View Full Version
Sabtu, 23 Feb 2019

Penguasa Dusta, Haruskah Memilihnya?

Oleh. Sofia Ariyani, S.S 

 

Gonjang-ganjing terjadi di dunia maya beberapa hari ini. Penguasa negeri ini sekaligus calon presiden melontarkan kebohongan terhadap publik dalam ajang debat ke-2 capres 2019, Minggu (17/2/2019). Ujungnya, pelaporan capres nomor urut 01 yang dilakukan oleh koalisi masyarakat anti hoax.

Menurut Eggi Sudjana selaku kuasa hukum koalisi ada 3 kebohongan yang dinyatakan oleh capres nomor urut 01. Dari Kompas.com Eggi menjelaskan, kebohongan publik yang dijadikan sebagai barang bukti adalah pernyataan Jokowi di antaranya mengenai tentang impor jagung, infrastruktur internet, dan kebakaran hutan.

Dalam debat, Jokowi mengungkapkan tahun 2018 pemerintah mengimpor jagung sebanyak 180.000 ton. "Padahal data sahih menunjukkan impor jagung semester 1 saja 331.000 ton dan total impor jagung tahun 2018 sebesar 737.228 ton," ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, Jokowi juga diduga menyampaikan kebohongan lewat pernyataannya mengenai infrastruktur internet jaringan 4G yang sudah 100 persen di Indonesia bagian barat, tengah, dan 90 persen di timur.
"Padahal data menunjukkan kurang dari 20 persen kabupaten dan kota bisa mengakses sinyal 4G. Itu data dari mana?" papar Eggi.

Ketiga, seperti diungkapkan Eggi, soal kebakaran hutan. Jokowi menyatakan sejak 2015 tidak pernah terjadi kebakaran hutan, namun faktanya tahun 2016-2018 telah terjadi kebakaran lebih dari 30.000 hektare lahan hutan.

Melihat kontestasi elektoral 2019 ini begitu sengit, betapa pertarungan narasi hingga pencitraan demi meraup suara rakyat dilakoni sang calon pemimpin. Tak ayal berita-berita hoax hingga memanipulasi data pun dilakukan. Jika melihat rekam jejak petahana mulai dari kampanye 2014 hingga hari ini banyak janji-janji manis yang ditebar namun faktanya nol besar. Syukurlah, rakyat hari ini sudah cerdas melihat dunia perpolitikan negeri ini yang berimbas pada menurunnya elektabilitas terhadap pasangan capres-cawapres nomor urut 01. Melihat itu capres 01 bermanuver dengan memanipulasi data demi menaikkan angka pemilih.

Inilah sistem pemilihan ala demokrasi. Demi melanggengkan kepentingan partai berbagai manuver dilakukan demi meraup suara rakyat tak pandang caranya, halal ataukah haram. Kebohongan data jelas-jelas kesalahan fatal, membohongi rakyat dan melukai hati rakyat, belum lagi menjadi blunder bagi pihak petahana. Namun agaknya pihak petahana tak peduli akan itu. Sudah diawali dengan kebohongan lalu ditutupi dengan kebohongan yang lain, dan akan menambah kebohongan-kebohongan berikutnya. Fatalnya lagi para pendukungnya bukannya mengingatkan untuk tidak berdusta malah membela.

Ternyata fenomena ini telah terucap dari lisan mulia Nabi Muhammad Saw berabad yang lalu: “Akan ada setelah (wafat)ku (nanti) umaro’ –para amir/pemimpin—(yang bohong). Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui) kebohongan mereka dan membantu/mendukung kedhaliman mereka maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak (punya bagian untuk) mendatangi telaga (di hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak masuk pada mereka (umaro’ bohong) itu, dan tidak membenarkan kebohongan mereka, dan (juga) tidak mendukung kedhaliman mereka, maka dia adalah dari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan mendatangi telaga (di hari kiamat). (Hadits Shahih riwayat Ahmad dan An-Nasaa’i dalam kitab Al-Imaroh).

Jelas di dalam Islam berbohong atau dusta adalah perkara dosa. Apalagi seorang pemimpin yang berdusta terhadap rakyatnya. Apa yang diandalkan dari seorang pemimpin yang gemar berdusta? Tidak ada yang bisa diandalkan kecuali kehancuran yang akan terjadi.

Menjadi seorang pemimpin adalah menanggung jawab amanah yang luar biasa, mengurusi seluruh kebutuhan rakyat juga alam negerinya. Harus benar-benar pemimpin yang amanah yang mampu memikul beban rakyat. Tak cukup membekali diri dengan kecakapan-kecakapan, lebih utama yaitu membekali diri dengan keimanan kepada Sang Maha Penguasa alam raya. Iman inilah yang menjaganya dari berbuat dusta dan dzalim. Karena Allah SWT tidak akan mensucikan pemimpin yang dusta lagi dzalim.

Jauh-jauh hari baginda Muhammad Saw telah mengabarkan umatnya:

"Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan Dia tidak akan mensucikan mereka: orang tua yang berzina, raja yang suka berdusta, dan orang miskin yang sombong.” Ini hadits shhih, dikeluarkan oleh Muslim dari AbiBakrah bin Syaibah, dari Waki’ dan Abi Mu’awiyah. Dan tambahan dalam riwayat Abi Mu’awiyah: , “Dan Tidak akan dilihat oleh Allah. Dan bagi mereka adzab yang pedih”. (Syarhus Sunnah oleh Al-Baghawi 13/168).

"Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka." (HR. Ahmad)

Jika katanya penguasa itu takut terhadap Allah SWT maka seharusnya dari awal memimpin ia mau menerapkan aturan dari Allah SWT semata bukan menerapkan aturan manusia dan tidak berdusta kepada rakyatnya yang jelas-jelas melihat sendiri keingkaran janji-janjinya.

Dan seyogyanya aktivitas menasihati penguasa dijalankan agar penguasa tidak menyimpang dalam menjalani tanggung jawabnya sebagai pelindung dan pengayom rakyat. Mengkritik atau menasihati kebijakan yang tidak pro-rakyat adalah jihad yang paling utama.

“Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang adil di depan penguasa atau pemimpin yang zhalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Islam sebagai agama nasihat, semestinya pula pemimpin menerima kritikan-kritikan dari rakyatnya apalagi ia pun seorang muslim bukan malah membungkam orang-orang yang menasihati atau mengkritiknya.

Wallahu’alam bishawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version