View Full Version
Kamis, 18 Apr 2013

Proyek Menegakkan Toleransi - Pluralisme Menghapus Ektrimisme di UIN

Jakarta (voa-islam.com) Lazuardi Birru bersama UIN Syarif Hidayatullah mengundang Dr.Hussain Mohi-Ud-Din Qadri, tokoh muda yang berasal dari Pakistan, dan diharapkan akan menghilangkan ekstrimisme di Indonesia. 

Di mana Sebanyak 5.000 generasi muda mendapatkan pelatihan pencegahan tindak kekerasan di Indonesia dari tokoh muda Pakistan Dr. Hussain Mohi-Ud-Din Qadri.

Langkah ini hampir mirip yang dilakukan oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) yang bekerjasama dengan sejumlah ulama mereduksi "terorisme" dari bumi Indonesia.
 
Dalam public lecture series dengan tema Pakistani Youth Role in Preventing Pro-Violence Ideology yang diselenggarakan Lazuardi Birru bersama dengan UIN Syarif Hidayatullah, Kamis (18/4/2013).

Dr. Hussain Mohi-Ud-Din Qadri mengatakan sektarianisme yang muncul di negara-negara muslim seperti Pakistan dan Indonesia kerap menjadi pemicu konflik dan kekerasan di masyarakat.
 
Oleh karena itu, perlu penyadaran bagi generasi muda untuk menghilangkan faham sektarianisme berlebihan. “Sikap toleransi yang tinggi di antara pemeluk agama sangat penting untuk meminimalisir kekerasan yang kerap terjadi,”tegas Hussain Mohi dalam kuliah umum di hadapan 5.000 mahasiswa dan pelajar se-Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah.
 
Menurut Hussain Mohi, negara perlu turun tangan untuk mendorong agar sikap toleransi dapat tumbuh di generasi muda sejak dini melalui berbagai perangkat yang ada termasuk Undang-Undang.
 
“Pendidikan karakter tolerasi harus terus di dorong oleh pemerintah terutama negara-negara yang memiliki keberagaman agama,” tambahnya.
 
Hussain Mohi menjelaskan perlunya dialog kondusif di antara para pemimpin agama agar tercipta keharmonisan yang bisa menekan terjadinya tindakan radikalisme dan kekerasan atas nama agama.
 
“Di Pakistan dan negara manapun termasuk Indonesia dialog antar pemimpin agama itu sangat penting untuk menciptakan harmonisasi yang pada akhirnya bisa menekan bibit anarkisme dan kekerasan. Selain itu, saya juga menyarankan kepada generasi muda Indonesia untuk tidak mudah terpancing hasutan-hasutan yang bisa menjerumuskan mereka dalam tindak kekerasan yang merugikan orang lain,”jelasnya
 
Sementara itu, Ketua Lazuardi Birru, Dhyah Madya Ruth SN, menegaskan bahwa telah terjadi sekitar 1.000 aksi bom bunuh diri di Pakistan dalam jangka waktu 10 tahun, dengan korban telah mencapai lebih dari 1 juta rakyat sipil. Sekitar 40 hingga 50 nyawa hilang setiap harinya karena penembakan langsung oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
 
Sementara di Indonesia sejak pasca reformasi telah terjadi 12 kali aksi bom bunuh diri dengan korban lebih dari 300 rakyat sipil. Apabila kita tidak mampu melakukan pencegahan, bukan tidak mungkin prediksi bahwa Indonesia akan seperti Pakistan dalam waktu 10 tahun akan terjadi. 
 
“Kita semua tentu tidak mengharapkan Indonesia seperti Pakistan kini, yang jauh dari rasa aman. Untuk itu generasi muda Indonesia perlu belajar dari pengalaman Pakistan, agar Indonesia mendatang tidak menjadi seperti Pakistan kini,” ujarnya.
 
Lebih jauh, Dhyah menjelaskan bahwa Dr. Hussain Mohi-ud-Din Qadri merupakan putera dari Muhammad Tahir ul Qadri, pendiri Minhaj-ul Qur'an International, sebuah lembaga sosial yang berpusat di Lahore, Pakistan dan hingga kini telah memiliki cabang di sekitar 100 negara.
 
“MQI merupakan gerakan sosial keagamaan yang aktif dalam mereformasi politik di Pakistan melalui kegiatan pendidikan. MQI telah melakukan kerja-kerja sosial dan edukasi yang luar biasa dalam menanggulangi ekstrimisme dan terorisme serta menciptakan harmoni antara masyarakat yang berbeda budaya, etnis, dan agama. Peace of Humanity Conference dan London Declaration for Global Peace and Resistance Against Extrimism yang diselenggarakan MQI telah mengecam berbagai aksi kekerasan atas nama agama,” tegas Dhyah.
 
Untuk kinerja MQI dalam melakukan edukasi guna menanggulangi extrimisme dan terorisme tersebut, Unesco dan Ecosoc secara formal mengakui dan menganugerahkan Special Consultative Status untuk MQI atas kinerjanya dalam mempromosikan perdamaian toleransi dan harmoni antar agama.
 
Dhyah menyatakan bahwa Indonesia dan Pakistan memiliki ikatan historis yang kuat antara lain pada masa perjuangan pra-kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan hingga kemudian aktif bersinergi dalam Gerakan Non Blok.
 
“Persamaan keadaan juga terjadi pada masa kini, dimana kedua negara sedang memerangi ideologi pro-kekerasan. Seperti diketahui, bahwa ideologi pro kekerasan telah menyusup dan berkembang di lingkungan generasi muda Pakistan, yang terus berupaya menjaring kader-kader baru terutama generasi muda Islam. Rentannya generasi muda terhadap ideologi pro kekerasan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti krisis ekonomi, isolasi dari lingkungan sekitar dan represi serta pengaruh internet sebagai media dalam menyebarluaskan ideologi pro kekerasan mengatasnamakan agama di kalangan muda. Hal yang relatif sama juga terjadi di Indonesia,” katanya.
 
Sementara itu Purek II Bidang Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. M. Mastna, MA menyampaikan bahwa pandangan-pandangan dan pengalaman-pengalaman Dr. Hussain Mohi-ud-Din Qadri sangat menarik dan patut menjadi inspirasi serta contoh generasi muda Indonesia dalam mengatasi ideologi pro-kekerasan. Pidato-pidatonya dalam memperjuangkan perdamaian di Pakistan seolah mengingatkan kita kepada Soekarno di masa muda.
 
“Stabilitas keamanan dan perdamaian merupakan dua sisi menarik yang harus tetap bersinergi bila ingin mencapai Indonesia yang lebih baik di masa mendatang,” tegasnya. af/hh/okzn


latestnews

View Full Version