View Full Version
Senin, 09 Apr 2018

Duka Ghuota Duka Kita Juga

Oleh: Aruum Rumiatun, S.Pd

(Praktisi Pendidikan dan Anggota Komunitas Penulis Perindu Jannah)

Sejak dibombadirnya Ghuota Timur oleh rezim Bashar Al-Assad beserta sekutunya Rusia pada 18 Februari 2018 , Suriah kembali memanas. Akibat dari konflik tersebut Ghuota Timur laksana neraka bagi penduduknya. Ratusan warga sipil terbunuh.

Ribuan lainnya terluka parah.  Diantara dari mereka merupakan ratusan bayi, anak-anak kecil, dan para wanita. Selain itu, kerusakan pada fasilitas umum seperti rumah, rumah sakit, masjid, madrasah dan juga bangunan lainnya juga menjadi pemandangan lain yang tidak kalah menyayat hati.

Jumlah korban dari serangan brutal tersebut terus bertambah. Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), jumlah korban tewas dalam serangan keji selama sepekan meningkat menjadi 520 jiwa pada Sabtu (24/2) waktu setempat.  Diantara korban tewas terdapat 127 anak-anak dan 75 perempuan.

Warga sipil yang terluka mencapai lebih dari 2.500 orang. Adapun yang masih hidup, menurut laporan Al-Arabian, Ahad (25/2), banyak yang tinggal di bawah tanah selama sepekan terakhir untuk menghindari pengeboman terus menerus. Mereka kehabisan bahan makanan serta air. (Republika.co.id, 26/2/2018)

Menanggapi hal tersebut, PBB menghimbau untuk dilakukan genjatan senjata 30 hari. Genjata senjata ini merupakan resolusi 2401 yang secara bulat disetujui anggota Dewan Keamanan PBB. Namun hal tersebut ternyata tidak berdampak nyata. Terbukti masih terus terjadi serangan udara yang membabi buta.

Rezim  Suriah beserta Rusia terus menunjukkan arogansinya untuk meluluh lantakkan Ghuota Timur. Genangan darah terlihat di mana-mana. Bau anyirpun semerbak semakin menyesakkan dada para penduduk Ghuota. Mereka menangis menahan luka yang terus digoreskan melalui senjata-senjata modern pemusnah massal.

 

Tak Ada yang Membela

Pembantaian yang terjadi seperti di Ghuota Timur saat ini bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, masyarakat dunia sudah menghafal pembantaian serupa pernah terjadi di Suriah sejak 2011, begitupun pembantain kaum muslimin di Palestina, dan Rakhine - Myanmar

Namun lagi-lagi dunia kembali terbungkam diam. Tidak ada aksi pembelaan nyata. Para penguasa muslim seperti seolah tidak mendengar jeritan permintaan tolong dari para penduduk Ghuota.

Mereka seakan melihat tidak terjadi apa-apa dengan saudara sesama muslim di sana. Mirisnya, di negeri yang dikatakan mayoritas berpenduduk muslim inipun, penguasa lebih memilih menikmati film romantisme remaja alay dari sekedar memikirkan bagaimana nasib penduduk Ghuota.

Memang  bantuan kemanusiaan berupa obat-obatan dan makanan berdatangan ke Ghuota, namun hal tersebut tidaklah membuat mereka bisa terbebas dari duka. Hati para muslim Ghuota terlanjur hancur, hidup mereka terlanjur dikubur oleh remahan bangunan yang turut hancur.

Diamnya para penguasa muslim dunia merupakan dampak buruk nasionalisme. Nasionalisme adalah sebuah paham yang  menuntut seseorang untuk hanya mencintai negaranya dan atau apa saja yang menjadi bagian serta berkaitan dengan kepentingan/keberadaan negaranya.

Sehingga dari paham ini akan lahir sifat egois memikirkan urusan dalam negerinya sendiri. Akibat nasionalisme, ukhuwah islamiyah yang seharusnya dimiliki oleh setiap muslim hilang entah kemana. Akhirnya,  mereka tidak peduli atas tragedi yang terjadi di Suriah, juga di sejumlah negeri Muslim lainnya seperti di Palestina, Irak, Myanmar, dan lain-lain.

Sesungguhnya umat Islam satu dengan yang lain adalah saudara. Mereka laksana satu tubuh sehingga apabila satu bagian tubuh sakit yang lainpun merasa sakit. Hal ini didasarkan pada hadist Rasulullah SAW:

مَثَلُالْمُؤْمِنِينَفِيتَوَادِّهِمْ،وَتَعَاطُفِهِمْ،وَتَرَاحُمِهِمْ،مَثَلُالْجَسَدِ،إِذَااشْتَكَىمِنْهُعُضْوٌتَدَاعَىسَائِرُالْجَسَدِبِالسَّهَرِوَالْحُمَّى

“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]

Begitupun hadist yang lain :

“Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya. Tidak boleh mendhaliminya dan tidak boleh pula menyerahkan kepada orang yang hendak menyakitinya. Barangsiapa yang memperhatikan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kebutuhannya. Barangsiapa yang melapangkan kesulitan seorang muslim, niscaya Allah akan melapangkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi kesalahan seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi kesalahannya kelak di hari kiamat. “(HR.Bukhari)

Oleh karenanya, Ghuota Timur memanggilmu. Karena duka Ghuota adalah duka kita Jua. Bukan hanya sekedar bantuan kemanusiaan, ataupun obat-obatan tapi pembelaan secara nyata. Yang mereka butuhkan adalah gabungan pasukan militer  dari negeri-negeri muslim melalui instruksi dari pemimpin umat Islam yang berfungsi sebagai junnah (pelindung/perisai dari kejahatan) dan Raa’in (pengurus/pemelihara) urusan umat.

Pasukan inilah yang akan mampu mengusir derita dan pembataian di Ghuota. Dan semua itu hanya bisa terwujud ketika kepemimpinan islam berada di tengah-tengah kaum muslimin.

Maka, perlu tersegera adanya kepemimpinan kaum muslimin untuk menyelesaikan semua problematika umat termasuk derita Ghuota. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version