View Full Version
Rabu, 19 Jun 2019

Mengakhiri Bencana Akibat Kapitalisasi Tambang

Oleh:

Yulida Hasanah*

 

BENCANA yang terjadi di hari sukacita kembali menghampiri bagian wilayah negeri kita. Yang seharusnya semua muslim bergembira merayakan Idul Fitri di seluruh pelosok negeri, memakai pakaian paling bagus yang dimiliki, bertakbir dan bertahmid mengagungkan Asma Ilahi Robbi. Sayang, hal ini tak bisa sepenuhnya menghiasi Idul Fitri di Konawe Utara, provinsi Sulawesi Tenggara.

Merintih kelaparan, menjadi gambaran menyakitkan dari kondisi Masyarakat tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Oheo, Wiwirano dan Langgikima yang terdampak banjir bandang dahsyat di Kabupaten Konawe Utara (Konut). Banjir bandang yang menyerbu Konawe utara sejak tanggal 2 Juni hingga 10 Juni 2019 kemarin terus memakan korban, tercatat hingga tanggal 12 Juni sudah 4.095 jiwa mengungsi dan dalam kondisi yang sulit untuk mengakses bantuan pangan maupun logistik. (KENDARIPOS.CO.ID).

Bencana besar ini, tak luput dari perhatian banyak pihak untuk mendalami penyebab terjadinya banjir bandang tersebut. Bahkan secara garis besar, beberapa pihak menyimpulkan penyebab terjadinya banjir karena adanya aktivitas puluhan perusahaan tambang nikel maupun perkebunan sawit. Hal ini berdasarkan data Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra, ada puluhan perusahaan tambang beroperasi di otorita Ruksamin-Raup tersebut. Tanah yang digarap juga cukup luas, bisa sampai puluhan ribu hektar.

Beberapa diantaranya, PT Elit Kharisma Utama yang berlokasi di Lasolo dan Langgikima. Luas area garapan mencapai 496 hektar. Ada juga PT Nusantara Konawe Nikel yang beroperasi di Lasolo dan Langgikima. Luas area garapan mencapai 373 hektar. PT Cipta Jaya Surya lebih luas lagi garapannya mencapai 3.029 hektar. Lokasinya di Molore dan Langgikima. Semua titik yang menjadi lokasi pertambangan terdampak banjir.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara pun tak menampik adanya “kontribusi” perusahaan tambang dan perkebunan sawit sebagai penyebab terjadinya banjir di Konut.

Bahkan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara Saharudin berkata, sepanjang 2009 sampai 2012 saja sudah terdapat 71 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Konawe Utara, dan 68 di antaranya merupakan izin pertambangan nikel, sisanya izin pertambangan batu kapur, emas, serta kromit. Dan sampai sekarang itu untuk dua izin, pertambangan dan kelapa sawit, itu kawasan hutan yang habis itu, yang sudah ditambang dan dibuka itu sudah 38.400 hektare. (Tirto.id).

Kondisi tersebut diperparah karena sebagian besar tambang di Konawe Utara beroperasi secara ilegal alias tidak berizin dan tidak tercatat. Namun, tetap berlenggang dengan aktivitas menambangnya.

Selain itu, Direktur Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar menilai bahwa krisis lingkungan yang terjadi akibat tambang, tidak lepas dari praktik korup dalam proses perizinannya. Sebab, izin usaha pertambangan kerap kali digunakan sebagai "jualan" oleh para pejabat di daerah, termasuk kepala daerah.

Pendapat Melky bukan tanpa dasar. Pada 2017 lalu, misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mentersangkakan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman. Ia diduga menerima suap Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan pertambangan untuk memuluskan perizinan selama menjabat sebagai bupati periode 2007-2009.

Setali tiga uang, Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam pun juga bermain dengan izin tambang, diduga telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp2,7 miliar dan menerima gratifikasi Rp40,2 miliar dari Richcorp International Ltd.

Inilah kerjaan para kapitalis yang sayang seribu sayang, saat ini para pejabat yang notabene adalah pemegang kebijakan, malah “terhipnotis” dengan buaian kapitalis berupa tetesan –tetesan manfaat materi yang mereka berikan, hingga pejabat negeri inipun lupa daratan, dan yang diingat hanyalah hasrat untuk meraih keuntungan.

Adapun para pejabat yang sudah divonis oleh hukum, maka hal itu hanyalah solusi semu yang takkan memutus mata rantai penambangan di Konut oleh para kapitalis. Sebab, mereka akan kembali menawarkan remah-remah dari keuntungan hasil tambang kepada pejabat-pejabat baru. Dan tentu saja, hal ini tak hanya terjadi di Sulawesi saja, namun juga mewabah di daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alamnya.

Ini bukan perkara pesimis akan tersolusinya problem krisis lingkungan yang menyebabkan banjir Konut, namun ini adalah perkara bagaimana menyelamatkan negeri ini dan sumber daya alam berupa tambang yang luar bisa besar jumlahnya agar bisa dikelola dengan baik tanpa mengorbankan rakyat dan lingkungan sekitarnya. Sekaligus bagaimana agar penguasa negeri ini mampu mengelola SDA yang ada secara mandiri untuk kesejahteraan rakyatnya, bukan hanya kesejahteraan pribadinya saja.

 

Islam Solusi Pembawa Rahmat

Tidak akan sengsara, umat manusia yang mengambil Islam sebagai keyakinan dan aturan hidupnya, termasuk menjadikan Islam sebagai solusi atas problematika yang dihadapi manusia di dunia. Sebab, Allah SWT Sang Pencipta dan Pengatur alam, kehidupan dan manusia telah menjadikannya sebuah agama yang Rasulullah bawa sebagai rahmat bagi alam semesta dan seisinya. Dan ini adalah kalam Allah yang tidak akan pernah lekang dimakan masa.

Barang tambang diberikan Allah untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Dalam Al Quran, hal ini dijelaskan dalam beberapa ayat, antara lain dalam QS. Ar Ra’d (13): 17, yang artinya:

”Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan- perumpamaan” (QS al-Ra’d [13]:17).

Selain itu, dalam ayat yang lain, Allah SWT juga telah mengabarkan:

“Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al-Hadid [57]:25)

Pengelolaan sumber daya alam tambang harus tetap menjaga keseimbangan dan kelestariannya. Karena kerusakan sumber daya alam tambang oleh manusia harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Prinsip ini didasarkan pada ayat Al Qur’an surat Ar Ruum ayat 41 yang artinya :

“Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Selain itu, hal ini dijelaskan pula dalam ayat lain, yaitu :

“Dan janganlah kalian membuat kerusakan di atas muka bumi setelah Allah memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut tidak diterima dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. (TQS. Al-A’raf: 56)

Dari dalil-dalil inilah, seharusnya dijadikan prinsip bagaimana menyelamatkan tambang dan rakyat dari kerusakannya. Terlebih, dalil di atas bukan ditujukan untuk satu individu saja, namun ditujukan kepada seluruh umat dan para pemimpinnya agar kembali kepada Islam sebagai satu-satunya jalan Rahmat dan jalan Selamat.  Wallaahua’lam.* Penulis adalah Anggota FORSIMA (Forum Silaturahmi Ustazah dan Muballighoh) tinggal di Kabupaten Jember.

 


latestnews

View Full Version