View Full Version
Jum'at, 13 Jul 2018

Islam Nusantara adalah Membingkai Islam dengan Kebudayaan Nusantara

Oleh: Ahmad Salimin Dani (Pengurus DDII Bekasi)

Gagasan Islam Nusantara secara fundamen hadir dalam rangka untuk mensinkronkan Islam dengan budaya dan kultur Indonesia.

Artinya, secara kultural Islam Nusantara seolah ingin mengajak umat untuk mengakui dan menerima berbagai budaya leluhur sekalipun budaya tersebut kufur.

Karena bagi mereka, Islam di Indonesia adalah agama pendatang yang harus patuh dan tunduk terhadap tradisi dan budaya Nusantara. Sehingga Islam "wajib" di-akulturasikan dengan nilai-nilai kultural yang dianggap telah mapan dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Tak peduli sekalipun konten budaya itu sesat ataupun menabrak syariat.

Pokoknya, di Indonesia Islam harus "Kawin" dengan budaya, tak peduli sekalipun maharnya adalah hoax.

Senada dengan apa yang dikatakan Dr. Azyumardi Azra. Bahwa Islam Nusantara merupakan hasil interaksi antara Islam Rahmatan Lil'alamiin dengan realitas sosial budaya, dan agama di Indonesia.

Dari terminologi itu, maka kita diajak paham apa sebenarnya keinginan mereka.

Yakni, di Indonesia, keluhuran nilai Agama, khususnya Islam, wajib menyesuaikan dengan kehendak dan kuasa budaya.

Artinya, jika di satu wilayah terdapat budaya memakan Riba, maka Islam harus menjadi jalan tengah untuk menciptakan riba syariah.

Jika di Pulau Jawa ada budaya pemujaan berhala, penyembah pohon, penyembah keris, dan peminum air cucian kyai, maka Islam pun harus siap mencipta fatwa, syirik syari'ah.

Demikian pula jika di satu kampung terdapat budaya komunitas homo. Maka Islam wajib melindungi mereka dengan membuat Fiqh homo syari'ah.

Begitu pula kultur budaya judi dan perzinahan. Islam wajib memfasilitasi itu dengan membuat Mazhab "Poros Tengah" yang membahas tentang judi dan zina yang sesuai syariat dengan kadar dosa minimalis dan alakadarnya.

Lalu pertanyaannya,, bolehkah itu dilakukan?

Maka saya katakan: BOLEH! TETAPI YANG MENGIKUTINYA SESAT DAN MURTAD!

Perhatikan...

“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama (Islam). Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan” (QS. Al Baqarah: 256).

Jadi, silakan tentukan pilihan dan hendak kemana akan berjalan. Perintah dan larangan telah khatam diturunkan, dan risalah pun telah final disampaikan.

Beragam kisah pun telah diceritakan. Bagaimana kelak nasib manusia yang tetap dalam iman dan keta'atan. Dan bagaimana nasib mereka yang berbalik ke dalam kekufuran dan kebodohan.

Jadi ya silakan. Islam tidak akan dirugikan dengan menjamurnya fikrah-fikrah sempalan.

Demikian pula Allah dan Rasul-Nya, sekali-kali tidak sedikitpun kehilangan keagungan dengan kemunculan manusia-manusia edan.

Lagi pula,, bumi Allah ini masih terlalu luas untuk menerima jasad manusia-manusia yang kurang Waras.

Satu saja nasihat saya bagi mereka para pegiat dakwah Islam Nusantara agar dakwahnya diterima masyarakat Indonesia.

Yakni, cobalah kaffah dan istiqamah serta konsisten dalam menghayati gagasan ide dan Fikrah.

Jika merasa diri sudah mantap mendeclare slogan "ANTI ARAB". Maka janganlah menggunakan nama-nama yang berbau ke Arab-araban.

Mulai sekarang, datangi Disdukcapil untuk mengganti nama di akta kelahiran yang berbau kearab-araban dengan warna ke-nusantaraan. Dan ganti cara solat kalian yang masih mengikuti tuntunan Nabi Muhammad SAW yang berasal dari bangsa Arab dengan cara dan bahasa nusantara.

Karena ide Islam Nusantara menjadi kurang greget jika para penyampai Islam Nusantara masih mengemban nama-nama Arab seperti (Contoh) : Said, Siradj, Abshar Abdalla, Nadirsyah, Hosein,

Cobalah berpikir dan bertafakur untuk mulai mencari nama-nama yang ala-Nusantara. Seperti: Burayot, Bushiat, Nganjuk, Ngutang, Ngasbon, Ngojay, Ngopi, dan lain sebagainya. Saya yakin anda penggiat Islam Nusantara PUAS! [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version