View Full Version
Senin, 09 Jul 2018

Ketenaran Instan Yang Berdaya Rusak Instan

Oleh: Kaelani Dewi (Akademi Menulis Kreatif)

Jagat belantara medsos kita tengah diguncang aplikasi berbagi video dikalangan anak-anak pelajar dan remaja. Demam Tik Tok tengah melanda mereka.

Di mana aplikasi ini secara instan telah melahirkan selebriti-selebriti dadakan. Yang dipuja dan dieluk-elukan. Dan kali ini yang menjadi primadona adalah Bowo Alpenlible. Lelaki belia berusia 13 tahun ini telah menjadi figur selebritas instan di jagat  per Tik Tok an.

Akunnya telah diikuti oleh ratusan ribu follower yang didominasi oleh kaum hawa. Para penggemarnya ini tak hanya fanatik, tetapi juga alay dan terkesan  sangat mengabaikan akal sehat saat mengidolakan pujaannya.

Hal tersebut terindikasi dari beberapa akun para penggemarnya.  Ada yang rela menjual ginjalnya demi untuk bertemu sang idola. Ada yang sebegitu pasrahnya kehilangan syurga demi  menyerahkan keperawananya untuk  si Bowo. Bahkan ada yang dengan jumawanya menyeru untuk membuat agama baru dengan menjadkan Bowo sebagai Tuhannya.

Astaghfirullah, ketenaran instan yang didulang sang idola dengan berbekal unggahan video berdurasi sekian detik, telah mampu membius dan merusak ribuan remaja lainnya secara instan pula.

sudah sedemian rusakkah kepribadian generasi muda kita, khususnya para remaja muslimahnya. Sudah putuskah urat malu mereka. Sehingga demikian vulgarnya mengumbar kata-kata serta menodai aqidah. Bukankah malu adalah sebagian dari iman. Lalu kemana raibnya rasa malu mereka.

Fenomena generasi alay yang mengabaikan identitas dirinya ini bukanlah sesuatu yang tiba tiba terjadi layaknya cendawan yang tumbuh di musim penghujan. Mereka ini terlahir hadir dari kemajuan teknologi yang kebablasan serta rusaknya sistem sekular yang mengagungkan kebebasan.

Sistem sekular yang diterapkan saat inilah sumber dari berbagai kerusakan yang menimpa generasi. Karena aturan agama telah sengaja dipisahkan dari semua sendi kehidupan, sehingga agama tidak diijinkan melindungi pemahaman dan perilaku remaja saat ini.

Hasilnya, generasi kekinian pun sangat mudah terbawa arus perilaku negatif termasuk gaya fanatik yang membabi buta pada profil figur sang idola.

Faktor lain yang turut menyumbang rusaknya generasi ini adalah penerapan sistem kapitalisme yang selalu berambisi untuk meraup keuntungan besar. Penggunaan media yang menguntungkan para kapitalis tidak selalu memperhatikan bagaimana dampak media itu bagi generasi.

Penggunaan media tanpa batas terutama sosmed di kalangan remaja terus dieksplor untuk memenuhi hasrat para kapital. Terbukti saat aplikasi Tik Tok sejenak diblokir, namun karena desakan para kapitalis yang tak ingin merugi akhirnya aplikasi ini dibuka kembali aksesnya dengan catatan memperbaiki konten aplikasi.

Andai saja penguasa serius terhadap generasi ini, maka seharusnya ada kontrol yang ketat terhadap semua media yang diakses remaja. Karena konten negatif bukan hanya ada di aplikasi Tik Tok. Bertebaran aplikasi lain di dunia maya yang lebih merusak remaja yang dengan mudahnya  dapat  mereka akses selama ini.

Jika kesemua kita benar-benar tulus ingin menyudahi semua kebobrokan ini, maka sistem kapitalis-sekuler harus segera kita tinggalkan, dan segera beralih pada penerapan sistem Islam yang akan memberikan kemaslahatan bahkan bagi seluruh umat manusia.

Sebuah sistem yang tak hanya menyelamatkan tetapi juga memuliakan seluruh alam. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version