View Full Version
Senin, 16 Oct 2017

Penerbitan Sertifikasi Halal Diambil Alih Pemerintah?

Sahabat VOA-Islam...

Pemerintah resmi mengambil alih penerbitan sertifikat halal, yang selama ini dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal itu setelah diresmikannya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Rabu, 11 Oktober 2017.

“Badan ini memiliki tugas mengeluarkan sertifikasi halal dan pengawasan produk halal,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Gedung Kementerian Agama, Jakarta ( sangpencerah.id )

Pengambilan alih ini, setidaknya akan menghasilkan beberapa analisa :

1. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin rendah. Rakyat khawatir ketika terjadi permainan uang dalam sertifikasi halal. Halal didapat ketika perusahaan bisa membayar sejumlah uang, yang tidak mampu membayar bisa jadi produk haram. Pemerintah tahu betul, mana lahan "basah" dan tidak.

2. Selama ini MUI baik- baik saja menyelenggarakan sertifikasi halal, tiba-tiba saja seperti ini, sehingga terlihat aneh. Kemenag selama ini jika membuat program  sudah kredibel? Bagaimana dengan proyek percetakan Al Qur'an kemarin? Kampus di bawah kemenag tunjangan dosennya paling rendah, apa sudah mendapatkan solusinya? Dana haji dipinjam untuk infrastruktur? Segudang Pr Kemenag yang belum terselesaikan. Bagaimana jika nanti diberikan tugas baru.

 

Bagaimana Perspektif Islam?

Islam menggariskan bahwa urusan umat semacam ini adalah tanggung jawab negara sebagai bagian dari perlindungan negara terhadap agama. Rasulullah saw bersabda terkait dengan tanggung jawab pemimpin negara: “Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.“ (HR Muslim).

“Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.“ (Hr Muslim dan Ahmad).

Laits bin Abi Sulaim meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khaththab pernah menulis surat kepada para wali yang memimpin daerah , memerintahkan agar mereka membunuh babi dan membayar harganya dengan mengurangi pembayaran jizyah dari non muslim (Al Amwaal, Abu Ubaid hal. 265). Ini dalam rangka melindungi umat dari mengkonsumsi dan memperjualbelikan zat yang telah diharamkan. Negara yang akan mampu mengemban amanah ini adalah negara yang berpijak pada penerapan syariat Islam. Bukan negara sekuler yang mencari keuntungan dan membisniskan kepentingan warganya (Arini retnaningsih).

Dra Rahma Qomariyah mengatakan bahwa hilafah Islamiyah akan mewajibkan semua produk yang beredar di pasaran secara umum halal, dan akan menindak dengan tegas bagi yang melanggarnya. Adapun bagi non muslim yang dalam agama mereka diperbolehkan mengkonsumsi barang haram, maka mereka dibolehkan memproduksi dan mengkongkonsumsinya secara tertutup, dan khusus bagi non muslim. Artinya barang tersebut tidak terdapat di pasaran secara umum dan terbuka.

Syariat Islam sifatnya mudah dan simple saja penerapannya. Jelas penetapan logo halal tidak diperlukan, karena dalam sistem Islam semua makanan yang beredar adalah halal. Rakyat tidak merasa was-was, pengusaha pun tidak: susah payah dalam mengurus kehalalan produk. Lalu tinggal tunggu apalagi? Wallohua'lam bishowab. [syahid/voa-islam.com]

Kiriman Nia Amalia


latestnews

View Full Version