View Full Version
Kamis, 08 Feb 2018

LGBT Diapresiasi: Bukti Tumpulnya Hukum

Oleh: Marselia Kurniawati

Saat ini , kita kembali digegerkan dengan kasus aseksual , LGBT. Kasus ini kembali muncul kepermukaan bahkan lebih percaya diri menampakan taringnya dengan perlindungan payung hukum yang bernama Hak Azasi Manusia (HAM).

Kasus ini kembali menjadi perbincangan publik ketika pengadilaan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa LGBT bukan termasuk tindak kriminal yang bisa dipidanakan karena MK tidak mempunyai wewenang untuk membuat norma baru, dan yang berwenang membuatnya adalah DPR dan Presiden, seperti yang disampaikan oleh Juru Bicara MK Fajar Laksono. (Jakarta,KOMPAS.com/senin,18/12/2017)

Hakim menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil karena tidak termasuk pelanggaran perzinaan yang terdapat pada UU KUHP tentang perzinaan dan pencabulan. (Jakarta,KOMPAS.com/ selasa,19/12/2017)

Namun, jika memang demokrasi merupakan suatu cara yang menjadi solusi setiap permasalahan termasuk kasus LGBT ini , maka tentu yang paling mayoritas adalah menyatakan setuju bahwa LGBT termasuk kasus yang bisa dipidanakan.

Padahal faktanya, LGBT merupakan salah satu penyebab penyakit mematikan seperti HIV. Seperti dalam pemaparan beberapa ahli bahwa kebanyakan pasien HIV yang beliau tangani karena kasus asexual (red:gay). (Detik.com,01/08/2016). Jelas sekali bahwa suatu hal yang keliru apabila kasus LGBT tidak termasuk kasus yang bisa dipidanakan dengan berdalih HAM. Generasi penerus yang seperti apa yang hanya mementingkan kebebasan yang bahkan menyimpang dengan bertameng HAM?

Padahal dalam islam sudah jelas bahwa kasus LGBT harus ditindak tegas dengan hukum yang sudah ditetapkan oleh syara yaitu dengan dibunuh , baik fa’il (pelaku) maupun maf’ul bih (objek) sebagaimana yang tercantum dalam   “Ad-Darariy Al-Mudhiyah” (hal. 371-372): , bukan hukum yang berasal dari akal manusia , yang pada hakikatnya akal manusia itu lemah dan terbatas.

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2915) dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma , bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “ Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, beliau sampaikan sampai tiga kali ”. [Dihasankan Syaikh Syu’aib Al-Arna`uth].

Namun sungguh sangat disayangkan, hukum saat ini begitu elastis sehingga bisa disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan maupun dengan alasan “perikemanusiaan” yang maknanya semu, tidak menjamin generasi yang akan datang apabila status suatu hukum, khususnya terhadap LGBT tidak disikapi dengan tegas.

Dan menjadi pr kita sebagai insan manusia yang harus memikirkan generasi yang akan datang dengan mempersenjatai diri dengan tsaqofah islam yang lurus , mengajak khalayak umum untuk terbuka pemikirannya bahwa keputusan yang di tetapkan saat ini berdampak pula pada generasi yang akan datang, juga berhukum kepada hukum yang sudah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Assunah, bukan berhukum pada hukum buatan manusia yang hakikatnya serba terbatas.

Untuk menerapkan seluruh hukum sesuai Al-Qur’an dan As-sunah diperlukan peran pemerintah yang dapat menerapkan seluruh hukum syara, dan pemerintahan ini sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasullah saw, yang merupakan bagian dari ajaran islam yaitu sistem pemerintahan islam yang bernama Khilafah Rasyidah alaa Minhaj Nubuwwah, dimana kedaulatan berada pada syara bukan pada rakyat - dengan hakikat manusianya (penj: lemah, terbatas, bergantung pada yang lain)[syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version