View Full Version
Sabtu, 30 Jun 2018

Koalisi Keumatan dan Formalisasi Syariat

Oleh: Arin RM, S.Si*

Kesadaran umat akan Islam kian meningkat. Serentetan Aksi Bela Islam yang berlangsung sejak akhir 2016 silam adalah buktinya. Ghirah dan semangat umat terus dipupuk sejak peristiwa tersebut.

Hingga nyata terasa ketika pada tahun 2017 kesadaran membulat dan berhasil memenangkan kaum muslim dalam pemilihan kepala daerah di berbagai wilayah.

Tak ayal, kesatuan ini membuat beberapa pemain politik berwacana untuk kembali menyukseskan pemilihan kepala negara dengan mengusung ide koalisi keumatan. Bahkan peluang terbentuknya koalisi keumatan dinilai terbuka lebar (nasional.sindonews.com, 04/06/2018).

Pembina Persaudaraan Alumni (PA) 212, Habib Rizieq Shihab, sendiri mengamanahkan untuk terus mendorong agar terealisasinya deklarasi terbuka koalisi keumatan (republika.co.id, 03/06/2018).

Sebuah nilai positif, bahwa umat Islam Indonesia bisa satu suara untuk kepentingan agamanya. Sebuah kemajuan luar biasa ketika umat yang beragam ini bisa satu komando di bawah pekikan takbir dan kibaran panji Islam.

Nilai positif dan kemajuan ini bukanlah sesuatu yang kecil. Ia adalah capaian luar biasa di tengah derasnya pelemahan terhadap umat Islam oleh musuh-musuhnya. Kesatuan ini pasti akan bisa menjadi lebih hebat tatkala umat semakin kuat dengan formalisasi syariat.

Mengapa demikian? Sebab sejatinya segala problematika yang dihadapi oleh umat Islam saat ini, termasuk potensi dikuasainya umat oleh kafir adalah akibat dari jauhnya umat dari syariat. Dan sudah jamak dipahami bersama bahwa Islam hanya akan jaya jika menjalankan syariat agamanya. Semakin jauh, semakin tak mengenal bagaimana pengaturan syariat menyelasaikan urusan kehidupan yang beraneka ragam.

Semakin dalam pula umat akan masuk pada aturan buatan manusia, yang mayoritas berasal dari Barat, yang kebanyakan berlawanan dengan ajaran syariat. Sehingga tidak salah jika dikatakan umat lemah tanpa syariat.

Oleh karenanya, kesadaran umat akan pentingnya syariat inilah yang perlu terus disuarakan. Sadar bahwa sebenarnya kesatuan umat akan langgeng tatkala ikatan yang menyatukan mereka adalah ikatan aqidah. Aqidah yang sama-sama melahirkan kemauan kuat menjadikan Islam sebagai aturan formal. Menjadikan Islam dijalankan sebagai paket lengkap terlaksananya syariat.

Sehingga apabila ada wacana penyatuan kembali umat Islam dalam wadah koalisi keumatan, maka penerapan syariat lah yang harus diusung. Agar kemenangan yang diraih oleh umat lebih dari sekedar kemenangan kekuasaan belaka. Agar umat benar-benar bisa merasakan bedanya hidup dalam alam sekuler dan alam penerapan sistem syariat.

Sebab, sejarah Indonesia beberapa tahun lalu pun telah mengajari kita. Bahwasannya kemenangan penguasa muslim yang tidak disertai oleh kemenangan penerapan syariat belum tuntas menjadikan umat Islam berdaulat dan bermartabat.

Umat masih sama dalam cengkeraman kapitalis. Kekayaan alam terus dijarah. Permainan politis masih diwarnai kepentingan. Nuansa pergaulan nan hedonis masih berjalan. Dan ujungnya kemaksiyatan masih sulit dihentikan.

Ibarat kata, mobil yang sebenarnya rusak parah masih terus dipertahankan dan hanya diganti sopirnya yang ideal. Meski piawai berkendara, tapi tidak bisa melaju kencang. Oleh karenanya, penting menjadikan agenda penerapan syariat sebagai fokus koalisi keumatan. [syahid/voa-islam.com]

*freelance author, member of TSC


latestnews

View Full Version