View Full Version
Sabtu, 21 Oct 2017

Deradikalisasi, Bahaya Nyata Umat Islam

ISU radikalisme terus menjadi perhatian. Tak tanggung, 400 ribu rektor  se-Indonesia telah direncanakan mengikuti acara “Aksi Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Radikalisme” di Bali, ini merupakan aksi dan pertemuan rektor terbesar di dunia (Tribun-Timur.Com) setelah sebelumya Sebanyak 79 rektor universitas yang tersebar di 12 provinsi berkumpul di Universitas Mahendradatta, Denpasar, Bali pada Kamis (27/7/2017). Mereka menggelar focus group discussion (FGD) membahas cara mengantisipasi fenomena radikalisme dan terorisme (Denpasar, Kompas.Com).

Rektor Universitas Mahendradatta Putri Anggreni menyatakan alasan pertemuan ini digagas yakni karena adanyakenyataan bahwa masyarakat Indonesia masih saja ada dan mungkin juga dalam jumlah skala besar yang sangat mudah terprovokasi dan terpengaruh dengan paham dan ideologi terorisme dan radikalisme,selain itu menurutnya Perguruan tinggi memiliki perantara strategis menangkal radikalisme (Denpasar, Kompas.Com).

Ada asap ada api, maka adanya pertemuan ini seolah menandai bahwa di negeri ini sedang terjadi radikalisme serta bahaya terorisme, sehingga perlu dilakukan deradikalisasi. Anehnya pada bulan dan tahun yang sama yaitu juli 2017 pemerintah mengeluarkan Perppu Ormas dengan tuduhan bahwa Ormas tersebut membawa ideologi yang bertentangan dengan negara walaupun jelas tidak ada aksi teror dari Ormas khususnya Hizbut Tahrir selain melakukan dakwah sesuai ajaran Islam dan menyampaikan muhasabah kepada pemerintah.

Terlepas benar atau salah hal ini seakan mengindikasikan bahwa radikalisme dan bahaya terorisme yang dimaksud adalah mengarah pada dakwah Islam Kaffah yang dibawa oleh Ormas tersebut, sebab realitanya memang tidak ada peristiwa lain selain itu di negeri ini yang kemudian diberitakan sebagai paham radikalisme ataupun terorisme. Oleh karena itu, memaknai dengan benar apa itu radikalisme dan terorisme amatlah penting terutama bagi intelektual agar tidak salah kaprah.

Radikal berasal dari kata radix yang dalam bahasa Latin artinya akar. Sedangkan menurut KBBI radikal adalah secara mendasar atau sampai kepada hal yang prinsip. Dengan kata lain Islam radikal yang telah menjadi label tersebut maksudnya adalah bahwa Islam yang diemban yaitu Islam yang dipelajari, dikaji dan diamalkan atau diemban secara mengakar atau murni Islam, sesuai syariah, kaffah tidak diintepretasikan atau dikompromikan sesuai zaman apalagi kepentingan pribadi.

Sementara apabila mendapat imbuhan isme yang berarti paham, aliran, pandangan, maka Islam radikal (kaffah) tersebut menjadi cara pandangnya, prinsipnya, serta pahamnya. Bukankah ini suatu hal yang benar? Ironisnya label radikal ini dilekatkan kepada individu atau kelompok Muslim yang memiliki cara padang serta sikap keberagamaan dan politik yang kontradiksi dengan mainstream (arus utama) atau kebenaran umum masyarakat, padahal bagi seorang muslim suatu kebenaran itu haruslah bersandar pada syariah bukan opini umum masyarakat.

Mengancam Kemurnian Islam

Berdasarkan hal itu, jelas terjadi kesalahpahaman mengenai radikalisme. Dengan kata lain deradikalisasi atau upaya penghilangan pemahaman Islam secara mengakar, sesuai prinsip menjadi moderat dapat dikatakan sebagai deislamisasi. Maka dari itu, perlu disadari bahwa deradikalisai sangatlah berbahaya bagi umat Islam.

Keberadaanya akan mengancam kemurnian Islam dan menjauhkan umat Islam terhadap prinsip agamanya sendiri. Sedangkan terorisme menurut KBBI adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan. Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam tentu  tidak akan melakukan teror, melainkan menebar kemashlahatan/rahmat bagi umat manusia. Untuk hal ini tampak jelas bahwa ada upaya monterisasi terhadap Islam.

Islam seringkali disemati label teroris hingga Islamophobia marak bahkan pada pemeluk Islam sendiri, sementara jika non muslim melakukan kejahatan bahkan luar biasa kejahatannya tidak disebut sebagai teroris melainkan kriminal, padahal kejahatan yang dilakukan sangatlah kejam seperti yang terjadi di Rohingnya,Suriah, Palestina. Lantas sikap kritis, peka dan peduli  dalam mencegah upaya deradikalisasi harus kita lakukan, sebab sangatlah tidak wajar jika kita hanya berdiam diri dengan bahaya deradikalisasi yang tepat berada di pelupuk mata. *

Ayu Fitria Hasanah 

FKIP/UNEJ


latestnews

View Full Version