View Full Version
Senin, 15 Jul 2019

Madrasah Dikembangkan Melalui Utang, Nilai yang Tak Sebanding

PENDIDIKAN agama merupakan pendidikan yang sangat urgen bagi anak-anak dan muda-mudi kaum muslimin, dengan belajar agamalah bisa mengenal Tuhannya. dengan adanya pendidikan agama akan membagun karakter mereka menjadi sosok manusia bernilai tinggi yang akan berguna di dunia dan di akhirat.

Sungguh mulia orang-orang yang ingin memperdalam ilmu agamanya dan salah satu penopang negara kita Indobesia adalah sosok para ulama yang penempuh pendidikan agama. Oleh karena itu sekolah-sekolah agama ata madrasah-madrasah harus selalu dijaga mutu  pendidikannya agar generasi yang dicetak adalah generasi yang berguna. Amat menggembirkan pula kalau pemerintah peduli dengan hal tersebut dan mau mendanai madrasah-madrasah negeri maupun sawsta dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pembangunan yang akan membuat kenyaman bagi siswa-siswi.

Namun, sayang sekali  jalan yang ditempuh pemerintah untuk mendanai dan membantu madrasah-madrasah di negeri kita adalah dengan jalan utang. Segunung utang sudah menumpuk mengapa harus jalan ini lagi yang dipilih? Apakah negara kita tidak memiliki dana sehingga harus menghutang? Negeri yang begitu kaya bagaimana bisa semiskin ini?

Membahas tentang faktanya, Kemenag telah mengusulkan program peningkatan kualitas madrasah melalui skema Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) Bank Dunia. Bank Dunia memberikan pinjaman senilai Rp 3,7 triluin, dana ini akan menyasar sampai ke 50.000 madrasah,  sebanyak 3.900 Madrasah ( MIN, MTsN, MAN, MAKN ) di 34 provinsi, 46.100 madrasah swasta (MI, Mts, MA, MAK) di 34 Provinsi  dan 514 Kabupateen/Kota, dan 174.534 guru dan tenaga kependidikan  ( Kepala madrasah, Pengawas, Laboran, dan Pustakawan) di madrasah negeri dan swasta pada level MI, NTs, MA, dan MAK di 34 provinsi dan 514 Kabupaten, 1.100 kepada calon kepala madrasah dan calon pengawas di 34 provinsi dan 514 Kabupaten/ Kota, 8,2 juta siswa dan siswi MI, MTS, MA, dan MAK, kemudian di manfaatkan kepada staf kantor kementiran pusat, provinsi, dan kabupaten. (REPUBLIKA.co.id.  Selasa, 25 Juni 2019).

Jalan yang dianggap solusi dalam meningkatan mutu pendiikan agama atau madrasah di negara ini bukanlahhal yang sesimpel itu. Banyak hal yang harusnya dipikirkan karena itu bisa berakibat fatal dan memunculkan polemik baru. Coba saja pikirkan tidak munngkin Bank Dunia meminjamkan dana sebanyak itu kalau bukan adanya keuntungan yang ingin didapatkan. Kalaulah dana itu semuanya untuk pendidikan pasti itu akan menyebabkan naiknya anggaran sekolah apalagi yang swasta negeri saja banyak yang mengeluh apalagi yang swasta tentu itu akan terus melonjak naik karena ini adalah masalah utang negara apalagi sistem riba, apakah negara kita sanggup bayar?

Utang LN ini snagat berakibat fatal bagi negara kita adalah salah satu untuk menjajah  Indonesia dari sisi pendidikan. Lihatlah banyak orang yang katanya ulama tapi pemikirannya tidak lurus, banyak aliran-aliran yang lari dari fokusnya dalam berdakwah. Nilai yang tak sepadan dari 3,7 triliun itu, karena lebh banyak mudarat yang didapatkan, dan tentu belum bisa meningkatkan mutu pendidikan seperti yang diharapkan kita pasti tahu niat yang benar harus dilalui dengan jalan yang benar. Bagaimana bisa niatnya untuk mutu pendidikan agama tapi dengan cara utang yang memakai sistem riba.

Begitu banyakkah pengeluaran negara sampai tidak bisa  menyisihkan dana untuk pendidikan? Disaat seperti ini baru ingin ditingkatkan tapi dengan cara utang kemana tanggung jawab negara selama ini. Begitu terabaikan sampai dana sebeser itu harus diluncurkan untuk pembangunan, peningakat mutu pendidik dll. Dengan kekayaan SDA kita yang begitu banyak lebih dari cukup untuk membiayainya termasuk pendidikan gratis. Seperti islam mengayomi umatnya, karena pendidikan adalah hal yang sangat penting harusnya negara mempermudahnya, tapi sekarang malah dipersulit dan semakin sulit setiap tahunnya.

Eka Budi Utari

Mahasiswa UINSU


latestnews

View Full Version