View Full Version
Selasa, 27 Sep 2016

Abu Sayyaf Disebut Punya Mata-Mata di Indonesia, Pengamat : Informasi Masih Mentah

JAKARTA (voa-islam.com)—Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo menyatakan bahwa ada mata-mata kelompok Abu Sayyaf di Indonesia, hingga memudahkan kelompok ASG melakukan aksi perompakan atau penculikan.

Menanggapai hal itu, pemerhati kontra-terorisme, Harits Abu Ulya mengatakan bahwa logika intelijen memang sudah seharusnya membuka segala macam kemungkinan. Termasuk, soal adanya mata-mata kelompok Abu Sayyaf di Indonesia.

Namun, katanya, akan sangat bijak kalau yang disampaikan seorang Panglima TNI adalah produk intelijen yang sudah layak publis.

"Artinya bukan barang mentah yang belum melalui proses intelijen yang semestinya. Pernyataan yang sangat spekulatif justru kontraproduktif," jelas Harits dalam rilis yang diterima Voa-Islam , Senin (26/9/2016).

Menurut Harits, bila informasi soal mata-mata itu sudah A1, seharusnya, tinggal ditindaklanjuti secara kongkrit terkait apa-apa yang dibutuhkan. Termasuk operasi kontra intelijen paska info tersebut.

Sementara itu, lanjutnya, kelompok Abu Sayyaf (ASG) realitasnya memang banyak faksi, terpecah dalam beberapa kelompok hingga 9 kelompok kecil-kecil. Dan beberapa faksi memang berafiliasi kepada IS-ISIS.

"Sejarahnya, di dalam tubuh kelompok ASG ada WNI yang terlibat. Dan ada kemungkinan orang WNI yang pernah gabung di ASG bisa menjalin komunikasi meski mereka sudah di Indonesia," tuturnya.

Namun demikian, ujar Harits, kelompok Abu Sayyaf tidak punya kapasitas untuk menggerakkan orang Indonesia yang pernah bersama mereka atau yang sama-sama berafiliasi ke kelompok IS-ISIS untuk menjadi mata-mata membantu agenda dan aksi perompakan atau penculikan yang dilakukan selama ini.

"Secara de facto, kelompok ASG cukup menguasai perairan laut di wilayah Filipina Selatan. Dan aksi-aksi perompakan atau penculikan banyak dilakukan ASG dengan melalui patroli-patroli yang mereka lakukan. Atau jejaring ASG yang tersebar rata di wilayah perairan tersebut bisa menjadi pemasok informasi (mata dan telinga) kepada ASG," beber Harits.

Akan tetapi, sambung Harits, yang jauh lebih penting adalah publik perlu tahu bahwa permasalahan ASG tidak terlepas dari konstelasi geopolitik di kawasan Asia Tenggara khususnya Indonesia-Filipina-Malaysia.

"Dalam kontek permasalahan ini terkesan Indonesia belum siap menerima dampak dari kebijakan-kebijakan Filipina dan Malaysia di kawasan tersebut. Bagi Indonesia terkesan ini permasalahan baru, tapi bagi Philipina dan Malaysia ini sudah terjadi dalam dekade ini," terangnya.

Seharusnya, tambah Harits, sejak Ligitan dan Sipadan lepas,  Indonesia harus mulai memperhatikan perkembangan di kawasan tersebut. Apalagi Indonesia masih ada masalah dengan Malaysia dikawasan tersebut.

"Kawasan ini ternyata luput dari pemantauan dan baru sekarang Indonesia memantaunya dengan kadar yang lebih," pungkas Direktur CIIA itu. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version