View Full Version
Sabtu, 30 Sep 2017

Tahun Baru Hijriyah, Untuk Bangsa yang Lebih Bermartabat

Oleh: Nanang Faisol Hadi, M.SI

(Ketua Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia)

Selamat datang di 1439 H. Seakan tidak terasa, waktu berjalan dengan cepat, hari, pekan, bulan, dan tahun berlalu silih berganti seiring dengan bergantinya siang dan malam. Bagi kita, barangkali tahun baru ini tidak seberapa berkesan karena negara kita tidak menggunakan kalender Hijriyah, tetapi Masehi. 1 Muharram yang merupakan tahun baru Islam menurut kalender masehi jatuh pada tanggal 21 September 2017. Tentu seluruh umat Islam telah menyongsongnya dengan suka cita.

Muharram merupakan bulan pertama yang ada didalam penanggalan Hijriyah. Bulan ini merupakan salah satu di antara 4 bulan Islam yang dimuliakan. Tahun baru Islam adalah perubahan tahun didalam kalender Islam berlandaskan pada perhitungan bulan. Tahun baru Islam dihitung sejak mulai Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah. Oleh karena itu penanggalan didalam kalender Islam disebut Hijriyah.

Hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah adalah sebuah peristiwa yang sangat penting. Lewat peristiwa hijrah tersebut, agama Islam berkembang pesat di Madinah dan diteruskan sampai meluas ke berbagai daerah. Hikayat hijrah pun memberikan dampak berupa Islam mulai menunjukkan kekuatan dan daulah islamiyah pun terbentuk. Daulah Islamiyah di zaman Nabi SAW sangatlah menghargai toleransi yang termaktum pada Piagam Madinah. Puncaknya kejayaan Islam menjadi sebuah agama yang rahmatan lil alamin membawa kebaikan, kebenaran, mengajarkan cinta serta kasih sayang dan lahirnya keadilan. Semua itu diawali dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad yang dijadikan sebagai peletak dasar kalender Hijriyah.

Berangakat dari uraian di atas semestinya tahun baru hijriyah di sambut dan dirayakan dengan suka cita. Bukan sebaliknya yang terjadi selama ini. Perayaan tahun baru masehi selalu menjadi momen spesial bagi sebagian besar masyarakat dunia, termasuk Muslim Indonesia. Bahkan jika diperhatikan, perayaan tahun baru Masehi yang dilakukan oleh umat Islam, terkadang kemeriahannya bisa mengalahkan perayaan tahun baru Masehi umat lain. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tahun 2014 Indonesia mengimpor kembang api lebih dari USD 23 juta atau senilai Rp. 288 miliar (www.koran-sindo.com). Sungguh menakjubkan, negeri dengan mayoritas Muslim ini, dalam satu malam disulap bagaikan negeri non-muslim.

Cara menyambut dan merayakan tahun baru hijriyah bisa melakukan beberapa hal yang seyogyanya kita jadikan renungan itu adalah:

Bersyukur kepada Allah. Bertambahnya usia adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita. Betapa banyak orang yang kita kenal, baik teman, sahabat, keluarga, guru, atau siapa pun yang kita kenal, tahun lalu masih hidup bersama kita. Bergurau, berkomunikasi, mengajar, menasehati atau melakukan aktifitas hidup sehari-hari, namun tahun ini dia telah tiada. Dia telah wafat, menghadap Allah SWT dengan membawa amal shalehnya dan mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sementara kita saat ini masih diberi Allah kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, menambah amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah. Karena itu sangat tidak layak apabila seseorang yang masih diberi kesehatan, kelapangan rizki dan kesempatan untuk beramal lalai bersyukur pada Allah dengan mengabaikan perintah-perintahNya serta sering melanggar larangan-laranganNya.

Muhasabah dan istighfar. Ini adalah hal yang penting dilakukan setiap muslim. Karena sebuah kepastian bahwa waktu yang telah berlalu tidak mungkin kembali lagi. Sementara disadari atau tidak kematian akan datang sewaktu-waktu dan yang bermanfaat saat itu hanyalah amal shaleh. Apa yang sudah dilakukan sebagai bentuk amal shaleh? Sudahkah tilawah al-Qur'an, sedekah dan dzikir kita menghapuskan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan? Malam-malam yang kita lewati, lebih sering kita gunakan untuk sujud kepada Allah, meneteskan air mata keinsyafan ataukah lebih banyak untuk begadang menikmati tayangan-tayangan sinetron, film dan sebagainya dari televisi? Langkah-langkah kaki kita, kemana kita gunakan? Dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan semacam ini selayaknya menemani hati dan pikiran seorang muslim yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, lebih-lebih dalam suasana pergantian tahun seperti sekarang ini. Pergantian tahun bukan sekedar pergantian kalender di rumah kita, namun peringatan bagi kita apa yang sudah kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan kita perbuat esok.

Mengenang Hijrah Rasulullah SAW. Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan didalamnya. Rasulullah SAW, ketika keluar dari rumah sudah ditunggu orang-orang yang ingin membunuhnya. Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya agama Allah. Sehingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?

Kalender Hijriyah Kalender Ibadah. Barangkali kita tidak memperhatikan bahwa ibadah yang kita lakukan seringkali berkait erat dengan penanggalan Hijriyah. Akan tetapi hari yang istimewa bagi kebanyakan dari kita bukan hari Jum'at, melainkan hari Minggu. Karena kalender yang kita pakai adalah Kalender Masehi. Sementara Rasulullah saw menyatakan bahwa hari jum'at adalah sayyidul ayyam (hari yang utama diantara hari yang lain). Demikian pula penetapan hari raya kita, baik Idul Adha maupun Idul Fitri pun mengacu pada hitungan kalender Hijriyah. Wukuf di Arafah yang merupakan satu rukun dalam ibadah haji, waktunya pun berpijak pada kalender hijriyah. Begitu pula awal Puasa Ramadhan, puasa ayyamul Bidh (tanggal 13,14,15 tiap bulan) dan sebagainya mengacu pada penanggalan Hijriyah. Untuk itu seyogyanya bagi setiap muslim untuk menambah perhatiannya pada Kalender Islam ini.

Goresan tinta sederhana ini adalah mudzakaroh buat kita. Untuk menjadikan negeri mayoritas Muslim ini lebih bermartabat. Mampu membedakan mana yang lebih bermanfaat dan bernilai dalam bertindak. Bangsa yang pandai bersyukur atas nikmat Allah SWT. Menyadari bahwa hidup ini adalah perjuangan dan butuh pengorbanan untuk sesuatu yang lebih baik. Tidak mudah menyerah dan putus asa dengan cobaan dan kegagalan.

Cerdas akal dan akhlak karena senantiasa introspeksi diri dengan yang sudah berlalu dan merencanakan dengan matang apa yang akan dilakukan ke depan. Dalam setiap usaha dan tindakan selalu bertendesikan ketuhanan sesuai dengan asas dasar Negara Indonesia. Karena setiap tindakan yang didasari nilai ketuhanan bernilai ibadah dan selalu dalam koridor kebenaran.

Keyakinan bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Menghitung menjadi prinsip utama. Mari berhijrah dari kesalahan menuju kebenaran. Dari kesia-siaan menuju kemanfaatan. Dari sesat menuju martabat. Dari keterpurukan menuju kejayaan. [syahid/voa-islam.com]     


latestnews

View Full Version