View Full Version
Jum'at, 19 Jul 2019

Tanpa Iman, Ilmu Bukan untuk Amal

"Tuntutlah ilmu dari ayunan hingga liang lahat", ungkapan ini sangat sering diucapkan guna memberikan semangat kepada seluruh umat manusia untuk belajar tanpa membatasi usia. Menuntut ilmu dilakukan ketika masih muda ataukah sudah tua renta. Selama nyawa masih dikandung badan, sepanjang itu pula manusia harus terus belajar dan menimba ilmu.

Allah Subhana wa Ta'ala berfirman dalam surah al Mujadalah ayat 11 yang artinya "Allah akan meninggikan orang-orang beriman diantaramu dan orang yang diberi ilmu beberapa derajat". Begitulah janji Allah kepada mereka yang bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Namun dengan mengikut sertakan iman didalam dadanya.

Betapa tidak mendapatkan berita pencabulan santri oleh pimpinan pesantren dan guru yang terjadi di Aceh Utara (kompas.com, 15/06/19) terhadap 15 orang santri membuat geram sekaligus prihatin. Tempat yang seharusnya menjadi pilihan tepat orangtua menitipkan buah hatinya, karena lingkungan yang harusnya baik dan nyaman telah dinodai oleh oknum yang berilmu tanpa iman.

Kasus pelecehan seksual terhadap anak tersebut bukan yang pertama di Aceh. Mirisnya daerah yang menetapkan dirinya menerapkan Syari'at Islam justru menjadi peringkat pertama dalam kasus pelecehan terhadap anak (Merdeka.com, 01/02/15). Sederet kasus terus terjadi peningkatan, seperti yang dilansir ajnn.net (06/09/18) bahwa kekerasan seksual dilakukan lebih banyak oleh orang terdekat dengan korban. Begitupun halnya dengan kasus guru yang mencabuli santri di pesantren ini.

 

Guru agama yang seharusnya memberikan teladan pada peserta didiknya, malah melakukan perilaku menyimpang yang tidak dapat dimaafkan. Kenapa tidak, sebab mereka memiliki ilmu agama yang seharusnya cukup membuat mereka takut untuk berbuat maksiat. Namun sayang ilmu itu hanya digunakan sebagai jalan mencari kehidupan dunia saja dengan topeng akhirat. Maka pantaslah Rasulullah Shalallahu'alaihi wa Salam bersabda "yang aku takuti terhadap umatku ada tiga perbuatan, yaitu kesalahan seorang ulama, hukum yang zalim dan hawa nafsu yang diperturutkan" (HR.  Asy Syihab).

Melihat kasus yang terjadi ini, sudah seharusnya pelaku mendapatkan sanksi yang pantas. Sehingga tidak membuat orang lain berbuat serupa sebagaimana kasus tiruan yang sering terjadi. Pemerintah seharusnya menjadi penanggung jawab utama terhadap perlindungan akidah masyarakat yang rusak. Bukan membiarkan sekularisasi di setiap lini kehidupan. Sebagaimana pembiaran pelaku penyimpangan seksual yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya. Bahkan terus menularkan virus kepada masyarakat, dengan dalih hak asasi kemudian mengais perlindungan dari dalam dan luar negeri.

Hanya dengan diterapkannya Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan oleh negara, maka akidah dan akhlak masyarakat akan selaras tercipta. Tidak seperti pimpinan pesantren dan guru yang zalim tersebut, meninggalkan iman dalam ilmunya. Alhasil amal yang diperbuat sangat jauh panggang dari api.*

Widya Soviana

Pemerhati Masalah Sosial Masyarakat


latestnews

View Full Version