandang bulu. Padahal sebagai warga negara yang kritis, kita juga mempertanyakan sumber daya alam Indonesia yang melimpah tapi malah di prpribatisa ke asing dan aseng. Mereka hanya bayar pajak yang tidak senilai dengan besarnya pendapatan mereka. Maka wajar saat ini pemerintah senantiasa kekurangan dana bahkan sampai berhutang dengan angka yang fantatis!

Kalo bercermin kepada kekhilafahan Islam, justru pemasukan negara sangat banyak, diantaranya adalah dari hasil SDA yang dikelola oleh negara dan kemudian diperuntukkan untuk kepentingan rakyat. SDA yang terkategori kepada air, padang, api, sama sekali tidak boleh dijual dan diprovatisasi. Sehingga semua dikelola negara dengan peruntukan baitul mal. kalaupun ada, pajak diambil pada saat negara krisis dan itu pun diambil hanya dari orang orang yang mampu saja. sehingga rakyat tidak dibebani dengsn tagihan pajak yang banyak.

Kami berharap pemerintah tidak mrmbebani rakyat dengan berbagai pajak. bahkan sekelas Tere Lye pun mengeluh dengan tingginya pajak. Pemerintah bisa mencari solusi yang lebih bijak untuk mengisi kas negara sehingga tidak menjadikan pajak sebagai penghasikan utama. Solusi terbaik kembali kepada Islam yang paripurna yang mampu menjawab semua persoalan termasuk ekonomi. Wallahu a'lam bi asshowab. [syahid/voa-islam.com]

 


latestnews

View Full Version