View Full Version
Rabu, 29 Nov 2017

Guru Sejahtera di Bawah Naungan Khilafah

Oleh: Penulis Fitriani S.Pd 

(Alumni Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau)

Pahlawan tanpa tanda jasa. Itulah gelar mulia yang diberikan kepada guru di negeri ini. Guru adalah sosok berjasa yang memiliki tugas sebagai pendidik dan pengajar untuk kita. Guru juga bisa dikatakan sebagai orang tua kedua bagi kita, karena gurulah yang juga ikut berperan penting mendidik kita selain orang tua di rumah tentunya.

Sayangnya, di negeri ini ada dua macam guru, yaitu guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ada honorer. Yang mana  mereka memiliki perbedaan yang mencolok bak anak kandung dan anak tiri dalam segi finansialnya.Untuk gaji PNS sendiri berkisar 3 atau 4 juta perbulan plus berbagai tunjangan dari negara. Sedangkan kalau guru honorer hanya berkisar 200-300 ribu rupiah saja per perbulannya, itupun biasanya kerap kali molor dari tanggal penerimaannya.

Bahkan ada guru honorer yang tidak di gaji sekalipun.Padahal faktanya mereka sama-sama melakukan tugas yang sama, yaitu mengajar, piket, mengawasi ujian, mengawasi murid bahkan sering juga menjadi pembina dari kegiatan di sekolah.

Parahnya, para sarjana pendidikan di negeri ini juga sangat sulit  untuk diangkat menjadi seorang PNS. Apalagi jumlah guru honorer sangat banyak. Perbandingannya mencapai 1:13. (Liputan6.com). Sehingga setiap tahunnya selalu membludak sarjana pendidikan yang menjadi guru honorer, bahkan ada yang jadi pengangguran karena telah penuhnya guru honorer di sekolah-sekolah.

Sehingga jika melihat dari gaji sang guru honorer plus susahnya menjadi PNS, membuat para guru honorer ini berfikir keras agar dapur keluarga tetap mengepul. Mereka menjadi guru honorer sambil pontang panting mencari pekerjaan tambahan lain. Hal ini mereka lakukan karena upah yang mereka dapatkan tak dapat menopang biaya hidup, terlebih untuk mereka yang sudah  memiliki anak dan istri. Seperti nasib yang dialami oleh Moch Hamzah Rifwan (33), guru honorer kota Surabaya ini terpaksa memutar otak dengan mengajar sambil berjualan es batu agar  ada penghasilan tambahan untuk menafkahi anak dan istrinya.(Kompas,13/01/2017).

Jelas jika demikian maka berat bagi para guru honorer ini dalam waktu yang bersamaan harus membagi tenaga dan pikiran antara mengajar dan kerja paru waktu di tempat lain. Sehingga jika hal ini terus terjadi maka guru yang dijuluki sebagai pencetak generasi unggul akan kehilangan fokus dalam tugas utamanya sebagai pengajar.

Sungguh, bukannya para guru honorer ini tidak berupaya agar negara melirik nasib mereka. Karena  berbagai aksi-aksi untuk menyuarakan aspirasi  telah ditempuh. Seperti seratus guru honorer dari berbagai daerah di Banten menggelar aksi demonstrasi di depan gerbang Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Rabu (25/10/2017). Mereka menuntut agar pemerintah dapat mensejahterakan dan menyelesaikan persoalan pegawai honorer hingga tuntas. (Sindonews.com, 25/10/2017). Hal serupa dilakukan oleh guru honorer yang ada di Mamuju Utara setelah upacara HUT Guru. Mereka melakukan aksi unjuk rasa karena tak sanggup memenuhi biaya hidup sehari-hari, termaksud menyewa kontrakan dikarenakan upah yang mereka terima hanya 150 ribu per bulan.(Kompas.com, 25/11/2017). Namun entah sampai kapan kesejahteraan guru itu pada akhirnya akan tercapai.

 

Posisi Guru dalam Islam

Dalam Islam, guru memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia di sisi Allah SWT. Karena guru adalah sosok yang dikarunia ilmu oleh Allah SWT yang dengan ilmunya itu dia menjadi perantara manusia yang lain untuk mendapatkan, memperoleh, serta menuju kebaikan di dunia maupun di akhirat. Selain itu guru tidak hanya bertugas mendidik muridnya agar cerdas secara akademik, tetapi juga guru mendidik muridnya agar cerdas secara spritual yakni memiliki kepribdadian Islam.

Sejarah telah mencatat bahwa guru dalam naungan Khilafah mendapatkan penghargaan yang tinggi dari negara termaksud pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Di riwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dar al- Wadl-iah bin Atha, bahwasanya ada tiga orang guru di Madimah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji lima belas dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63,75 gram emas; bila saat ini 1 gram emas Rp. 500 ribu, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar 31.875.000).

Sungguh luar biasa, dalam naungan Khilafah para guru akan terjamin kesejahteraannya dan dapat memberi perhatian penuh dalam mendidik anak-anak muridnya tanpa harus dipusingkan lagi untuk membagi waktu dan tenaga untuk mencari tambahan pendapatan.Tidak hanya itu, negara dalam naungah Khilafah juga menyediakan semua sarana dan prasarana secara cuma-Cuma dalam menunjang profesionalitas guru menjalankan tugas mulianya.

Sehingga selain mendapatkan gaji yang besar, mereka juga mendapatkan kemudahan untuk mengakses sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Hal ini tentu akan membuat guru bisa fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia.

Sayangnya, kesejahteraan guru seperti diatas tidak akan didapatkan jika Islam tidak diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.  Karena hanya sistem Islam dalam naungan Khilafahlah kesejahteraan dan rahmatan lil alamin akan tercipta. Wallahu A’lam Bissawab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version