View Full Version
Jum'at, 29 Sep 2017

I Stand with Empathy

MENDENGAR kata Bobotoh Persib, maka yang muncul dalam benak saya adalah warna biru, mereka yang sering pawai tanpa mengenakan helm di jalan sambil membawa bendera birunya.  Yang kadang anarkis terhadap para pemilik kendaraan berplat B, dan lainnya yang membuat saya tidak mau kenal lebih dekat, tidak merasa bersahabat dengannya, bahkan tidak suka ketika mereka pawai.

Tapi, semua berubah ketika saya melihat video koreografi para Bobotoh persib untuk Rohingya. Tiba-tiba saya merasa kagum, saya terharu dengan apa yang dilakukan para bobotoh. Sayangnya, hal yang membuat saya kagum dan terharu itu tidak dirasakan oleh PSSI, lembaga yang menaungi perseoakbolaan Indonesia. Mereka yang telah lama kenal dengan bobotoh, justru merasakan hal terbalik dengan saya. Karena koreografi para bobotoh untuk Rohingya tersebut, karena para bobotoh mengekspresikan empatinya untuk Rohingya, PSSI tega mendenda Persib sebesar Rp 50 juta. Persib juga tidak dapat melakukan banding dan denda wajib dibayar selambat-lambatnya 14 hari setelah diterima keputusan (cnnindonesia, 14/9/2017).

Kita ketahui bersama kondisi Rohingya saat ini sangat memprihatinkan. Ribuan warga Rohingya dibantai hanya dalam waktu beberapa hari. Sadisnya, para wanita dan anak-anak, bahkan bayi pun jadi korban. Ketika pemerintah diingatkan untuk membantu mereka, yang dilakukan baru sebatas kecaman, teganya ada juga yang justru mengusir para pengungsi Rohingya di tanah air (baca Gubernur Sulsel usir pengungsi Rohingya, jawapos.com,4/9/2017).

Ketika bobotoh berinisiatif untuk menunjukkan rasa empati mereka, justru mereka didenda. Rasa kecewa, sedih dan marah kepada PSSI tak bisa dibendung. Walau begitu, bobotoh tetap menunaikan denda yang diberikan oleh PSSI dengan cara urunan.

Gerakan “koin untuk PSSI” pun dilakukan, koin dimasukkan ke dalam tong yang bertuliskan “PSSI Nu Gelo”. Alhamdulillah, belum lagi 14 hari seperti yang ditetapkan PSSI, gerakan koin untuk PSSI ini sudah melampaui angka Rp 50 juta. Sisanya, uang tersebut akan disumbangkan untuk korban Rohingya (tempo.com, 18/9/2017).

Inilah fitrahnya kebaikan, akan selalu ada yang mendukung, seperti koin untuk PSSI ini. Banyak pihak yang mendukung, walau awalnya tidak suka dengan perilaku bobotoh. Mulai dari anak kecil, remaja dengan berbagai latar belakang, ibu-ibu, sampai nenek-kakek. Begitu halnya dengan Islam, ia adalah fitrah yang akan diterima oleh berbagai kalangan apapun latar belakangnya.

Islam mengajarkan kita untuk berempati kepada sesama manusia, apalagi terhadap saudara se-aqidah, walau kita terpisah oleh batas negara. Bahkan dikatakan dalam hadis bahwa kaum muslim itu ibarat satu tubuh, jika ada yang terluka maka yang lain akan merasakan sakitnya. Koreografi yang menunjukkan rasa empati ini adalah sedikit contoh dari rasa sakit yang diderita, dalam keterbatasan dana, kuasa untuk menolong penduduk Rohingya. Fenomena ini pun menunjukkan bahwa penguasa bisa melakukan kezaliman dan kebaikan kepada yang dipimpinnya. Jika mereka berbuat kezaliman, maka yang dipimpin wajib untuk mengingatkan. Dan jika mereka berbuat kebaikan, maka yang dipimpin harus bersyukur dan berbuat baik.

Bayangkan jika semua pihak benar-benar memahami makna hadis di atas. Maka rakyat akan menunjukkan rasa empati mereka dimana saja dengan merasa aman, baik dengan koregrafi, tulisan, atau menyumbangkan materi. Para penguasanya juga menunjukkan empati mereka tidak hanya dengan mengecam, menampung para pengungsi, tapi dengan kekuasaan yang dimilikinya membuat aksi genosida di Rohingya hilang. Inilah salah satu kerinduan yang ada didalam relung hati kita semua. Semoga Allah segera mewujudkannya, dan semoga kita menjadi salah satu bagian dari perjuangan ini. * Fatimah Azzahra, tinggal di Bandung Jawa Barat


latestnews

View Full Version