View Full Version
Sabtu, 25 Nov 2017

Perjuangan Belum Selesai

Oleh: Hamidah Assagung (Siswi SMA Khoiru Ummah Surabaya)

Pekikan takbir membakar semangat arek-arek suroboyo. Bung Tomo yang berorasi atas nama pemuda Surabaya menggelorakan kemerdekaan dari penjajahan,. Usaha keras sekuat tenaga tampak dari warga Suroboyo dalam mengusir penjajah dari negeri Indonesia tercinta.

Tentu, kisah pada tanggal 10 November, 72 tahun silam, tak begitu saja terlupa oleh kita. Sejarah mencatat bahwa warga Indonesia khususnya Surabaya bahu membahu mempertahankan kemerdekaan yang baru berusia 4 bulan. Semangat mereka bahkan membuat kita ikut bergejolak karena kegusaran mereka akan penjajah. Penjajahan yang merugikan Indonesia, bukan hanya melukai harkat martabat bangsa tapi juga mencuri kekayaan alam yang menjadi aset negara. Dengan berbekal senjata sederhana, bambu runcing, dapat memukul mundur penjajah dan merebut kembali tanah Indonesia.

Kini, kita tinggal mengenang kembali perjuangan tersebut. Berbagai acara diadakan untuk menghormati jasa pahlawan. Terselenggarakanlah upacara hari pahlawan, mengenakan kostum  berbau perjuangan di sekolah, teatrikal sejarah, dan tabur bunga mewarnai tanggal 10 November di setiap tahunnya. Acara-acara tersebut didedikasikan sebagai bentuk penghormatan kita pada pahlawan bangsa. Setelah perjuangan besar itu, penjajah sudah tak terlihat lagi di Indonesia, Indonesia sudah Merdeka! Tugas masyarakat indonesia kini tinggal mengenang dan menghormati jasa-jasa pahlawan. Benarkah begitu?

Indonesia memiliki kekayaan alam yang  melimpah ruah. Dilihat dari potensi alamnya tak terkira berapa manfaatnya. Dari sektor laut saja, pengembangan energi baru dari OTEC secara maksimal akan membentuk ketahanan negara.  Dari sektor tambang, semakin membuat mata kita terbelalak lebar. Bagaimana tidak, dari Sabang sampai Meraoke deretan tambang emas, perak, nikel, batu bara, timah dan segala potensi bumi lain menggoda para investor untuk mengeksploitasinya. Sunguh jika dibukukan berapa saja kekayaan alam di indonesia akan penuh dengan potensinya.

Sayangnya, semua potensi itu hanya bisa kita banggakan. Sebagai si pemilik kekayaan, bangsa ini tidak menikmati dengan layak potensi yang ada. Bukan karena kita tidak mau, tapi karena kepemilikan SDA tak sepenuhnya milik bangsa.

Aset-aset negara terintervensi oleh bangsa lain. Lebih lagi, penjualan SDA itu disahkan dengan Undang-Undang Penanaman Modal Asing. Dimana siapapun berhak menanamkan modalnya di Indonesia, walaupun tidak berstatus Warga Negara Indonesia. Rakyat semakin kehilangan haknya sebagai warga negara. Berbagai sektor publik di privatisasi. Rakyat disuruh membayar kebutuhan pokok, kesehatan, dan pendidikan di tanah kelahirannya sendiri. Sedangakan pemerintah, bersikap sebagai fasilitator antara masyarakat dan swasta. Inikah yang namanya merdeka?

Penjajahan kini berganti gaya, bukan lagi dengan senjata, tapi dengan Undang-undang atau kebijakan. Dimana investor bebas mencampuri ranah politik untuk mensahkan aturan yang menguntungkan bisnis mereka. Penjajahan gaya baru inilah yang lebih berbahaya. Pertama, karena masyarakat tidak sadar bahwa negaranya sedang dijajah secara halus. Kedua, intervensi asing menjadi hal yang biasa karena sudah disahkan undang undang.

Maka, hakikatnya makna kemerdekaan belum kita dapatkan. Merdeka artinya terlepas dari penjajahan. Dulu, memang kita sudah merdeka dari penjajahan secara fisik. Tapi kini, penjajah itu kembali dengan cara yang lebih halus dan membuat kita mengaggap lawan sebagai kawan. Perjuangan mengusir penjajah belum usai. Sebagai warga negara yang mengaku cinta pada tanah air tak sepatutnya kita hanya duduk diam berpangku tangan melihat nasib negara yang makin lama makin memprihatinkan. Apakah kita rela kekayaan alam kita diambil oleh penjajah?

Penjajahan gaya baru ini tak lain disebabkan oleh sistem pemerintahan yang dibuat sendiri oleh manusia. Sehingga manusia satu dengan yang lain bisa saling bekerjasama dan mempengaruhi dalam membuat aturan dengan berbagai kepentingan yang ada. Benarlah memang jika manusia tak layak membuat aturan untuk manusia yang lain. Akan timbul kesalahan dan ketidak cocokan di berbagai aspek. Maka yang layak membuat aturan bagi manusia adalah yang tau seluk-beluknya manusia, tau apa yang baik dan apa yang buruk bagi manusia. Tak lain dan tak bukan Dialah Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.

Mari kita wujudkan arti merdeka yang sebenarnya, merdeka dari penjajah, merdeka dari intervensi asing, dan merdeka dari penghambaan kepada manusia! [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version