View Full Version
Senin, 15 Jul 2019

Internet Layak Anak, Sekadar Tak Ada Iklan Rokok?

ANALOGI memperbaiki sebuah pohon yang mati atau rusak dari daunnya saja dapat menggambarkan bagaimana kebijakan pemerintah dalam membenahi generasi muda di Indonesia saat ini, terutama anak-anak di bawah umur. Upaya pemerintah ini juga dapat dianalogikan dengan seseorang yang ingin membeli sebuah motor namun membeli bagian-bagian tertentu terlebih dahulu kemudian menyatukannya menjadi sebuah motor setelah semua bagian motor dibeli. Sebagai contoh, seseorang membeli bagian knalpot terlebih dahulu, kemudian membeli roda dan seterusnya hingga semua bagian motor dibeli lalu bagian-bagian tersebut dirakit dengan sekedarnya. Intinya, solusi yang ditawarkan oleh pemerintah tersebut sangat jauh dari kata solutif dan komprehensif. Mengapa?

 Saat ini, banyak pihak mengkhawatirkan iklan rokok bagi kebaikan anak-anak di bawah umur terutama kementerian kesehatan. Menteri Kesehatan, Nila Djuwita, sangat khawatir dengan adanya iklan rokok yang mengandung adegan-adegan yang tidak layak ditonton oleh anak-anak di bawah umur, sehingga beliau meminta iklan tersebut untuk diblokir oleh menteri Komuikasi dan Informatika, Rudiantara. Setelah menteri komunikasi dan informatika mengetahui hal tersebut, beliau berupaya untuk menghubungi menteri kesehatan, Nila Djuwita, untuk mengklarifikasi kembali mengenai bagaimana iklan rokok yang akan ditampilkan. Menteri Komunikasi dan Informatika menambahkan, “Itu ada cara lain, kami sedang bicara juga dengan Facebook Group agar registrasi dari user yang buka akun harus pakai nomor ponsel, karena dengan nomor ponsel kan sudah registrasi. Jadi kita tahu usia sudah 18 tahun atau belum” ujar Rudiantara (Tempo.co, Juli 2019).

Dari fakta tersebut, dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, para menteri hanya memerhatikan permasalahan yang akan terjadi pada anak kecil tersebut tanpa landasan yang syar’i maupun pasti. Pertimbangan mengenai anak-anak di bawah umur dapat terkena dampak yang buruk, seakan-akan menjelaskan bahwa video-video maupun adegan-adegan yang tidak layak tersebut hanya tidak layak atau berdampak buruk bagi anak-anak di bawah umur saja. Para menteri yang memliki kekhawatiran pada masalah ini belum mempertimbangkan kemungkinan terburuk yang juga bisa saja terjadi bagi orang-orang yang tidak berusia di bawah umur.

Kedua, sumber hukum yang bersumber dari pemikiran manusia sendiri terbukti tidak dapat menyelesaikan permasalahan bahkan menyebabkan kekacauan serta permasalahan yang baru. Keangkuhan manusia sebagai makhluk yang lemah serta tidak memiliki daya upaya untuk melakukan lebih apabila tidak diizinkan menyebabkan permasalahan sederhana seperti penayangan iklan rokok menjadi masalah yang sangat besar serta tidak terselesaikan secara sempurna.

Maka, hal tersebut dapat membuktikan bahwa internet layak anak akan sulit diwujudkan sepanjang negara mempertahankan paradigma sekuler demokrasi yang tak mengenal halal haram dan menjauhkan peran agama dari kehidupan. Perdebatan maupun perbedaan pendapat akan tetap terjadi selama paradigma sekuler demokrasi yang masih diterapkan.

Oleh karena itu, sistem Islam adalah satu-satunya sistem terbaik yang mampu menjadi  pemecah setiap permasalahan manusia. Syariat Islam memiliki seperangkat peraturan yang komprehensif dalam penjagaan generasi. Islam memberikan solusi dari segala sisi, tidak hanya iklan rokok yang tidak sesuai dengan norma-norma yang tidak syar’i, Penerapan Islam secara menyeluruh dapat dianalogikan dengan perbaikan pohon dari akar hingga ke ujung daun.

Intinya, Islam memberikan solusi yang solutif dan komprehensif. Maka, permasalahan generasi muda tidak hanya berfokus pada konten-konten yang terdapat di internet, namun hal ini juga berkaitan dengan sistem yang diterapkan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, dan Islam kaffah adalah jawabannya. Wallahu a’lam bishshowwab.

Isra Novita

Mahasiswi Universitas Indonesia


latestnews

View Full Version