View Full Version
Senin, 25 Sep 2017

Debora dan Intropeksi Pemerintah

Oleh: Delina Ismawati

Balita Debora harus meregang nyawa setelah diduga pihak Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat tak menerima jaminan kesehatan BPJS. Balita Debora dilarikan ke rumah sakit karena mengalami sesak nafas. Setelah pemeriksaan tim dokter Debora disarankan untuk dirawat di ruang PICU.

Namun, karena keterbatasan kondisi ekonomi kedua orang tuanya, dokter menyarankan Debora dirujuk ke rumah sakit lain yang menerima pasien anggota BPJS Kesehatan. Belum sempat dibawa ke rumah sakit yang dirujuk, Debora telah meninggal dunia.

Kondisi yang menimpa Debora menambah deretan panjang kisah pilu masyarakat negeri ini. Orang tak berduit dilarang sakit. Seolah nyawa manusia tak lebih penting dibanding sederet angka rupiah. Penolakan pasien yang menggunakan kartu BPJS oleh rumah sakit menegaskan pemerintah tidak bertanggung jawab terhadap pemenuhan layanan kesehatan seluruh rakyat. Pasalnya tidak semua rumah sakit menerima pasien anggota BPJS. Tak hanya itu, tak sedikit pasien yang berobat dengan menggunakan kartu BPJS memperoleh perlakuan yang tidak menyenangkan. Mereka dinomor akhirkan. Lebih banyak menunggu dan terlunta-lunta dari pada segera mendapat penanganan. Ditambah lagi, tidak lancarnya pencairan dana BPJS kepada rumah sakit mitra.

Komersialisasi dibidang kesehatan membuat rumah sakit yang seharusnya dikelola dengan basis kemanusiaan justru mengutamakan kepentingan bernilai materi. Lagi-lagi rakyat menjadi korban dalam sistem Kapitalistik. Layanan BPJS Kesehatan menjadikan pemerintah lepas tangan akan tanggung jawabnya dalam kepengurusan kesehatan rakyat. Kesehatan rakyat yang merupakan tanggung jawab negara kini diemban oleh swasta. Beginilah ciri sistem Kapitalistik. Negara hanya berperan sebagai regulator.

Kondisi ini jauh berbeda dalam sistem Islam. Pengelolaan kesehatan rakyat menjadi tanggung jawab penuh negara. Mendapatkan layanan kesehatan merupakan hak rakyat. Oleh karena itu, dalam sistem Islam layanan kesehatan diberikan negara secara gratis kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali.

Salah satu bukti perhatian besar negara Islam terhadap masalah kesehatan yaitu perlakuan Rasulullah saw terhadap 8 orang dari Urainah yang hendak bergabung menjadi warga negara Khilafah di kota Madinah. Saat itu, kedelapan 8 orang tersebut dalam keadaan sakit. Rasulullah lantas meminta mereka untuk dirawat didekat kawasan penggembalaan ternak milik Baitul Mal (khas negara) di Dzi Jidr arah Quba' sampai sehat dan pulih kembali. Ketika dihadiahi seorang dokter oleh Muqauqis, Raja Mesir, beliau meminta dokter tersebut segera memberikan pengobatan kepada seluruh warga Madinah secara gratis.

Layanan kesehatan gratis dapat diperoleh seluruh rakyat dalam sistem Islam sebab pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh pemerintah termasuk gaji dokter dan perawat. Pemerintah dalam hal ini mengambil dana dari khas negara yang berasal dari harta kharaj, jizyah, harta waris yang tidak dapat diwariskan kepada siapapun dan harta kepemilikan umum yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam, energi, mineral, tanah, dan sebagainya.

Oleh karena itu, sikap pemerintah yang melepas layanan kesehatan menjadi semi swasta lewat BPJS yang pengelolaannya model asuransi sosial ala Kapitalis hanya akan menyengsarakan rakyat. Pemerintah perlu menguji kembali kebijakan layanan kesehatan melalui BPJS. Mengingat negeri ini merupakan negeri dengan sumber daya alam yang melimpah, pemerintah agaknya perlu meliriknya sebagai pos pembiayaan layanan kesehatan seluruh rakyat.

Bukan dilempar pada swasta dan rakyat itu sendiri. Selama sistem Kapitalis tetap berdiri kokoh, jangan harap cerita pilu seperti balita Debora dapat berhenti. Sudah saatnya masyarakat sadar bahwa sistem Kapitalislah yang menjadi akar masalah sederet daftar panjang kisah pilu negeri ini. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version