View Full Version
Jum'at, 27 Jan 2017

Salaman dan Cium 'Sayang' Istri Batalkan Wudhu'?

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha,

أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى اَلصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

Bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah mencium sebagian istrinya lalu beliau pergi shalat dan tidak wudhu’ lagi.” (HR. Ahmad)

Dalam riwayat lain di Musnad Ishaq dari Ur'wah, dari 'Aisyah bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam  pernah menciumnya dan berkata, "Sesungguhnya ciuman itu tidak batalkan wudhu'."

Terjadi khilaf tentang keshahihan hadits ini di kalangan para ulama. Ada yang mendhaifkan, ada yang menguatkan dan menshahihkannya.

Dhahir hadits menunjukkan bahwa bersentuhan tangan dan mencium istri tidak membatalkan wudhu'. Jika bersalaman dan menciumnya tadi sebagai bentuk rasa cinta dan sayang; bukan disertai syahwat menggaulinya.

Ini dikuatkan dengan hadits di shahihain yang menerangkan tidurnya 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha yang melintang di tempat shalat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Jika beliau akan sujud maka beliau geser kaki istri tercintanya ini.

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam di Taudhihul Ahkam (I/291) mengatakan, "Menyentuh kulit pada dasarnya bukan pembatal (wudhu'). Tetapi memungkinkan keluarnya pembatal wudhu'. Maka bersentuhan yang biasa yang tidak disertai syahwat tetap barada di atas hukum asal tidak batalkan wudhu'.”

Pendapat yang sangat masyhur dari madhab Imam Ahmad bin Hambal bahwa bersentuhan yang membatalkan wuhdu' adalah bersentuhan dengan disertai syahwat tanpa ada penghalang. Inilah pendapat yang rajih menurut madhab Imam Ahmad ini. Alasannya, karena dikhawatirkan keluar madhi. Karena keluarnya madhi -biasanya- terjadi saat bersentuhannya disertai syahwat.

Adapun pendapat Imam al-Syafi'i, sebatas bersentuhan antara laki-laki dan perempuan itu membatalkan wudhu'. Ini dengan syarat tidak adanya hubungan mahram antar keduanya. Menurut madhab beliau ini, bersentuhannya laki dan perempuan yang masih mahram tidak batalkan wudhu'.

Lalu bagaimana dengan salaman suami istri?

Sebagian ulama dalam memahami istilah pembatal wudhu’ dalam madhab Imam Syafi’i, bersentuhan dengan “Al-mar’ah Al-Ajnabiyah” (Wanita asing) adalah wanita yang bukan mahram dan bukan pasangan sahnya. Maka dari sini, bersalamannya suami istri saat akan pergi ke masjid tidak membatalkan wudhu’.

Ringkasnya, hanya bersalaman dan mencium istri karena sayang tidak batalkan wudhu’. Kecuali menciumnya sebagai muqaddimah jima’ dengan syahwat, maka membatalkan wudhu’. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version