View Full Version
Kamis, 23 Nov 2017

Persekusi terhadap Aktivis Dakwah Islam

Oleh: Ririn Wijayanti

Strategi rand corporation dalam memecah belah kaum muslim dengan cara persekusi menuai hasilnya. Pengajian ustad Felix di Bangli yang dihadiri 5000 peserta, meskipun telah dijamin oleh ulama sesepuh disana, namun dengan alasan menolak radikalisme dibubarkan. Sosok Kyai Nurcholis Mustari selaku sesepuh Bangil , merupakan mantan Wakil Syuri’ah NU, sekaligus mantan Wakil Ketua MUI Bangil seolah tidak dianggap.

Pengajian Ustadz Bachtiar Nasir dan KH Shobri Lubis mendapat penolakan di Garut. Alasan yang dikemukakan tausiyah yang diberikan kedua ulama itu tidak menyejukan dan cenderung melukai perasaan sebagian warga Indonesia. Penolakan ini diberikan melalui surat  dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Garut dan diberikan ke DKM Masjid Agung Garut (voaIslam 6 November 2017).

Ada Apa Dengan Dakwah Islam Dekade Ini?

Persekusi yang dilakukan kepada aktivis dakwah, mulai semakin terlihat semenjak aksi bela Islam. Pelabelan materi-materi Islam menjadi materi yang layak dan tidak layak untuk disebar luaskan, materi yang radikalis atau moderat, seolah-olah menjadi penting . Materi yang dianggap anti-bhineka, anti Pancasila dilarang untuk disampaikan di tengah-tengah umat dengan alasan radikalisme. Hal ini justru aneh.

Rasulullah saw dalam menyebarkan dakwah Islam tidak pernah memikirkan apakah kaum kafir Quraisy di Makah waktu itu akan menerima dakwah atau menolaknya. Rasulullah lantang menentang penyembahan Latta Uzza di sekeliling Ka’bah, dan mengatakan mereka adalah berhala, dan hanya Allah yang berhak disembah. Hasilnya dapat kita saksikan dalam shirah Nabawiyah, bagi yang menerima dakwah Islam mereka berIslam. Bagi yang menolak ada yang mendiamkan ajaran Rasul ada yang menolak bahkan menentang dengan terang-terangan.

Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah saw untuk semua kalangan. Mempelajari Islam secara mendalam adalah mempelajarinya secara kaffah, menyeluruh. Bukan malah  dianggap ajaran radikalisme. Hal ini justru aneh. Karena Rasulullah pun tidak pernah menyatakan mempelajari Islam secara mendalam dikatakan sebagai umat yang radikal atau pun fundamentalis.

Lalu Darimana Pembagian Istilah Fundamentalis Berasal?

Tahun 2007, Rand menerbitkan lagi dokumen Building Moderate Muslim Networks. RAND Corp merupakan Pusat Penelitian dan Kajian Strategis tentang Islam di Timur Tengah atas biaya Smith Richardson Foundation, berpusat di Santa Monica-California dan Arington-Virginia, Amerika Serikat (AS). Sebelumnya ia perusahaan bidang kedirgantaraan dan persenjataan Douglas Aircraft Company di Santa Monica-California, namun entah kenapa beralih menjadi think tank (dapur pemikiran) dimana dana operasional berasal dari proyek-proyek penelitian pesanan militer.

Garis besar dokumen Rand berisi kebijakan AS dan sekutu di Dunia Islam. Salah satu isi dokumen tersebut adalah pembagian kaum Muslimin menjadi 4 kelompok, sebagai berikut:

(1) Fundamentalis: kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat Kontemporer, serta menginginkan formalisasi penerapan Syariat Islam; 

(2) Tradisionalis: kelompok masyarakat Islam Konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan. Mereka berpegang kepada substansi ajaran Islam tanpa peduli kepada formalisasinya;

(3) Modernis: kelompok masyarakat Islam Modern yang ingin reformasi Islam agar sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga bisa menjadi bagian dari modernitas;

(4) Sekularis: kelompok masyarakat Islam Sekuler yang ingin menjadikan Islam sebagai urusan privasi dan dipisah sama sekali dari urusan negara. 

Terlihat dari pemetaan di atas bahwasanya pembagian istilah tersebut bukan dari Islam itu sendiri.

Bagaimana sikap kita?

Atas permasalahan-permasalahan tersebut, sudah seharusnya kita sebagai kaum muslim khususnya, dan bagian dari masyarakat dunia tidak mudah terprovokasi terhadap hal-hal seperti itu. Sikap kritis seharusnya bukan hanya untuk memojokkan kaum muslimin. Namun dapat memandang lebih bijak dan dengan mata terbuka, menambah wawasan tentang masalah terkait, membuat kita lebih mampu bersikap objektif. Wallahu’alam. (rf/voa-islam.com)


Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version