View Full Version
Selasa, 13 Oct 2015

Suriah : Negara Tidak Ada Lagi Orang Tua dan Kehidupan?

DAMASKUS (voa-islam.com) - Kolumnis Robert Fish, bingung ketika datang ke  Suriah, dan penulis telah berusaha menemukan bahasa yang tepat untuk menggambarkan fenomena yang sesuai dengan keadaan yang ada di Sruiah. Melihat kehidupan begitu mengerikan. Belum pernah ia melihat kondisi yang  begitu luar biasa, di manapun kecuali di Suriah.

Secara umum, barangkali kehidupan rakyat Suriah sudah mati rasa (kebal) dengan peristiwa “horor”, dan individu-individu kehilangan sensitifitas, akibat penderitaan yang begitu banyak mereka alami akibat perang. Perang yang berlangsung selama empat tahun telah mengubah seluruh kehidupan mereka.

Barangkali seperti yang digambarkan oleh Dante-esque, perang yang begitu dahsyat, kehidupan layaknya seperti di neraka. Di mana peradaban telah hilang akibat barbarisme dan segala kekejian terus berlangsung, tanpa ada yang melarang, dan bersalah.

Mencari solusi yang efektif menyelesaikan konflik sering kandas, akibat tidak ada lagi sikap moderasi, dan semuanya hanya ditentukan oleh 'hidup atau mati', dan 'menang atau kalah'. Masing-masing berusaha saling memusnahkan. Tidak ada lagi penghargaan kepada nilai-nilai kemanusiaan, seperti belas kasihan, dan memandang kehidupan lebih mulia.

Reporter veteran Robert Fisk menepis anggapan bahwa setiap ada sikap "moderat" yang tersisa di negara itu "telah runtuh lama". Tidak ada lagi kosa kata 'moderat', dan yang ada hanya saling mengalahkan dan membunuh. Itulah yang tersisa di Suriah.

Spektrum yang lebih luas yang tumbuh di Suriah, hanya ada kelompok moderat-radikal. Ini memang sudah ditetapkan oleh Barat sendiri. Menempatkan kelompok-kelompok yang ingin menggulingkan Bashar al-Assad, yang telah membantai ratusan ribu rakyatnya sebagai radikal dan teroris. Sedang negara-negara yang bersedia bersekutu dengan Amerika, Rusia, Iran dan Bashar diberi lebel sebagai kelompok “moderat”. Ini sudah tidak realistik lagi.

Titik ekstrim yang terjadi pemerintahan Bashar al-Assad melakukan “horor” terhadap rakyat dengan menggunakan senjata kimia, bom barrel, dan senjata pemungkas lainnya, sementara itu, IS mengunduh berita-berita pemenggalan atau membakar pilot Yordania, melalui Youtube. IS memberitakan kekejaman mereka melaui jaringan sosial secara luas.

Cara-cara yang dilaukan oleh IS ini, dianggap lebih besar, dibandingkan dengan kejahatan rezim Bashar al-Assad. Sungguh sangat paradok apa yang terjadi antara rezim Bashar al-Assad dengan IS. Belum mereka yang mati penjara-penjara. Ribuan rakyat Suriah yang berada di penjara, bukan hanya mereka disiksa, tapi mereka dibiarkan mati kelaparan, dan hanya tinggal tulang-belulang.

Sekarang rakyat separuhnya lebih dari 16 juta, meninggalkan Suriah. Karena di negaranya sudah ada harapan lagi. Bukan lagi, tempat yang aman, dan bisa menikmati kehidupan dengan keluarga. Anak-anak,perempuan, orang-orang tua, semua menjadi korban “horor' oleh Bashar al-Assad. Tapi, kekejaman ini akan dipertahankan oleh Rusia, Iran, Cina, dan negara pendukungnya. Ini tidak pernah bisa dimengerti lagi.

Suriah sudah bukann lagi layak bagi kehidupan. Negara yang dicabik perang selama empat tahun, itu tidak menyisakan bagi mereka yang sudah berumur tua. Keganasan perang itu sangat luar biasa.

Hasan al-Anbari, yagn berumur 60 tahun, dia harus terkubur hidup-hidup dibawah reruntuhan gedung, yang hancur saat pesawat tempur Bashar al-Assad menjatuh bom barrel. Semua kehidupan berakhir di Suriah. Hanya mereka yang masih sabar dan  yakin akan janji Allah, masih tetap bisa bertahan hidup di Suriah.  (mashadi/aby/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version