View Full Version
Senin, 25 Mar 2013

Mengapa Kita harus Menjadikan Jakarta sebagai Kota Syariah?

MENGAPA KITA HARUS MENJADIKAN JAKARTA SEBAGAI KOTA SYARIAH?

Oleh: Dr.Ir.Muhammad Nanang Prayudyanto, MSc.

Ketua MASYARAKAT PEDULI SYARIAH (MPS) Bekasi

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada hukum Alloh bagi mereka yang meyakini (agamanya)? (QS Al Maaidah: 50)

I. PENDAHULUAN

  • Ibukota negara, Jakarta, kota perjuangan ummat Islam akhirnya menemui babak baru. Pemilu 2012, model demokrasi yang masih saja dipercaya oleh masyarakat Jakarta, menghasilkan pemimpin baru yang sejatinya memusuhi ummat Islam, baik dalam eksistensi amaliahnya maupun keberadaan syiar-syiarnya.
  • Jakarta menjadi kota anti syariah? Kemungkinan Jakarta akan menjauhi rahmat Alloh swt semakin mendekat. “Ummat Islam tidak perlu taat pada kitab suci, tetapi taat pada konstitusi !” demikian pesan syetan itu kepada masyarakat pengagumnya. Maka resmilah Jakarta menjadi  “Kota Tanpa Syariat”. Ditunjukkanlah kekotoran korupsi pejabatnya, dilaranglah syiar pawai kebesaran agama Islam, dipertontonkan kehebatan syetan itu ke seluruh media massa dengan liputan tiap hari tanpa henti. Lalu.. waktu berjalan dan setahun lagi, kemungkinan besar Jakarta akan dipimpin syetan!

II. MENGAPA HARUS BERSYARIAH?

Kewajiban menunaikan Syariat. Ayat-ayat tentang wajibnya melaksanakan hukum Islam ditekankan secara khusus dengan minilik ancaman yang disampaikan Alloh swt terhadap mereka yang menolak, baik secara tertutup maupun terang-terangan.

  • Barangsiapa yang tidak berhukum kepada apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS Al Ma’idah: 44).
  • Barangsiapa yang tidak berhukum kepada apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim” (QS Al Ma’idah: 45).
  • Barangsiapa yang tidak berhukum kepada apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (QS Al Ma’idah: 47).

Sesungguhnya berhukum kepada Syariat Islam wajib hukumnya bagi kaum muslimin –pada permasalahan dan persengketaan yang terjadi pada mereka– dan hal ini merupakan ashlul-iman (pokok keimanan) sehingga orang yang tidak melaksanakannya –ketika wajib dilaksanakan dan ia mampu melaksanakannya– ia kafir, berdasarkan firman Allah:

“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An Nisa’ 65).

Kewajiban mendakwahkan Syariat. Semaraknya harapan kaum muslimin untuk memulai menggunakan hukum Islam saat ini, bukanlah hal yang baru, karena sebelum kafir Belanda datang ke Indonesia, kerajaan Islam telah menggunakannya.

Ditinjau dalam perspektif sejarah, tidak satupun negeri yang Islam masuk di dalamnya tidak menerapkan syariat. Termasuk konteks sejarah nusantara, dimana yang menjadi hukum positif di kerajaan-kerajaan itu ialah hukum syariat. Literatur yang dipakai dalam memutuskan hukuman di pengadilan adalah literatur fiqih dengan madzhab Syafi’i.

Fakta sejarah itu terdapat dalam karya monumental “Rihlah Ibnu Bathuthah” (Rasyid, 2012). Jika kita lihat dari trend terakhir, tentang Raperda di Tasikmalaya dan Qonun Jinayah di Aceh serta puluhan Perda Syariat yang kemudian sebagian besar dibatalkan oleh penguasa zhalim negeri ini, menggambarkan kuatnya dorongan arus bawah untuk membawa hukum Syariah, yang kemudian dipaksa dibendung dengan paksaan penguasa seperti Mendagri atas nama Presiden, yang sesungguhnya mengingkari sikapnya sebagai seorang yang mengaku dirinya muslim.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا

Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (QS An-Nisaa’: 61).

III. KONDISI JAKARTA KRITIS

  • Skenario 2014. Tahun 2014 sudah didepan mata. Kaum kafir sungguh menikmati rencana kemenangan dengan menaikkan status Jokowi untuk kemudian menjadikan Ahok sebagai Gubernur baru. Ini yang disebut sebagai “Jakarta Baru”, sebut saja “Jakarta Kota Kristen” yang berarti keberhasilan membuat Jakarta kota dengan ciri kristenisasi di pulau Jawa. Ini sebagaimana amanat penginjilan yang mereka rencanakan telah berhasil.

Tabel 1. Peristiwa 100 Hari Ahok-Jokowi

Kegiatan

Alasan

Memindahkan Ust. Abu Bakar Baasyir dari Jakarta ke Nusa Kambangan

Tuduhan pemerintah beliau “Terorisme”

Meminta MUI Jakarta mengeluarkan fatwa melarang aktivitas dakwah yang mengganggu lalu-lintas

Ketertiban lalu-lintas

Mengganti pejabat dibawah Pemprop DKI Jakarta dengan yang beragama kristen

Prestasi pejabat Islam kurang memuaskan

Menantang ummat Islam dengan menyebut “silahkan saya dianggap sebagai kafir nomor satu”

Waktu menjabat di Sumatera punya pengalaman paling dimusuhi ummat Islam tetapi berhasil mengalahkan opini dan tekanan tersebut. Pede !

Memeriahkan acara Nyepi dengan Ogoh-ogoh di pusat kota Jakarta, Bundaran HI dan diliput media massa besar-besaran

Memberi kesempatan yang sama bagi agama-agama untuk syiar

Menyatakan bahwa Vatikan (Paus) adalah yang pertama menyatakan kemerdekaan Indonesia, padahal tidak benar sama sekali, yang benar adalah mesir melalui Ikhwanul Muslimin.

Mencari muka menunjukkan jasa kaum kafir Kristen

  • Kaum muslimin akan dijerat dengan demokrasi dimana suara terbanyak tidak akan mungkin dibendung. Lalu kita kehilangan arah dan ulama pun akan mengaminkan agar “tidak anarkis”, “kita harus sabar” dan kalimat “zukhrufal qouli ghururon” lainnya. Lalu kita terdiam. Padahal kebanggaan ummat dan warisan Nabi yang paling mulia telah ditinggalkan.

IV. BAGAIMANA MEWUJUDKAN JAKARTA BERSYARIAH?

Tidak mungkin keberhasilan tatbiqus syariah dilaksanakan dalam bingkai demokrasi. Dalam demokrasi, semua keputusan hukum diputuskan berdasarkan suara terbanyak. Setiap perbedaan dan perselisihan, diselesaikan dengan jalan voting (pemungutan suara) ataupun lobi. Sedangkan dalam Islam, semua keputusan hukum berdasarkan pada dalil syara’. Perbedaan pendapat dalam masalah hukum harus diselesaikan oleh imam dengan jalan mengambil hukum yang paling kuat dalilnya.

Di dalam Al Quran dijelaskan bahwa setiap perkara yang diperselisihkan wajib dikembalikan kepada al-Quran dan as-Sunnah.

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS al-Nisa’ [4]: 59).

Menurut Ibnu Katsir ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang tidak berhukum merujuk kepada Al Quran dan as-Sunnah dan merujuk pada keduanya dalam perkara yang diperselisihkan maka ia tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir (Tafsir Ibnu Katsir, vol. 2 hal, 346).

Tidak Mencari Kesempatan Semata. Para pemburu kekuasaan itu beralasan, jika kepemimpinan itu tidak direbut, maka ia akan dipegang oleh orang-orang fasik dan tangan tak amanah, yang akan menyebarkan kemungkaran dan maksiat. Tapi jika ia dipegang oleh orang soleh dan beriman, akan dapat mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat luas. Alasan ini memang indah kedengaran.

Namun kenyataannya, semua yang berebut jabatan mengklaim bahwa ia lebih baik dari yang sedang memimpin. Bahkan rata-rata orang pandai berteriak sebelum menjadi pemimpin, tetapi setelah masuk ke dalam sistem, mereka tak bisa berbuat banyak. Akhirnya mengikuti gaya orang sekuler. Yang mencoba bertahan dengan idealisme, mendapat serangan dan kecaman dari berbagai pihak, lalu akhirnya menyerah kepada keadaan.

Fokus. Gerakan Islam perlu untuk lebih fokus, lebih strategis, yakni pembinaan ummat, membangun generasi taqwa, cerdas dan beraqidah yang kuat, mengarahkan pemikiran ummat kepada cara berpikir yang Islami setelah mengalami degradasi bertahun-tahun. Metoda gerakan dengan dakwah dan jihad seharusnya menjadi pertimbangan untuk sesegera mungkin diterapkan, secara berjamaah. Allahu Akbar! [Ahmed Widad]


latestnews

View Full Version