View Full Version
Senin, 09 Jul 2018

LPG Non Subsidi: Neoliberalisme Kian Mencengkeram Umat

Oleh: Rospala Hanisah Yukti Sari

(Mahasiswi PPs Pendidikan Matematika UNY)

Indonesia kini telah diambang kerusakan dalam berbagai lini kehidupan. Berbagai problematika umat kian hari kian memprihatinkan. Harga bahan pokok naik hingga membuat umat kian kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.

Kemudian, hal ini disusul dengan dikeluarkannya LPG Non Subsidi yang dibandrol dengan harga hingga Rp 39.000,00 pada Tanggal 01 Juli 2018 kemarin.

Menurut Plt Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, LPG non subdidi tersebut nantinya akan dijual bebas kepada masyarakat. Artinya baik masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) maupun yang mampu membelinya.

Padahal sebelumnya, terjadi kelangkaan pada LPG melon 3 kg. Menurut Kepala Perwakilan Ombudsman Perwakilan Bangka Belitung, Jumli Jamaluddin mengatakan bahwa sejak Februari 2018, terjadi kelangkaan gas LPG 3 kg. Menurut masyarakat, kelangkaan terjadi karena penggunaan LPG tidak tepat sasaran. Banyak LPG yang dijual ke pengecer dengan harga tinggi (HET) sehingga menyulitkan masyarakat untuk mengakses LPG murah.

Dengan dikeluarkannya LPG Non Subsidi, semakin ‘mulus’nya arus neoliberalisme yang telah digadang oleh para kapitalis untuk mencengkeram kuat terhadap negeri-negeri muslim. Dengan kapitalis-neoliberalisme, negara hanya berperan sebagai regulator saja. Kemudian, baik swasta dalam negeri maupun swasta asing dapat melakukan privatisasi terhadap SDA yang ada di Indonesia, termasuk LPG.

Dengan demikian, terjadi pergeseran peran negara yang seharusnya berkewajiban melindungi kepentingan dalam negeri dan pengelolaan SDA, menjadi pelindung kepentingan asing dan berperan sebagai produsen. Alhasil, bukan lagi kesejahteraan terwujudkan, namun malah terjadi kesenjangan sosial yang kian memprihatinkan.

Adapun dalam Islam, LPG merupakan salah satu dari kepemilikan umum yang  wajib diatur oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada umat untuk kesejahteraan masyarakat, baik dalam bentuk pengelolaan kesehatan, pendidikan, keamanan dan penyediaan fasilitas umum masyarakat seperti masjid, jalan raya, lapangan dll.

Jika negara belum bisa mengelola SDA tersebut, maka dapat bekerjasama dengan swasta dengan bentuk mengontrakkan pengelolaannya dengan akad kontrak kerja bukan dalam konsesi bagi hasil.

Negara wajib mengurus energi sebaik-baiknya dalam kerangka mengurusi pemenuhan kebutuhan umat sehingga umat mendapatkan kemudahan dalam akses LPG. Adapun jika dalam negara tidak tersedia sumber energi yang melimpah, pemerintah wajib berusaha untuk memenuhinya dengan cara yang paling efisien sehingga memudahkan umat dalam menjalankan syariat.

Adapun negara wajib mendorong perusahaan-perusahaan energi seperti minyak, gas batubara, panas bumi, air, nuklir dan biofuel untuk dijadikan bahan bakar ataupun listrik agar tumbuh dan kreatif serta beroperasi sesuai dengan syariah islam.

Untuk menjalankannya, negara dapat memberikan bantuan pinjaman dana kepada perusahaan-perusahaan agar bisa beroperasi. Selain itu, melindungi perusahaan-perusahaan tersebut dengan cara mencegah perusahaan-perusahaan asing untuk beroperasi dalam negara yang dapat mengancam eksistensi perusahaan-perusahaan dalam negeri.

Adapun solusi yang terakhir adalah menyatukan kekuatan energi dan SDA negeri-negeri muslim di seluruh dunia. Negeri-negeri muslim memiliki potensi energi dan SDA yang melimpah baik LPG, batubara, minyak dunia, dll, dimana SDA di negeri-negeri muslim memiliki cadangan lebih dari 50% dari total kebutuhan dunia setiap hari.

Jika dikelola dengan syariat islam, maka bukan tidak mungkin akan terbentuk kekuatan global baru yang akan menyaingi kekuatan global yang sekarang yaitu Amerika Serikat dengan ideologi kapitalismenya.

Solusi tersebut hanya mungkin jika negeri-negeri muslim mencampakkan ideologi batil yaitu ideologi kapitalisme-liberal dan menyatukan kekuatan negeri-negeri muslim dalam satu negara yang bernama Khilafah yang merupakan tuntunan dari Rasulullah SAW dan juga merupakan bagian dari ajaran Islam.  Insya Allah. Wallahu’alam bi Shawab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version