View Full Version
Jum'at, 13 Apr 2018

Marah? Harus! (Solidaritas untuk Ghouta)

Oleh: S. Maftukhah, SE.

Janganlah marah bagimu surga. Hadist Rasulullah SAW ini biasa dihafal oleh anak-anak TK sebagai pengingat bahwa jika menahan amarah maka kita akan mendapat surga sebagai imbalannya.

Dan menahan amarah memang merupakan salah satu akhlak baik yang dianjurkan dalam Islam. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan abu Sa’id al-Hudri, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Asja Abdul Qais yang artinya:

“Engkau mempunyai dua perkara yang dicintai oleh Allah yaitu bisa menahan diri (dari melakukan dosa) dan tidak cepat marah” (HR. Muslim).

Akhlak adalah karakter. Dan akhlak harus diatur sesuai dengan pemahaman-pemahaman syara’. Karena akhlak adalah bagian dari syari’at, juga bagian dari perintah dan larangan Allah. Oleh karena itu, dikatakan akhlak baik adalah apa-apa yang dikatakan oleh syara’ baik, dan akhlak buruk adalah apa-apa yang dikatakan oleh syara’ buruk. Jadi, timbangannya adalah syari’at.

Namun untuk masalah Ghouta, seorang Muslim jelas boleh untuk marah. Kenapa? Karena yang terjadi di sana adalah pembantaian besar-besaran dan membabi buta yang dilakukan oleh penguasanya sendiri, rezim Bassar Asad. Pengeboman yang dilakukan itu amat keji dan ternyata didukung penuh oleh Rusia, Amerika dan Iran.

Pengeboman yang mengakibatkan 500 lebih warga sipil terbunuh. Ribuan lainnya luka parah. Dan diantara mereka mereka adalah ratusan bayi, anak-anak kecil, juga para wanita. Rumah, rumah sakit, masjid dan bangunan lainnya luluh lantak. Mereka yang masih hidup pun terpaksa harus tinggal di bawah tanah untuk menghindari pengeboman terus menerus. Bahkan mereka harus kehabisan bahan makanan dan air.

Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 32 yang artinya :”Siapa saja yang membunuh satu orang, bukan karena orang itu membunuh orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia”.

Bahkan jika yang terbunuh adalah seorang Muslim, maka itu adalah peristiwa yang jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan kehancuran dunia ini. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya :”Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang Muslim” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).

Oleh karena itu, seorang muslim harus marah dengan apa yang terjadi di Ghouta. Namun kemarahannya harus kemarahan yang terarah, tidak membabi buta. Kita lihat persoalan Ghouta dengan kacamata yang benar. Ghouta adalah sebuah kota dekat Damaskus yang merupakan salah satu pusat perlawanan rakyat melawan penguasa, penguasa yang dzalim, yang represif terhadap rakyatnya. Dan perlawanan itu sudah berlangsung sejak 2011.

Tragedi Ghouta di Suriah hanyalah salah satu dari ratusan bahkan ribuan tragedi yang menimpa umat Islam di dunia. Pembantaian umat Islam di Myanmar, tragedi Muslim di Xinjiang, China; Kashmir, India; di Afrika, Irak dan Palestina adalah bagian dari tragedi yang menimpa umat Islam. Dibutuhkan solusi yang revolusioner dari seluruh kaum Muslim.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya :”Mukmin dengan Mukmin lainnya bagaikan satu bangunan; sebagian menguatkan sebagian lainnya” (HR. Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasa’I dan Ahmad).

Apalagi solusi Ghouta dan juga wilayah-wilayah kaum Muslim yang lain, jika bukan persatuan kaum Muslim seluruh dunia untuk melawan pembantaian-pembantaian yang terus akan dilancarkan oleh kaum yang membenci dan memusuhi Islam.

Karena sebenarnya tragedi-tragedi itu bukanlah sekedar tragedi kemanusiaan belaka namun itu adalah perang antara Islam dan kafir. Seharusnya penguasa-penguasa kaum Muslim mengerahkan tentaranya untuk menolong saudara-saudara sesama Muslim yang tertindas dan teraniaya untuk mengenyahkan hegemoni penguasa tiran yang telah menjadi boneka dari kaum kafir.

Dan menyadarkan penguasa Muslim bahwa mereka sedang diadu domba dengan rakyatnya sendiri yang notabene adalah juga Muslim, juga menyadarkan penguasa bahwa tidak cukup hanya mengecam dan mengirim bantuan makanan dan obat-obatan, tapi butuh sebuah persatuan hakiki yang akan melenyapkan pembantaian demi pembantaian yang akan terus dilancarkan kaum kafir.

Kita boleh marah, bahkan harus marah jika saudara kita sesama Muslim dibantai tanpa alasan yang haq, alasan yang dibenarkan oleh syari’at. Marahlah karena Allah!!! Karena tidak semua marah adalah akhlak yang buruk. Jika kemarahan itu untuk menyikapi hal yang dibenci Allah maka itu sebuah keharusan. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata:

”Rasulullah SAW masuk ke rumahku, dan aku telah menutup mejaku dengan kain yang bergambar patung. Ketika Rasulullah SAW melihatnya, beliau merobeknya dan raut mukanya berubah, seraya bersabda, “Wahai Aisyah!, manusia yang paling keras siksaannya di hari kiamat adalah orang-orang yang menyerupai ciptaan Allah.”

Wallahu a’lam bi ash-shawab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version