View Full Version
Ahad, 24 Jun 2018

Sudahkah Menjadikan Al-Quran Sebagai Pedoman Hidup?

Oleh: Asma Ridha (Member Revowriter Aceh)

Sudah tidak asing lagi, suasana bulan ramadhan tidak jauh-jauh dengan lantunan ayat suci al-Qur'an. Dari yang biasanya sama sekali tidak pernah menyentuh mushaf al-Qur'an, ramadhan mampu mendekatkan dengan al-Qur'an. Sekalipun yang tidak mau membacanya masih terbilang ramai. Konon lagi mengamalkannya.

Karena membacanya akan memperoleh pahala yang berlipat ganda. Sebgaimana Sabda Rasulullah SAW :

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“Barangsiapa membaca satu huruf dari kitabullah, baginya satu kebaikan. Satu kebaikan akan dilipatgandakan sepuluh. Aku tidak mengatakan ‘alif laam miim’ itu satu huruf, akan tetapi, Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf” (HR. Tirmidzi no. 2915. Dinilai shahih oleh Al-Albani)

Tentu sudah sangat faham bahwa al-Quran di turunkan pada bulan Ramadhan sebagaimana Allah SWT berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَ بَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَ الْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan yang di dalamnya –mulai- diturunkannya Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan-keterangan yang nyata yang menunjuk kepada kebenaran, yang membedakan antara yang haq dan yang bathil.” (QS Al-Baqarah: 185).

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kitab-kitab suci diturunkan kepada para nabi ‘alaihimussalam di bulan ini. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah [Al-MusnadVI/107] berkata, Abu Sa’id Maula Bani Hasyim telah bercerita kepada kami, ‘Imran Abul ‘Awwam telah bercerita kepada kami, dari Qatadah, dari Abul Malih, dari Watsilah yaitu Al-Asqa’, bahwasannya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda,

أنزلت صحف إبراهيم في أول ليلة من رمضان ، و أنزلت التوراة لست مضين من رمضان و الإنجيل لثلاث عشر خلت من رمضان و أنزل الله القرآن لأربع و عشرين خلت من رمضان

“Suhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Taurat diturunkan pada enam Ramadhan, Injil diturunkan pada tiga belas Ramadhan, dan Allah menurunkan Al-Quran pada dua puluh empat Ramadhan.”

Telah diriwayatkan pula hadits dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu. Di dalamnya disebutkan, “Bahwasannya Zabur diturunkan pada dua belas Ramadhan dan Injil pada sepuluh Ramadhan.” Sementara yang lainnya sebagaimana di atas yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawih.

Adapun Shuhuf, Taurat, Zabur, dan Injil, maka diturunkan secara spontan kepada nabi yang menerima. Sedangkan Al-Quran diturunkan secara spontan diBaitul ‘Izzah yang berada di langit bumi. Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan di lailatul qadar, berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Kami telah menurunkannya dilailatul qadar,” juga pernyataan-Nya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya di malam yang penuh keberkahan.” Kemudian setelah itu turun berangsur-angsur berdasarkan pristiwa-pristiwa yang dialami Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” Selesai keterangan Ibnu Katsir.

Begitulah istimewanya Ramadhan ini, keberkahan ada pada orang-orang yang menginginkannya saja. Namun yang harus difahami dengan benar bahwa al-Qur'an tidak cukup hanya diyakini, dibaca, dan dihafal. Akan tetapi terkadang kita lupa bahwa Al-Qur'an merupakan pedoman hidup seorang muslim, obat dari segala penyakit badan dan hati, obat dari segala permasalahan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan banyak keistimewaan lainnya. Allah berfirman:

وَ نُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَ رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ لَا يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا خَسَارًا

“Dan Kami turunkan Al-Quran (Sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, sedangkan bagi orang-orang yang zhalim hanya akan menambah kerugian.” (QS Al-Isra’ : 82)

Terdapat banyak dalil yang berisi motivasi untuk membaca Al-Qur’an, merenungi makna dan mengamalkannya. Allah Ta’alaberfirman,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (QS. Shaad [38]: 29)

Maksud dan tujuan utama adalah mengambil manfaat dari Al-Qur’an dan mengamalkannya. Membaca Al-Qur’an merupakan sarana dan jalan untuk mengamalkan Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an sendiri adalah sebuah amal shalih, namun kita tidak mengkhusukan hanya membaca Al-Qur’an dan berhenti di sana. Lebih dari itu, kita harus merenungi makna dan mengamalkannya, sehingga kita bisa menjadi hamba yang mengambil manfaat dari ayat-ayat Al-Qur’an.

Adapun orang-orang yang hanya membaca Al-Qur’an dan tidak mengamalkannya, maka Al-Qur’an itu akan menuntutnya pada hari kiamat. Rasulullahshallallahu ‘alaihiwasallam bersabda,

وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

“Al-Qur’an itu akan menjadi hujjah yang membelamu atau yang akan menuntutmu” (HR. Muslim no. 223).

Al-Qur’an menjadi hujjah yang membela kita, jika kita mengamalkan kandungannya. Al-Qur’an akan menuntut kita, jika kita tidak mengamalkannya. Sesungguhnya Al-Qur’an akan menjadi musuh pada hari kiamat bagi orang-orang yang membaca dan menghafalnya saja, namun menyelisihi dan tidak mengamalkannya.

Al-Qur’an bisa jadi berada di depan kita, menunjukkan kita kepada jalan kebaikan dan menuntun kita menuju surga. Al-Qur’an juga bisa jadi berada di belakang kita yang akan menarik kita ke dalam neraka.

Allah Ta’ala berfirman,

وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ

“Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya)”(QS. Al-An’am [6]: 19).

Sudahkah totalitas kita meyakini al-Qur'an dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat ? Atau jangan-jangan kita adalah manusia yang justru bukan dihukumi tetapi menghukumi al-Quran. Membedakan ayat dengan ayat yang lainnya.

Padahal ketika kita tidak meyakini satu ayat saja yang ada dalam al-Qur'an sejatinya sama dengan tidak meyakini seluruh ayat al-Qur'an.
Adalah salah ketika meyakini 
perintah sholat yang terdapat dalam Qs Al Baqarah : 34 dan 110.

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

"Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'

Namun kita mengabaikan ayat Allah yang lainnya dalam penerapan hukum syariat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfia :

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah (cambuklah) tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera (cambuk)”. [An-Nûr/24:2]

Atau kita beranggapan di era zaman saat ini, mau tidak mau terjerat ekonomi riba adalah genting. Maka sama halnya kita menginggkari perintah Allah sebagaimana firman - Nya :

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. [al Baqarah : 275].

Ramadhan sejatinya mendekatkan diri dengan al-Qur'an tidak hanya di baca, dihafal. Sekalipun itu adalah amal sholeh yang menjadi kemuliaan di akhirat kelak. Tapi tidak kalah pentingnya adalah menjadikan ayat al-Qur'an tersebut hidup dalam jiwa dan kehidupan umat manusia dengan menjadikan setiap permasalahan merujuk kepada al-Quran bukan kepada kecerdaaan akal manusia yang sifatnya pasti terbatas.

Hukum penerapan syariat dalam bingkai khilafah adalah perintah Allah SWT. Mengingkarinnya maka sama dengan tidak menjadikan Al-Quran sebgai pedoman hidup manusia. Karena syariat yang ada di dalam al-Qur'an hanya bisa totalitas diterapkan ketika khilafah tegak di muka bumi ini. Wallahu A'lam. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version