View Full Version
Senin, 08 Oct 2018

Berdusta untuk Kebaikan, Bolehkah?

Soal:

Bagaimana kalau berdusta untuk kebaikan ustadz?

Upik - Sumbar

Jawab:

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah dan keluarganya.

Berbohong atau berdusta adalah perbuatan dosa yang sangat buruk di mata Allah dan Rasul-Nya. Pembohong di tengah-tengah masyarakatnya dipandang orang hina. Apalagi yang menjadi korban dari kebohongan.

Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha, ia berkata,

مَا كَانَ خُلُقٌ أَبْغَضَ إِلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْكَذِبِ

“Tidak ada perilaku yang lebih dibenci para sahabat Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam daripada berdusta.” (HR. Ahmad)

‘Aisyah juga telah kabarkan bahwa ketika ada seseorang yang berdusta di sisi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam maka beliau menjauhinya sehingga ia menampakkan taubatnya.

Berbohong atau berdusta akan melahirkan perbuatan-perbuatan buruk. Karena berdusta akan mengotori hati dan membuatnya sakit. Jika hati penuh penyakit ia akan mudah melakukan keburukan dna kejahatan. Karenanya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang berbohong seraya mengabarkan dampak buruknya.

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا

Dan sesungguhnya dusta menunjukkan kepada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa menunjukkan kepada neraka, dan sesungguhnya seseorang yang biasa berdusta ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (Muttafaq ‘Alaih)

[Baca: Pembohong Lebih Sulit Dapat Hidayah]

Ada Bohong yang Dibolehkan

Walaupun berbohong dan berdusta merupakan keburukan yang tercela, namun di sana ada dalil shahih yang mengecualikannya. Yaitu berbohong yang akan mendatangkan kemaslahatan yang besar atau menghilangkan kerusakan yang besar.

Dari Ummu Kultsum binti Uqbah Radhiyallahu 'Anha, ia mendengar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ، وَيَقُولُ خَيْرًا وَيَنْمِي خَيْرًا

Tidak ada kebohongan yang dapat mendamaikan dua orang (yang bertikai), kemudian ia berkata baik dan melebih-lebihkan kebaikan.” (HR. Muslim)

Dalam tambahan riwayat lain, Ummu Kultsum berkata:

وَلَمْ أَسْمَعْ يُرَخَّصُ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ: الْحَرْبُ، وَالْإِصْلَاحُ بَيْنَ النَّاسِ، وَحَدِيثُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا

“Aku belum pernah mendengar Nabi mentolerir kebohongan kecuali dalam tiga kondisi; pada saat perang, mendamaikan perselisihan orang, dan perkataan suami kepada istriny dan sebaliknya.”

Ringkasnya, bahwa dusta atau bohong yang tercela adalah kebohongan yang menimbulkan madharat (keburukan) atau yang tidak menghasilkan kebaikan apapaun.

Adapun berbohong untuk menghasilkan kebaikan atau hindarkan keburukan besar yang tidak mungkin tercapai kecuali dengan berbohong maka dibolehkan. Namun yang terbaik dari itu adalah tauriyah. Tairuyah adalah  menampakkan sesuatu yang bukan dimaksudkan untuk mengelabuhi lawan bicara. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version