View Full Version
Rabu, 07 Mar 2018

Penganiayaan Ulama Bukan Hoaks, Titik !

Oleh: Yons Achmad*

 

(voa-islam.com), Apakah penganiayaan ulama  itu hoaks? Jawabannya adalah tidak. Peristiwa hari ini adalah sejarah bagi generasi selanjutnya. Ketika ada upaya penggiringan opini bahwa penganiayaan ulama itu hoaks alias kabar bohong, maka penggiringan opini itu harus dilawan.  Penganiayaan ulama bahkan sampai ada yang meninggal, itu fakta, bukan  hoaks (kabar bohong). 

Pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri Ia menjadi korban penganiayaan usai shalat subuh di masjid. Komando Brigade PP Persis, Ustaz Prawoto bahkan sampai meninggal usai dianiaya. Pelakunya? Orang gila. Dalangnya? Sampai saat ini belum terungkap. Itu beberapa peristiwa sejarah “berdarah” di awal tahun 2018. Pasca peristiwa keji itu, masih ada  beberapa peristiwa serupa.

Setelah peristiwa itu, memang banyak muncul kabar dan video dengan kasus serupa yang beredar di media sosial. Ada yang sebatas muncul di media sosial, ada yang sudah dikabarkan oleh media-media mainstrem (arus utama).  Menyikapi kabar demikian, bagaimana seharusnya masyarakat bersikap?

Hati-hati. Itu yang seharusnya tetap dijaga. Sikap kehati-hatian. Saya sendiri ketika menuliskan kolom ini juga mencoba untuk berhati-hati agar tak kena delik. Seperti kabar yang muncul di media beberapa hari terakhir. Polisi mengaku sudah menangkap kelompok The Family Muslim Cyber Army (MCA). Mereka ditangkap atas tuduhan menyebarkan konten isu bangkitnya PKI,  penculikan ulama, pencemaran nama baik presiden, pemerintah hingga tokoh-tokoh tertentu. Itu informasi versi polisi yang beredar di media. Apakah kita percaya begitu saja? Tidak.

Publik harus mengawal. Bahkan jurnalis juga semestinya tak hanya percaya begitu saja informasi versi polisi, harus bisa menggali fakta-fakta lain yang mungkin belum diungkapkan. Kenapa? Sebab sampai saat ini, belum jelas ujaran kebencian seperti apa yang dilakukan, konten isu kebangkitan PKI apa yang dipersalahkan begitu juga pencemaran nama baik macam apa sehingga mereka dengan sigap ditangkap begitu saja.

Benar, kita tak pernah menolerir hoaks dilakukan, baik sengaja maupun tidak. Tapi, bicara hoaks tidak bisa bicara begitu saja, umum. Harus jelas kasus hoaks yang kita bicarakan. Informasi kasusnya harus jelas, detail, sehingga kita bisa menganalisis dengan benar. Jangan sampai, kasus yang benar adanya, fakta, dibilang hoaks.

 Ini nalar kritis yang perlu kita jalankan. Sama seperti serbuan tenaga kerja asing membanjiri negeri ini, dikatakan hoaks, padahal itu fakta. Memang, soal jumlahnya, masih menjadi perdebatan. Penggiringan opini semacam ini harus kita lawan. Inilah bentuk konkrit kesadaran literasi media (digital) yang perlu terus kita pupuk dan rawat. Agar kita tak begitu saja melupakan sejarah kelam, entah siapa dalangnya. Yang pasti, tindakan keji ini terjadi di era pemerintahan Jokowi. []

Depok, 2 Maret 2018

*Yons Achmad. Pengamat media. Founder Kanet Indonesia.


latestnews

View Full Version